02 | Rumor yang Menyakitkan

1017 Words
Daren tiduran di sofa TV karena lelah membersihkan rumah, matanya sudah mulai mengantuk karena membereskan rumah. Pintu kamar Rose terbuka, matanya mengarah ke Daren yang sedang tidur-tiduran di sofa TV, Rose mengacuhkan nya dan langsung mengambil gelas lalu menaruhnya di meja dengan suara yang sedikit kencang. Daren terkejut dan langsung duduk, melihat Rose yang dengan angkuhnya meminum air mineral itu, entah ada dendam apa membuatnya seperti kerasukan setan jika melihat Daren. "M–maa lu–lusa ulang tahunku yang ke-16," ujar Daren dengan pelan. "Tidak ada urusannya dengan saya, jika kamu lupa." "Daren cuma butuh ucapan doang dari Mama, bukan hal lain," sahut Daren pelan. Rose tidak menyahut hanya menatap tajam Daren kemudian pergi begitu saja. Daren menghela napas, sungguh. Mengapa semua ini bisa terjadi kepada Daren. Pertanyaan itu selalu berputar di kepala Daren. Karena sekarang hari libur, Daren merasa bosan setelah tadi membersihkan rumah, entah kenapa Daren menginginkan mie instan dengan sayuran sawi hijau dengan saos, bukankah itu adalah makanan yang nikmat di cuaca yang dingin? Yaps, karena cuaca hari ini sedang mendung serta angin kencang yang dingin, Daren jadi menginginkan itu. Daren langsung bangkit dan mencari tukang sayur. Langkah kakinya menyusuri jalanan yang sepi, angin kencang yang dingin juga para dedaunan yang gugur menambah suasana yang tenang sekaligus rasa kegundahan di hati. Akhirnya ketemu tukang sayur, Daren segera berlari menuju tukang sayur itu, ingin membeli sawi hijau sebagai teman makannya bersama mie instan. "Bu, kalian mau tahu sesuatu gak?" tanya ibu-ibu yang memakai daster serta rambutnya yang di kuncir asal, ada lima orang ibu-ibu yang hampir berpakaian mirip dengannya juga sedang memilih sayuran, dan tertarik dengan topik yang mau di bahas kali ini. "Katanya tuh, yang punya rumah mewah di komplek ini, dia tuh dulu kerja nya jadi wanita malam." Deg! Daren sampai di tukang sayur tersebut, Daren terkejut ketika ada orang yang membicarakan ibunya, fakta yang menyakitkan adalah bahwa ibunya mantan wanita malam, benarkah? Jika memang benar kenyataan itu adalah fakta, kenapa Daren harus mendengar nya dari orang lain? "Serius bu? Yang mana sih orang nya? Saya gak pernah lihat tuh," jawab ibu-ibu yang berambut pendek dengan pakaian ber-daster. "Orang nya gak pernah keluar, gak pernah kumpul-kumpul kayak kita gini," jawab ibu-ibu yang membuka topik awal pembicaraan tersebut. "Terus katanya juga sudah punya anak, tapi gak ada bapaknya," lanjutnya dengan nada antusias dan sedikit jijik. "Ih serius bu?" tanya empat ibu-ibu itu dengan serempak, ibu-ibu yang rambutnya di kuncir asal itu mengangguk pasti. "Bener bu, tapi anaknya juga gak pernah keluar." "Parah ya, kok di komplek kita ada wanita kotor kayak dia, harusnya kan di usir," kata ibu-ibu yang rambutnya panjang dan sedikit berantakan, yang lain pun ikut mengangguk setuju. "Em–bu, aku mau beli sawi hijau nya satu, berapa?" tanya Daren terburu-buru. "Dua ribu nak," jawab ibu tukang sayur tersebut. "Aku mau satu yah, nih uangnya. Makasih," Daren langsung lari setelah memberikan uang nya. "Eh nak! Di bungkus dulu sayur nya," teriak ibu tukang sayur itu. Daren mengacuhkannya dan berlari secepat yang ia bisa. Daren memang tidak pernah melewati jalan ini, Daren tidak pernah jalan-jalan kesini, ini baru pertama ia menyusuri jalan ini. Angin yang kencang serta cuacanya yang mendung membuat tangan serta kakinya dingin, tapi Daren tidak peduli, Daren harus segera sampai ke rumah. d**a Daren benar-benar sesak kali ini, mengetahui fakta yang menyakitkan dan tak akan pernah bisa diubah. Apakah Daren memang anak haram? Karena itukah Rose selalu bersikap kasar dan tidak peduli dengannya? Langkah kaki Daren terasa berat, tubuhnya terasa lemas, jantungnya juga berdetak dengan kencang, seakan suasana yang mendung ini mendukung Daren untuk menangis. Kenapa? Kenapa alam pun menyetujui kesedihan Daren? Kenapa? Daren langsung masuk ke dalam rumah, menaruh sayuran itu di kulkas dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Tangan serta kakinya terasa dingin, jantungnya berdetak kencang dan keringat dingin muncul di dahinya. Sungguh, untuk pertama kalinya Daren merasakan hal menyakitkan ini dalam hidupnya, selain perkataan kasar dari ibunya. Mengetahui fakta bahwa ia adalah anak haram sungguh menyakitkan, rasanya semua dunianya runtuh tak terhingga. Semua harapan ingin Rose bisa sayang padanya entah kenapa sirna begitu saja. Tolong siapapun bantu Daren untuk bisa menangis meluapkan semua perasaan di hatinya hingga beban itu bisa menghilang walau hanya sementara. Apa karena itu Rose membenci dirinya? Karena itu Rose selalu bersikap kasar padanya? "Kalau emang Mama gak menginginkan Daren, kenapa Daren gak dibunuh sejak dalam kandungan? Kenapa Daren harus dilahirkan kalau Mama gak mau ada Daren dalam hidup Mama? Kenapa jadi Daren yang harus menanggung semua rasa sakit ini, tanpa Daren tau salah Daren apa, kenapa Daren harus dilahirkan di dunia kalau Daren harus merasakan sakit ini? K–kenapa?" tanya Daren panjang, Daren menelungkup kan kepalanya dan menekuk kakinya, hatinya terasa nyeri, sakit. Seakan banyak ribuan jarum yang menghantam dan menambah luka dihatinya. "Kenapa Mama tega sama Daren? Daren harus nanggung semua sakit ini, dunia Daren sudah hancur Ma, tidak ada harapan lagi, padahal lusa ulang tahun Daren, tapi kenyataan yang Daren dapatkan sungguh menyakitkan. "Kenapa Daren begitu lemah? Kenapa Daren gak bisa nangis, Daren mau nangis, sakit harus nahan beban terus, Daren capek terus-terusan nahan beban ini, Daren capek banget," suaranya begitu lirih dan sangat putus asa, tubuhnya terasa lemas, semua pertanyaan itu terus berputar di kepala Daren, hatinya terasa sakit, tapi ia tak tau harus berbuat apa, Daren tidak berani mempertanyakan kebenaran tersebut, ia takut perkataan ibunya di luar ekspetasi Daren, Daren takut jika Rose membenarkan hal tersebut dan akan semakin menambah lukanya. Daren tidak ingin itu terjadi. Daren tidak mau hal menyakitkan kembali menambah bebannya. Lama dengan posisi tersebut membuat tengkuk, kaki serta tangannya terasa kebas, tubuhnya juga terasa lemas. Daren menghela napas kencang, beralih mengambil posisi tiduran dengan posisi terlentang, menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong. Matahari sudah menampakkan sinarnya, suasana yang sejuk dan hiruk pikuk jalanan sudah menghiasi awal pagi hari ini, semalaman Daren tidak bisa tidur, pikirannya terus berkecamuk, hatinya terus memberontak, Daren tidak bisa mengendalikan ke dua perasaan yang saling bertolak belakang itu, Daren hanya tidak tau harus berbuat apa dengan dirinya sendiri, jadi Daren hanya diam, membiarkan ke dua perasaan yang saling bertolak belakang itu saling bertengkar dan tidak menemukan titik temu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD