Lo Suka Jona?

1579 Words
Kayaknya sampai kapan pun hubungan Anka sama Jona bakal gitu-gitu aja deh. Ya gimana dong, setiap kali cowok itu mengatakan sesuatu selalu disalah artikan sama Anka. Menurut cewek itu, Jona nggak suka sama dia. Gara-gara udang, Anka makin kesal sama Jona. Loh, kok? Iya, yang salah emang Anka. Dia nggak tahu menahu soal Jona yang ternyata punya alergi sama udang. Karena kata Anjas, cowok itu berangkat sekolah tanpa sarapan, Anka jadi pergi ke dapur dan masak lagi buat bekalnya Jona. Dia merasa nggak enak aja sama cowok itu. Tapi sungguh, Anka benar-benar nggak tahu. Bukan sengaja masak udang buat mengerjai Jona. Bekal yang Anka berikan kepada Jona sebagai tanda pemintaan maafnya. Waktu Anka mau ngasih, cowok itu lagi nggak ada di bangkunya. Akhirnya dia taruh di kolong mejanya Jona, berharap cowok itu melihatnya. Dan yang paling penting, bekal Anka dimakan. Sehabis meletakkan bekal ke meja Jona, Anka keluar kelas mencari Dirana. Cewek tomboy itu dari kemarin mengiriminya banyak pesan singkat ke nomornya. Mau Anka balas, dia lagi nggak ada pulsa. Ya harap maklumlah. Ponsel Anka masih jadul. Mana punya aplikasi buat telepon atau kirim pesan kayak punya orang-orang. Selesai ketemu Dirana dan ngobrol bentaran di kantin, Anka balik ke kelasnya. Sebentar lagi pelajaran selanjutnya mau dimulai. Di lorong, Anka dan Dirana berpisah. Keduanya berjalan menuju kelas masing-masing. Sesampainya di kelasnya sendiri, ternyata masih sepi. Gurunya belum ada masuk. Tapi Jona udah di bangkunya lagi sibuk sama puplen dan bukunya. Anka duduk di samping Jona, sesekali melirik cowok itu. Entah sadar atau nggak Anka ada di sampingnya, tapi kayaknya nggak, nggak peduli maksudnya. "Jo!" seru cewek berambut panjang dari ambang pintu. Tangan cewek itu memegangi sesuatu. Dari warna dan bentuknya, Anka mengenalinya. Cewek tersebut menghampiri meja mereka. Supaya nggak disangka Anka kepo, dia mengambil bukunya dan menyibukan diri menulis sesuatu. "Makasih ya, Jo," kata si cewek sambil mengarahkan sebuah kotak bekal ke Jona. Itu kotak bekal sama persis yang dia kasih ke Jona. Ah, nggak, dia taruh di kolong mejanya Jona maksud Anka. "Bener kata anak-anak ya. Masakan lo enak." "Itu bukan masakan gue," sahut Jona datar. Kedua mata cewek itu membulat, seolah nggak percaya. "Oh, buatan Bibi lo di rumah ya?" Jona menatap cewek itu tajam. "Udahan ngasihnya, kan?" Cewek itu gelagapan ditegur sama Jona. Anka nggak habis pikir kenapa bisa bekal yang dia buat untuk Jona, malah dimakan sama orang lain. Jona sengaja bikin Anka makin jengkel, ya? Karena bikinin bekal buat cowok itu, dia hampir nggak boleh masuk ke sekolah karena gerbangnya udah dikunci. Beruntung satpam sekolah orangnya baik. Apa lagi tahu kalau Anka adalah siswi paling teladan di sekolah. Cewek itu pergi setelah kena tegur sama Jona. Anka duduk di kursinya sembari menahan sebal setengah mati. Kalau Jona nggak menerima bekal buatannya nggak apa-apa kok. Tapi harus banget dikasih ke orang lain ya? Nggak menghargai orang banget! Udahlah, ini terakhir kalinya Anka bikinin bekal buat Jona. Lain kali nggak ada lagi kayak ginian. Walaupun maksud Anka untuk menebus rasa bersalahnya, tetap aja Anka nggak akan mau. Biarin aja Jona pergi ke sekolah tanpa sarapan! Bodoh banget memang si Anka. Jona nggak sarapan di rumah, masih bisa makan di kantin padahal. *** "Kok pulang sendiri Jo?" tegur Gino begitu melihat Jona masuk ke rumah sendirian. "Anka mana?" Jona melepas tasnya dan meletakkannya di meja. Cowok itu menuang air ke dalam gelas kosong. "Nggak tahu." Gino melirik Jona sekilas. "Kenapa nggak bareng aja sih?" Anka mana mau bareng sama Jona. Apa lagi beberapa hari terakhir si Anka kayak lagi sebal banget sama Jona karena obrolan mereka sewaktu pergi ke tempat kost Anka. Terkadang Jona suka heran aja, dia ngomong baik-baik, tapi disalah artikan sama Anka. Tersinggung nggak jelas dan berakhir bikin hubungan mereka jadi memburuk. "Buat bikin bekal itu, Anka sampai lari-larian pergi ke sekolah." Jona berhenti menutup resleting tasnya. "Hah?" Gino menunjuk-nunjuk kotak bekal yang diletakkan Jona di meja. "Itu kotak bekal yang Anka pake buat bikin bekal lo." "Ini?" Jona mengangkat kotak bekalnya. "Bekal ini Anka yang bikin?" tanyanya seolah nggak percaya. "Iya." Gino mengangguk. "Dia tahu lo berangkat sekolah nggak sarapan. Dia masak lagi buat bikin bekal lo tadi. Itu dikasih sama Anka, kan, Jo?" Jona tertegun. Sungguh, Jona sama sekali nggak tahu kalau bekal yang ditemukannya di kolong mejanya ternyata pemberian dari Anka. Jona kira dari siswi lain yang menaruhnya. Sebagai salah satu siswa ganteng di sekolah, nggak jarang Jona mendapatkan bekal atau pun hadiah, entah dari siswi yang mana, Jona nggak tahu dan nggak peduli. Kalau tahu kotak bekal itu Anka yang menaruhnya, nggak akan Jona kasih ke orang lain. "Sial." Gino kaget. Tahu-tahu Jona mengumpat. "Kenapa, Jo?" tanya Gino bingung. Jona baru sadar kalau ada Anka di sampingnya sewaktu seorang siswi mengembalikan kotak bekalnya. Kenapa Anka nggak menegurnya aja sih? Cewek itu cuma diam dan sibuk sama bukunya. "Kenapa sih?" tanya Gino makin bingung. Jona lari masuk kamar, nggak dihiraukannya panggilan Gino sama sekali. Gino menggeleng sesekali berdecak. Anak-anak remaja zaman sekarang suka aneh kadang. Ditanya kenapa, malah lari kayak lagi dikejar setan. *** Sekitar pukul tujuh, Anka baru sampai rumah. Sebelumnya cewek itu udah minta izin sama Gino dan Anjas. Walaupun sempat terlambat kirim pesan kepada dua cowok tersebut, pada akhirnya Gino memberikan izin juga. Waktu jam istirahat pertama, Anka udah janji sama Dirana kalau dia bersedia menemani cewek tomboy itu pergi mencari sepatu di mal. Diajaknya Anka keliling mal berjam-jam mencari sepasang sepatu. Masuk dari satu toko ke toko, tapi nggak ada satu pun yang cocok sama keinginannya Dirana. Sebenarnya Anka capek diajak keliling, kakinya udah cenat-cenut, kalau kata orang tua zaman dulu. Mau ngomong capek, kan, nggak enak. Sampai akhirnya Dirana menemukan sepatu yang cocok sama keinginannya. Dalam hati Anka bersorak, dia bisa bernapas lega. Itu artinya dia akan segera pulang dan pergi beristirahat. Anka melepas kedua sepatunya lalu meletakkannya ke rak. Sambil menenteng tas sekolahnya, Anka melangkah masuk ke dalam. Rumah kelihatannya sepi. Nggak ada Gino mau pun Anjas. Apa mungkin dua cowok itu sedang ada di luar? Meja makan tampak bersih. Nggak ada tanda-tanda orang habis makan. Mungkin Gino sama Anjas emang lagi keluar rumah. Karena biasanya ada aja bungkus camilan atau botol bekas minuman di meja. "An." Jona memanggil Anka ragu-ragu. Entah muncul dari arah mana, tahu-tahu Jona ada di belakangngnya, memanggilnya sangat canggung. Anka masih ingat kejadian di sekolah tadi. Anka nggak marah, dia cuma kecewa aja sama sikapnya Jona. "Apa?" balas Anka, cewek itu melengos, berniat meninggalkan Jona. "Kak Gino sama Kak Anjas lagi di luar." "Terus?" Anka menatap Jona. "Katanya nggak usah masak buat makan malam. Mereka makan di luar." "Oh." Sesudahnya, Anka benar-benar balik badan memunggungi Jona. Gimana caranya untuk bilang maaf ke Anka? Kelihatannya Anka lagi-lagi tersinggung sama dia. Kalau Jona diam aja, Anka akan terus salahpaham. Tapi kalau mau minta maaf, kenapa lidahnya susah banget buat digerakkan? *** Anka makin benci sama Jona. Benci banget. Udah yang makan bekalnya orang lain, Jona juga koar-koar ke banyak siswa-siswi kalau Anka-lah orang yang menaruh kotak bekalnya di kolong meja. Sepanjang berjalan di koridor, hampir seluruh penghuni sekolah memerhatikannya. Ada yang sambil bisik-bisik sama teman-temannya lalu melirik Anka sinis. Tadinya dia nggak tahu kalau alasan beberapa cewek menatapnya sinis karena masalah bekal. Sampai akhirnya ada satu siswi yang menanyakan kebenaran soal bekal yang ditaruh Anka di kolong mejanya Jona. Maunya Jona apa sih? Anka nggak mempermasalahkan kalau Jona nggak suka sama dia. Nggak apa-apa. Toh, ini bukan pertama kalinya dia dibenci sama seseorang. Tapi tolong dong, nggak kayak gini juga caranya. Apa untungnya Jona cerita ke orang-orang kalau Anka ngasih bekal ke dia? Lagi pula, bekalnya yang makan juga orang lain! "Anka?" Seorang siswi cantik memanggilnya. Itu siswi yang mengembalikan kotak bekalnya ke Jona kemarin. Anka mengangguk pelan sebagai jawaban. Cewek itu menghampirinya. "Lo yang namanya Anka, kan?" tanyanya untuk memastikan lagi. "Ada apa?" tanya Anka tanpa basa-basi. "Lo yang ngasih Jona bekal?" Cewek itu tanya ke Anka, "Bener nggak?" Obrolan dua cewek itu menarik beberapa siswa dan siswi. Anka dikenal nggak terlalu baik dalam bergaul. Satu-satunya orang yang dikenal dekat sama cewek itu cuma Dirana. Jadi heran aja kalau Anka tahu-tahu kelihatan ngobrol sama orang lain. Terlebih si cewek, siswi yang mengajak Anka ngobrol adalah salah satu primadona sekolah. "Naksir Jona juga?" tebak cewek itu. Naksir Jona? Cuma gara-gara Anka memberi sebuah bekal ke cowok itu, udah dianggap naksir? "Kok nggak jawab?" tanyanya. "Bukan." "Apa?" Cewek itu menatap Anka nggak suka. "Bukan dari gue bekalnya." Cewek berambut panjang itu mendengus. "Masa? Ada yang lihat lo naruh itu bekal di kolong mejanya Jona, btw." Dia nggak mungkin memberitahu alasannya kenapa ngasih bekal ke Jona kan. Kalau Anka ngasih tahu, nanti satu sekolah pada tahu sekarang dia sama Jona tinggal satu rumah. Dan jawaban semacam itu bisa menarik perhatian banyak orang. Semisal Anka bilang dia kerja di rumah Gino, mereka pasti nggak akan percaya dan menganggap Anka bohong. "Ya sih, lo cantik." Si primadona sekolah mengamati Anka dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Tapi bukan berarti lo jadi lancang suka sama orang." Anka mendengus keras-keras. Cewek ini aneh. Yang lancang, siapa sekarang? Kalau pun Anka naksir sama Jona, cewek ini nggak ada hak melarangnya. Apa lagi menyebutnya lancang. Tuhan aja nggak melarang kok. Dia yang sama-sama manusia, kok, berani melarang! "Kalau masih ngerti bahasa manusia, mending minggir." Anka bergumam sinis. "Kecuali lo hewan sih." Kesepuluh jari cewek itu mengepal kuat. Kedua matanya mendelik, nggak terima dihina sama Anka barusan. Dia kira, Anka contoh cewek remaja yang gampang ditindas. Kebanyakan anak-anak zaman sekarang pada takut digertak. Namun sebaliknya, Anka berhasil menggertaknya balik. To be continue---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD