Bab 04

1042 Words
Lee Yeol tersenyum miring mendengar jawaban Hana yang terkesan begitu berani, amat jauh berbeda dengan beberapa waktu ke belakang. "Kau sudah semakin berani, ya. Tapi apa kau pikir hanya dengan gertakan kecil seperti itu akan membuat ku mundur? Tidak, nona." "Aku akan terus berusaha untuk menggagalkan perjodohan konyol ini, bagaimanapun caranya. " Setelah mengatakan hal tersebut, Lee Yeol beranjak pergi. Meninggalkan Hana sendiri dengan pemikirannya. "Kau pikir aku juga akan menyerah dengan mudah? Semakin kau bersikap kasar dan arogan, aku akan semakin berusaha untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi pada gadis ini dan hubungan seperti apa yang kalian berdua jalani." "Ku harap kau bisa menghadapi ku nantinya, Lee Yeol, " gumam Hana dengan suara lirih. Malam hari saat Tuan dan Nyonya Do baru saja kembali dari pekerjaan mereka. Berbarengan dengan itu, Sean juga Lee Yeol datang bersama kedua orang tua mereka untuk berkunjung. Sambutan hangat dan sapaan hangat khas kekeluargaan jadi hal pertama yang didapat oleh keluarga Lee. Tidak lama kemudian Hana turun dibantu oleh Sean dan seorang asisten rumah tangga. Gadis itu kemudian mengambil tempat di sebelah Lee Yeol yang sejak tadi justru membuang muka ke arah lain. Suasana di antara keduanya begitu canggung, atmosfer yang terlihat jelas jika mereka saling menolak kehadiran satu sama lain. "Ah, maksud kedatangan kami ke mari untuk menjenguk calon menantu, Do. Bagaimana kabarmu nak? " Nyonya Lee bertanya lembut. Wanita baya itu tersenyum tulus ke arah Hana, yang mau tidak mau gadis itu balas dengan hal serupa. "Baik, Bibi." Sebisa mungkin Hana hanya akan menjawab sesuai dengan apa yang ditanyakan, ia tidak ingin terlihat percakapan terlalu jauh. "Bibi? Bukankah selama ini, Noona selalu memanggil Ibu dengan sebutan Eomma nim?" Perkataan Sean membuat Hana terdiam. Gadis itu kembali mengulas senyum tipis kemudian meminta maaf. "Tidak apa, pelan-pelan saja. " Acara kemudian dilanjutkan dengan makan malam bersama, namun saat berada di tengah-tengah suasana makan malam, Lee Yeol memilih beranjak setelah sebelumnya memberikan kode ke arah Hana yang duduk di depannya. "Maaf, saya permisi sebentar," Hana beranjak ke arah Lee Yeol pergi sebelumnya. Pria itu ternyata berada di taman belakang, ia tengah memperhatikan langit dengan dua tangannya yang ia letakkan di saku celana. Dengan langkah tertatih Hana berjalan mendekati Lee Yeol Si pria yang sadar dengan kehadiran Hana kemudian berbalik, terlihat jelas senyum miring yang tercetak di wajah tampannya. "Apa yang kau mau?" tanya Hana tanpa basa-basi. "Kau pasti sudah tahu apa yang ku mau." Hana menghela napas kasar sambil merotasi kan bola matanya malas. Apa pria di depannya ini tidak memiliki hal lain untuk dikatakan? "Sebenarnya apa alasan mu sampai kau begitu ingin perjodohan ini batal? Apa kau begitu membenci Hana sampai kau melakukan ini semua?" Pertanyaan Hana membuat air muka Lee Yeol berubah. Pria itu terdiam selama beberapa saat sebelum kemudian memalingkan wajah ke arah lain. Ia berjalan mendekati Hana yang saat ini bersandar pada tembok. Ia berusaha keras untuk menopang tubuhnya sendiri yang masih belum bisa berdiri dengan seimbang. "Ya, aku benar-benar membenci mu. Jadi ku minta padamu untuk membatalkan perjodohan ini sekarang juga," Lee Yeol mengucapkan semuanya dengan nada lirih dan menekan. "Jika kau begitu ingin membatalkan perjodohan, mengapa kau tidak melakukannya saja? Kenapa harus memaksa ku dengan cara kampungan seperti sekarang." Ucapan Hana jelas memancing emosi Lee Yeol kemudian. Telapak tangan pria itu bahkan telah terkepal di samping tubuh karena menahan amarah. *** Kedai milik Nyonya Kang terlihat sepi. Hanya ada wanita baya itu juga seorang pria yang beberapa hari ini selalu membantunya saat ada waktu luang. Pintu kayu itu terbuka saat Nyonya Kang tengah mengelap beberapa meja bekas pembeli, wanita baya itu menoleh dan mendapati seorang wanita dewasa dengan tampilan modis juga kacamata hitam yang menggantung di hidungnya. Wanita itu sempat mengamati isi kedai mie yang didominasi kayu dan kaca. Terkesan sederhana dengan beberapa tempelan menu dan juga harga pada dindingnya. "Maaf Nyonya, tapi kami sudah akan tutup," Jongin. Pria muda yang sejak beberapa hari lalu membantu Nyonya Kang mendekat. Wanita berkacamata itu masih diam, ia kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Nyonya Kang yang hanya bisa terdiam dengan ekspresi aneh. "Bisa buatkan aku satu porsi, mie kalguksu?" tanya wanita tersebut masih belum mengalihkan arah pandangannya dari Nyonya Kang. Tidak berapa lama kemudian satu porsi mie kalguksu kerang sudah siap disajikan. Pada awalnya Jongin hendak mengantarkan mie tersebut pada sang pemesan, namun ia urung melakukannya saat Nyonya Kang lebih dulu menahannya. "Biar aku saja," katanya. Nyonya Kang berjalan pelan dengan nampan berisikan semangkok kalguksu juga beberapa menu pendamping lainnya. Setelah selesai meletakkan semua pesanan, Nyonya Kang hendak kembali ke dapur sebelum suara dari wanita berkacamata menghentikan langkahnya. "Nyonya Kang Hyewon." Nyonya Kang menoleh dan melihat raut wajah wanita berkacamata yang juga sedang melihat ke arahnya. Ada gurat serius pada wajah wanita itu yang entah mengapa membuat Nyonya Kang merasakan sesuatu. "Bisa kita bicara sebentar?" "Sepertinya anda hidup dengan baik." percakapan yang dimulai lebih dulu oleh si wanita berkacamata. Nyonya Kang yang duduk di hadapannya sejak tadi hanya menunduk, ia tidak berani meski hanya sekadar untuk mengangkat kepalanya dan menatap wanita di hadapannya. "Bagaimana kabar nya?" Pertanyaan dengan intonasi dan suara lirih itu membuat Nyonya Kang mendongak tanpa sadar. Tentu ia paham siapa yang dimaksud oleh wanita ini. Mulut Nyonya Kang seakan terkunci rapat, ia tidak dapat menjawab meski pertanyaan yang diajukan terdengar begitu mudah. "Kau tentu tahu siapa yang aku maksud." Suasana saat itu terasa begitu mencekik bagi Nyonya Kang, dua tangannya yang berada di bawah meja saling tertaut satu sama lain pertanda resah. Matanya menoleh ke sana-sini guna menghindari tatapan tajam dari wanita di depannya yang masih saja seolah mengintimidasi dirinya. "Me-mau apa anda kemari?" pertanyaan yang terasa begitu sulit untuk diucapkan. pelipis Nyonya Kang hanya diam memperhatikan. Ia melipat dua tangannya di depan d**a dengan memasang wajah datar namun masih dengan tatapan yang mengandung berbagai pesan tersirat. Sang lawan bicara yang menyadari keringat dingin mulai mengucur dari "Kau pikir apalagi, aku kemari untuk menemui anakku." Perkataan singkat yang membuat Nyonya Kang menoleh cepat. Mata memerah dengan napas memburu jadi hal pertama yang tertangkap dari Nyonya Kang saat ini. Namun wanita itu hanya diam bahkan saat wanita berkacamata menarik kursi ke belakang dan beranjak. Sebelum melangkah pergi, wanita itu sempat kembali menoleh. Ia menatap Nyonya Kang lambat sebelum kemudian berkata. "Ku harap kau bisa menjaganya dengan baik sebelum waktunya aku mengambilnya kembali."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD