Bertengkar di Minimarket

1003 Words
Wajah Mas Lutfi nampak masam setelah tahu kami tetanggaan dengan mantan suamiku, bagaimana lagi ini sudah takdir, hanya itu yang bisa kukatakan, lagi pula jika aku tahu mereka tinggal di tempat ini mungkin sejak awal aku tidak ingin memilih tinggal di sini, sekarang semua sudah terlanjur bagaimana lagi. "Mas ngambek ya? mau pindah dari sini?" tanyaku dengan sungguh-sungguh, wajahnya terlihat sekali sedang masam, aku paham bagaimana perasaannya saat ini. "Ga usah, ngapain pindah. Justru kita harus buktikan sama mantanmu itu kalau kehidupan kamu sekarang lebih baik setelah menikah sama Mas," jawabnya sambil senyum-senyum. Ide bagus, untuk apa menghindar terlebih saat ini ada fitnah yang menyebar, bisa-bisa semua orang menyangka jika tuduhan itu benar, jika kami benar-benar pindah maka Kirana sudah pasti akan terus menjelek-jelekkanku pada para tetangga, tidak akan kubiarkan hal itu terjadi. Padahal kami tak pelihara tuyul, Mas Lutfi sering di rumah karena menyerahkan bisnisnya itu pada orang kepercayaannya, ia hanya memantau dari kejauhan, itulah yang kuketahui, sebagai istri aku tidak terlalu banyak ingin tahu tentang usahanya, aku hanya terima uang saja darinya. "Mbak Risti, saya denger selentingan katanya suami Mbak pelihara tuyul, gosip itu ga benar 'kan?" tanya Bu Yani, asisten rumah tanggaku, rupanya kabar itu sampai juga ke telinganya. Setelah beberapa hari sakit demam akhirnya ia bisa kembali bekerja, pekerjaannya pun hanya membersihkan rumah dan mencuci baju saja, soal masak aku yang turun tangan, karena tidak mungkin aku membersihkan rumah besar ini sendirian, sementara tugas memasak aku kerjakan sendiri karena ingin berbakti kepada suami. "Ga bener, Bu, jangan dipercaya. Ibu sendiri sudah tahu 'kan apa kerjaan Bapak," jawabku sambil scrol beranda efbe, santai saja jika kita tidak merasa jika tuduhan itu benar, bair orang lain yang menilai sendiri. "Iya sih sebenarnya Ibu percaya, tapi yang nyebarin gosip itu siapa ya? sotoy banget," timpal Bu Yani sambil mengelap guci. "Saya sih curiga sama satu orang, tapi belum punya bukti." Pandanganku masih fokus ke layar hape, Bu Yani menghentikan pekerjaannya, terlihat dari ekor mata, dia menatapku dengan aneh entah apa yang sedang dia pikirkan. "Siapa, Mbak? saya ga pernah loh nyebarin gosip itu." Bu Yani kepo, sekaligus ketakutan dituduh tukang fitnah, padahal aku sama sekali tidak menuduhnya. Aku meletakkan ponsel lalu menatap perempuan yang baru beberapa bulan kerja denganku itu, memperlihatkan raut wajah santai. "Bukan Ibu, tapi salah satu tetangga kita. Sudah ya saya mau belanja, dan Ibu lanjutkan kerja," ucapku lalu berdiri dan pergi. Sebenarnya malas keluar rumah sebelum Mas Lutfi berhasil membuktikan pada orang-orang kalau kami tak pelihara tuyul, tapi bagaimana lagi semua kebutuhan sudah habis. Aku menstarter motor hendak pergi ke minimarket terdekat, untuk bepergian aku memang suka mengenakan motor karena lebih leluasa dan bisa nyalip saat terjebak kemacetan, sejatinya aku tidak terlalu suka hidup mewah-mewah an apalagi berfoya-foya, hidup sederhana dan secukupnya saja. "Gimana rasanya nyusuin tuyul tiap malam?" Ada seorang perempuan yang bertanya dari arah belakang, suaranya itu membuat telingaku panas. Saat aku berbalik badan ternyata dia Kirana, tepat seperti dugaanku, entah kenapa kami bisa berpapasan di tempat ini, perempuan ini sungguh sangat menyebalkan sekali, di mana pun selalu berbuat ulah, sekali-kali memang harus diberi pelajaran. "Gimana rasanya hidup sama suami hasil ngerebut dari perempuan lain?" Aku balik bertanya dengan suara sedikit kencang,. Pegawai minimarket yang sedang membereskan barang sampai melirik ke arah kami berdua, dan wajah Kirana tiba-tiba merah, entah merasa malu atau marah, apalagi orang-orang yang sedang berbelanja pun mulai tertarik dengan perdebatan kami, rasain kamu, Kirana. "Kamu bahagia? atau selalu ketakutan punya suami mata keranjang, ga menutup kemungkinan dia akan cari yang baru lagi kalau udah bosen sama kamu." Aku menyeringai tepat di hadapan wajahnya, hal itu memang benar, sejak dulu Mas Hanif memang tidak puas pada perempuan, apalagi jika banyak uang sangat mudah baginya untuk memiliki pengganti yang baru, atau membeli perempuan diam-diam, Kirana saja yang bodoh mau dinikahi olehnya, padaku yang baik dan tidak banyak nuntut saja dia berani selingkuh. "Dasar pelihara tuyul! Aku yakin sebentar lagi kekayaan kamu akan punah karena didapat dengan cara haram!" Kirana menyumpahiku dengan suara kencang, orang-orang semakin memperhatikan kami. Aku mulai naik pitam, dapat disimpulkan jika dalang penyebar fitnah murahan itu memang Kirana, kelihatan dari gelagatnya sekarang, karena sejak dulu tidak pernah ada yang berani sekurang ajar itu padaku. "Dasar perebut suami orang! Hati-hati ya suamimu direbut lagi oleh perempuan lain, dia itu 'kan mata keranjang hahah." Aku tertawa lalu masuk ke dalam minimarket dan mulai mengambil barang yang dibutuhkan. Di luar dugaan, wanita itu menyusul ke dalam dan menjambak jilbabku dengan kasar, kulit kepalaku terasa sakit karena Kirana menjambak rambutku dengan keras. "Dasar kampungan! Pengen kaya tapi ga mau usaha, kalau ngomong jangan sembarangan ya, suamiku itu setia! Hanya aku yang akan jadi istrinya!" tegas Kirana, oh rupanya dia tidak terima aku menghina suaminya yang mata keranjang itu. Jilbabku hampir robek karena ulahnya, beruntung karyawan minimarket itu melerai kami, hingga aku dan Kirana berhasil dijauhkan, tetapi perempuan itu seperti orang gila karena terus terusan meronta ingin menyerangku lagi, jika tidak dihalangi mungkin kami berdua sudah bergulat di tempat ini. "Sudah, Mbak, jangan buat keributan di sini." Karyawan minimarket menegur Kirana dengan sopan, padahal seharusnya dia diseret ke jalanan, perempuan sepertinya tidak pantas dihormati. "Eh kalian lebih baik usir perempuan ini dari sini, dia itu belanja pakai uang haram! Suaminya pelihara tuyul!" Kirana berteriak sambil nunjuk-nunjuk wajahku, dasar wanita kurang ajar, entah apa salahku padanya hingga dia berani bersikap seperti itu. Rasanya geram bercampur marah, jika bukan tempat umum sudah kuto*jok mulut pedasnya itu hingga berdarah-darah. "Bu silakan pergi dari sini." Karyawan minimarket bersuara lagi, perkelahian kami sukses mengalihkan perhatian orang-orang yang berbelanja. "Awas kamu ya, aku akan cari bukti kalau suamimu itu pelihara tuyul." Usai mengancam Kirana pergi dan disoraki banyak orang. ternyata satu orang pun tak ada yang mempercayai ucapannya, orang-orang di sekitar malah menasihatiku untuk bersabar. "Mas, aku kesel sama Kirana, ternyata dia yang fitnah kita pelihara tuyul," ucapku saat sudah sampai di rumah. Belanjaan kutinggal di luar karena terlanjur kesal. "Ga salah lagi. Kamu yang sabar ya, Mas lagi persiapkan bukti yang akan membungkam mulut perempuan itu, lihat saja dua hari lagi."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD