Bab 03

1021 Words
Rumah megah itu terlihat lengang. Hanya ada seorang gadis yang duduk diam di kursi rodanya sembari menatap halaman belakang rumah tersebut. Rambutnya yang berwarna hitam legam tersapu lambaian angin lembut, hingga membuatnya terbang mengikuti ritme angin. "Nunna," gadis itu menoleh, ia tersenyum saat mendapati Sean ada di belakangnya. Pria itu mendekati Hana, berlutut mensejajarkan tubuhnya dengan si gadis Do. Sean menggengam erat jemari Hana. Bisa gadis itu rasakan jika Sean tengah mencoba memberinya kekuatan. "Apapun yang dilakukan Hyung di masa lalu tidak perlu lagi Nunna pikirkan. Yang harus Nunna pikirkan sekarang adalah kesembuhan Nunna sendiri. Cepatlah pulih agar kita bisa melakukan banyak hal bersama lagi." Sean menatap Hana sendu. Jelas terlihat genangan air mata di pelupuk mata Pria itu, yang mana jika Sean berkedip sekali lagi maka bisa dipastikan air matanya akan jatuh membasahi pipinya. Hana hanya tersenyum tipis. Tangan kanannya ia angkat untuk mengusap pelan pipi Sean hingga membuat si pria yang jauh lebih muda memejamkan mata. "Ya. Nunna akan berusaha untuk sembuh," sahutnya lirih. Ini bukan berarti ia sepenuhnya menerima kenyataan jika dirinya kini menjadi seorang gsdis bernama Do Hana. Melainkan dirinya hanya tidak ingin membuat Sean bersedih. Entah kenapa, sejak pertemuan pertama mereka di rumah sakit membuat Hana merasakan sesuatu pada pemuda itu. Seperti sebuah perasaan menyayangi antara kakak dan adik. Lagipula perlakuan Sean padanya begitu baik, ia bisa dengan cepat membuat Hana nyaman dalam artian tertentu. "Nunna, ayo kita masuk, anginnya semakin kuat," ujar Sean. Pemuda dengan sweater berwarna oranye itu berdiri dari jongkoknya dan berputar, sebelum kemudian dirinya mendorong kursi roda Hana untuk masuk ke dalam rumah. Keadaan rumah yang sepi membuat Hana ergelitik untuk bertanya. Sepertinya ia cukup penasaran dengan seperti apa kehidupan yang dijalani oleh gadis pemilik tubuh yang ditinggali nya saat ini. "Kemana semua orang?" tanya Hana lirih. Gadis itu juga Sean kini berada di ruang tengah. Sean menoleh sejenak ke arah Hana sebelum kemudian menyahut. "Biasanya jam segini, Paman dan Bibi Do masih berada di kantor. Dan Lee Yeol Hyung juga, mereka akan pulang sore nanti," sahut si pemuda. Hana mengangguk paham. Ia kemudian kembali bertanya sesuatu yang membuat Sean hanya bisa terkekeh dibuatnya. "Kau sering kemari?" Pemuda itu sempat terdiam beberapa saat sebelum kemudian terkekeh. Ia sempat memberikan si gadis Do sebuah benda sebelum kembali menjawab pertanyaan Hana. "Hampir setiap hari aku kesini. Aku akan selalu menemani Nunna saat Paman dan Bibi bekerja, setiap harinya kita bercerita banyak hal dan melakukan banyak hal bersama juga," terangnya dengan senyum lebar. Hana mengangguk kecil. Gadis itu kembali menanyakan satu hal dengan hati-hati. "Apa Lee Yeol juga sering ke sini?" tanyanya dengan suara lirih. Sean terdiam selama beberapa saat. Pemuda itu melihat lekat ke arah sang gadis sebelum kemudian mengulas senyum tipis. "Cukup sering. Tapi tidak sesering aku," katanya. "Lee Yeol Hyung hanya akan ke mari jika Ayah dan Ibu memintanya, atau bahkan Nunna sendiri. Dan tidak jarang juga Nunna yang berkunjung ke rumah untuk menemui Hyung," lanjut Sean kemudian. Hana hanya membalas penjelasan Sean dengan senyum tipis. Ada satu hal yang bisa ia simpulkan dari apa yang diceritakan oleh si pemuda dan kejadian sebelumnya. Sepertinya perasaan Hana untuk Lee Yeol begitu besar. Ia bahkan rela melakukan apapun meski sepertinya gadis itu tidak dianggap sama sekali oleh si pria pemilik marga Lee itu. *** Sore hari saat Hana baru saja selesai membersihkan tubuh. Ia yang saat itu tengah berbenah di depan meja rias terkejut dengan kedatangan Lee Yeol yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu kamarnya. Pria yang masih mengenakan setelan lengkap kantor itu, melihat ke arahnya dengan wajah datar. Lee Yeol berjalan pelan ke arah Hana, melempar tas miliknya sembarangan ke arah ranjang masih dengan kaki yang terus melangkah. Hana sendiri hanya bisa diam memperhatikan lewat cermin. Ia tidak tahu apa dan kenapa Lee Yeol menatapnya demikian. Yang jelas, dirinya tahu jika mood si pria Lee tengah dalam kondisi buruk. Lee Yeol sampai di belakang Hana. Pria itu masih menatap lekat ke arah si gadis yang juga tengah menatapnya lewat cermin. "Apa yang kau katakan pada Ibu dan Ayahku soal perjodohan kita?" tanyanya dengan suara datar. Hana bergeming. Ia masih saja diam tanpa ada niatan untuk menjawab. Apa yang sudah ia katakan? Ia sendiri tidak tahu dengan apa yang dimaksud Lee Yeol saat ini. "Apa maksudmu?" pertanyaan itu lolos dengan mudah dari sela bibir Hana, membuat Lee Yeol tertawa sumbang dan mengusap wajahnya dengan kasar. "Tidak perlu berpura-pura bodoh di depanku. Kau tahu, aktingmu sangat buruk. Itu tidak akan mempengaruhi ku sama sekali," ujarnya dengan tangan menunjuk tepat ke arah Hana. Hana saat itu hanya bisa menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia masih mencoba untuk mengatur emosinya agar tidak meledak saat itu juga. Sudah cukup dengan dirinya yang kebingungan dengan apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhnya. Ia takkan bisa menahan lebih jauh jika pria di hadapannya ini terus memancing emosi dengan argumen yang bahkan dirinya tidak tahu apa maksudnya. "Aku yang bodoh atau justru kau? Kau terus mengatakan hal tidak masuk akal yang bahkan aku sendiri tidak tahu apa maksud nya. Lalu, saat aku bertanya padamu, kau justru mengatai ku bodoh. Sebenarnya kau sedang mengatai dirimu sendiri, atau bagaimana? " sahut Hana tanpa takut. Jujur saja, meski baru beberapa kali ia bertemu dengan Lee Yeol. Tapi dirinya sudah cukup muak dengan sikap pria itu. Bagaimana dirinya selalu berusaha memberikan tatapan juga sikap yang mengintimidasi. Juga sikapnya yang terlihat begitu arogan juga menyebalkan. Benar-benar membuat Hana sakit kepala. "Kau sudah berani menjawab rupanya. Kau tidak seperti dulu yang hanya bisa menangis dan menurut," ucap Lee Yeol dengan smirk di wajahnya. Hana mendecih. Gadis itu menggengam erat pegangan pada kursi rodanya guna melampiaskan rasa emosi. Jika saja tubuhnya telah pulih, sudah bisa dipastikan satu tamparan keras akan melayang di wajah Lee Yeol sebagai imbalan atas ucapan juga sikap sombongnya itu. Setelah hembusan napas panjang ke-tiga, Hana dengan berani menatap mata Lee Yeol yang juga melihat ke arahnya. Dengan smirk yang tersemat di wajah pucatnya, gadis itu berujar. "Kau pikir siapa dirimu, sampai aku harus merasa takut? Entah seperti apa diriku di masa lalu, yang jelas kau harus berhati-hati mulai saat ini. Semua sudah berbeda dan kau tidak akan bisa menebak apa yang akan terjadi."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD