2. Mengapa dia berubah?

1652 Words
Seorang pria tampan, berwajah maskulin, mata tajam, hidung mancung, dan berahang tegas sedang memandangi sebuah foto berukuran 4R di ruang kerjanya. Foto pernikahannya dengan istri ketiganya yang bernama Grasia Desliana. “Sayang, apa benar kamu sudah meninggal?” gumamnya. Tak terasa air mata membahasi pipinya. Mengapa ini semua bisa terjadi padahal pernikahannya saja baru seumur jagung yaitu baru menginjak tiga bulan. “Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa wanita itu tega membunuhmu? Tapi setelah semua bukti yang ada, dia tak mau mengakuinya dan memberitahu di mana tubuhmu ia sembunyikan.” Pria yang bernama Raffa Alfandra itu mencoba tegar menghadapi situasi seperti ini. Pria yang sudah berusia 35 tahun itu harus menerima kekecewaan karena pernikahan yang untuk kesekian kalinya gagal. Bahkan sekarang sang istri dibunuh dengan kejam oleh seorang wanita yang Raffa pun tak mengenalnya. Nama wanita itu Zeeya Auristela. Raffa menganggap wanita itu psikopat, walau dari hasil tes kejiwaan, wanita yang bernama Zeeya itu tak ada masalah. Namun, Raffa sudah mencari tahu tentang Zeeya pada ibu dan adik tiri wanita itu. Keduanya mengatakan jika Zeeya setelah kematian ayahnya memang menjadi sangat aneh ia bahkan sering diam-diam membunuh hewan ternak. Bukankah itu tandanya ia tak waras? Terdengar getaran ponselnya yang berada di atas meja. Ia segera mengangkatnya karena melihat nama salah satu polisi yang menangani kasusnya di layar ponsel itu. “Halo.” Wajahnya seketika mengeras mendengar apa yang dikatakan oleh polisi itu. Ia menutup panggilannya lalu melempar ponselnya ke sembarang arah. Berusaha menahan emosinya. “Kenapa bisa wanita itu bunuh diri?!” geramnya. Raffa mendapat kabar jika Zeeya melakukan percobaan bunuh diri, entah darimana gadis itu mendapatkan benda tajam untuk mengiris nadi di pergelangan tangannya. Sekarang kondisinya sekarat, kata dokter mungkin Zeeya tak bisa diselamatkan. Raffa bergegas ke rumah sakit yang sudah diberitahu oleh polisi untuk menemui Zeeya. Dia harus menemui wanita itu dan memintanya memberitahu di mana tubuh sang istri, sebelum wanita itu menemui ajalnya. Sesampainya di sana ternyata Raffa terlambat. *** Raffa PoV “Apa!? Dia sudah meninggal!?” Aku begitu kaget mendengar perkataan polisi. “Iya, Pak. Saudari Zeeya sudah meninggal 25 menit yang lalu.” “Apa dia tidak memberitahu apapun?” tanyaku memburu. “Maaf, Pak. Dia tidak memberitahukan apa-apa. Kami juga mohon maaf karena telat membawanya ke rumah sakit.” Mereka sepertinya tak menyadari kalau Zeeya telah bunuh diri kala itu. Rasanya ingin sekali aku berteriak, mengeluarkan kekesalanku saat ini dan meminta dokter untuk bisa menyelamatkan Zeeya. Namun, aku sadar tidak ada yang bisa menentang kehendak sang Pencipta. Zeeya telah meninggal, tapi tubuh Grasia, istriku entah di mana tak ada yang mengetahui. Bagaimana lagi caraku untuk menemukan tubuh Grasia? Orang tua Grasia menyerahkan semua urusan ini kepadaku. Hanya sekali orang tua Grasia menemui Zeeya lalu memakinya kemudian mereka seperti lepas tangan masalah ini. Mereka juga marah kepadaku karena tidak bisa menjaga Grasia dengan baik. Sementara Zeeya, hampir setiap hari aku menemuinya semenjak ia di penjara sepuluh hari yang lalu. Namun, wanita itu hanya menjawab singkat bahwa ia tak membunuh dan mengatakan terserah jika aku mau percaya atau tidak yang jelas gadis itu tak mungkin tahu di mana tubuh Grasia tentu karena ia merasa tidak membunuhnya. Bagaimana aku akan percaya jika Zeeya terlihat aneh di mataku? Apalagi saat aku tiba di rumah sore itu tampak Zeeya tertidur sambil memegang pisau yang berlumuran darah kering dan darah itu adalah darah Grasia. Tidak beberapa lama sesuatu mengejutkan terjadi, tangan Zeeya bergerak membuka tutup kain di wajahnya. Aku benar-benar terkejut. Apa dia pura-pura mati? Dan menjadi semakin aneh karena Zeeya tampak sangat berbeda. Gadis itu terlihat tidak tahu apapun. Aku kembali dibuat terkejut ketika Zeeya memanggilnya ‘Mas’ apa kami sedekat itu hingga Zeeya memanggilku dengan sapaan Mas bukan Anda seperti biasa. Benar-benar aneh pikirku. Gadis itu pun meminta penjelasan dan aku menunjukkan CCTV rumahku kepadanya. Setelah menontonnya, ia kembali mengelak bahwa di video itu adalah dirinya. Tidak pernah aku melihat dia begitu gencar memberitahuku kalau ia bukan pembunuh. Biasanya wanita itu akan bilang terserah jika aku mau percaya atau tidak. Lihatlah sekarang ia kembali menutup wajahnya dengan kain dan berbicara tak jelas karena merasa tidak ada seorang pun yang mempercayainya, menurutku itu sangat kekanak-kanakan. Polisi kembali akan membawanya pergi dan ia sepertinya tak pantang menyerah terus ingin meyakinkanku. Meski begitu aku tetap mempertahankan ekspresi sinis kepadanya. Besok aku akan mengunjunginya lagi, apa benar ia lupa ingatan. Nyatanya ia begitu yakin mengatakan bahwa dirinya bukan pembunuh. Ini membuatku bingung. *** Author PoV Hari berikutnya Raffa menyempatkan diri menemui Zeeya. Seperti biasa ia memasang tampang sinisnya. Zeeya dibawa dua orang polwan menemui Raffa dan gadis itu duduk di hadapan Raffa. Pria itu masih memperhatikan gerak-gerik Zeeya yang benar-benar berbeda jauh dari Zeeya yang selama 10 hari ia temui. “Mas, tolong percaya, aku tidak pernah membunuh orang. Tolong keluarkan aku dari sini. Bagaimana kalau aku bantu cari tahu? Oh, terus kemarin aku pikir-pikir, kenapa rumah mas yang besar itu tidak ada sama sekali ART yang melihat kejadian sebenarnya?” Zeeya memulai pembicaraan. Dia heran di mana ART rumah itu saat kejadian. “Hari itu mama saya meminta ART di rumah saya untuk membantu acara arisan. Jadi, tidak ada orang di rumah kecuali istri saya,” jelasnya tenang, meski masih bersikap ketus. “Terus kalau satpam? Pasti rumah sebesar itu ada satpam kan, Mas?” “Ada, tapi hanya satu karena satu lagi membantu di rumah mama saya dan dia tidak masuk ke dalam rumah. Saya yang pertama kali menemukan kamu tertidur di sofa dengan memegang pisau penuh darah istri saya!” Raffa juga geram dengan kelalaian satpamnya. “Terus habis kejadian orang yang mirip denganku menusuk istri mas, kelanjutannya apa?” tanya Zeeya. “Video rekaman di ruang tengah setelahnya rusak.” “Di rumah mas ada berapa CCTV?” Kemudian Zeeya mulai bertanya seperti petugas penyelidik. “Ada dua, di teras dan di ruang tengah." Raffa masih terus meladeni pertanyaan Zeeya. Perempuan 28 tahun itu memasang tampang berpikir keras. Kemungkinan adalah ada yang masuk ke rumah itu melalui pintu lain. Entah mengapa tak dilihat satpam. Lalu, orang itu menyamar menjadi dirinya. Mungkin dirinya sendiri dibuat pingsan. Nah, orang itu kemudian membunuh Nyonya Grasia dan membawanya pergi. Itulah tebakan dari Zeeya, tapi yang ia heran ke mana mayat itu dibawa, kenapa bisa sampai tidak ada yang melihat? “Hei! Apa yang kamu pikirkan?! Sudah ingat kalau kamu membunuh istri saya?!” “Aku tetap yakin kalau aku bukan pembunuh! Lagi pula kalau aku bunuh orang ya aku bakal kabur. Ini kata masnya aku justru tidur. Pasti aku dijebak ini.” Zeeya tetap mengelak. “Jangan-jangan satpam di rumah Mas itu bersekongkol dengan pembunuhnya, tidak mungkin mayatnya dibawa pergi, satpam masnya tidak tahu,” lanjut Zeeya melontarkan kecurigaannya. Tentu Raffa juga menaruh curiga dengan satpam di rumahnya. Namun, satpam itu sudah puluhan tahun kerja di rumah mamanya. Tidak mungkin berkhianat dan membunuh Grasia, untuk apa? Polisi juga sudah menyelidiki satpam di rumahnya, tapi tak ada hal yang mencurigakan sehingga Satpam itu tidak ditahan. Memang yang membuat heran di mana tubuh Grasia sekarang. “Apa kamu bekerja sama dengan seseorang?” Raffa masih terus mencurigai Zeeya. “Bukan aku yang bunuh. Mas harus percaya. Aku bakal bantu cari tahu kalau dibebaskan.” Zeeya terus memohon. Setelah berdebat dengan Zeeya, Raffa menyimpulkan wanita itu hilang ingatan. Percuma saja berbicara dengan perempuan yang tidak tahu apa-apa. Apalagi perempuan itu benar-benar berubah. Apa dia punya kepribadian ganda? Tapi, kenapa hasil tes kejiwaannya tidak menyatakan demikian? “Menurut ibu dan adikmu, kamu itu memang tidak waras. Bahkan sering membunuh hewan ternak secara sadis.” Raffa mulai membicarakan hasil wawancaranya dengan ibu dan adik tiri Zeeya. “Apa!? Aku bunuh semut aja merasa bersalah apalagi bunuh hewan ternak. Mending kalau mau makan ayam beli yang sudah dipotong-potong, aku nggak berani menyembelih sendiri. Lagi pula Mas jangan percaya omongan ibu tiri dan adik tiriku mereka tuh jahat, kasar sama aku. Mereka yang merampas harta papa dan si Fira udah merebut su—” Zeeya segera merapatkan bibirnya hampir saja ia mau mengatakan adik tirinya yaitu Fira merebut suaminya. Yang ia tahu dari Bu Polwan statusnya di dunia ini masih single alias belum menikah. Kalau dia bilang suami bisa panjang urusannya. “Ternyata kamu masih ingat ibu tiri dan adik tirimu. Kenapa tidak dilanjutkan, su apa yang kamu maksud?” “Ya masih ingat, aku yang tidak ingat hanya sebagian. Oh, itu maksudku surat-surat berharga milik papa juga diambil.” Raffa menatap Zeeya penuh selidik. Namun, Zeeya berhasil menyembunyikan kegugupannya. Zeeya sebenarnya ingin berlama-lama menatap Raffa untuk mencoba penglihatan istimewa yang hanya sesekali muncul, tapi ia urung yang ada nanti justru terpesona dengan ketampanan Raffa. “Sepertinya tidak ada gunanya berbicara denganmu sebelum ingatanmu kembali!” Raffa mulai berdiri dari tempat duduknya untuk segera pergi. “Mas, tolong bebaskan aku. Please ....” Zeeya memasang tampang memelasnya agar Raffa luluh. “Tidak akan sebelum saya menemukan tubuh istri saya dan terbukti kamu tidak bersalah!” balas Raffa ketus sambil melangkahkan kakinya keluar. Zeeya menghela nafas berat. Siapa lagi orang yang akan membantunya. Perempuan itu hanya bisa pasrah dibawa kembali masuk ke dalam sel. Beberapa minggu kemudian. “Ada yang ingin bertemu Anda saudari Zeeya Auristela,” ujar Bu Polwan. “Siapa? Raffa lagi,” balas Zeeya dengan tampang malas. Raffa memang sering ke sana hanya untuk menanyakan apa ia sudah ingat menyembunyikan tubuh istri pria itu di mana. Raffa tak tahu saja, sampai beribu-ribu tahun pun dirinya tak akan ingat. “Bukan, mereka Pak Revaldo dan Bu Serly,” jawab Bu Polwan. Revaldo ... Serly ... kenapa aku tidak tahu ya siapa mereka? Apa keduanya punya hubungan dengan Zeeya di dunia ini? Lalu, Zeeya dibawa oleh Bu Polwan masuk menuju ruang kunjungan. Dilihatnya sepasang pria dan wanita sedang duduk menunggunya. Zeeya tidak kenal siapa Revaldo, tapi saat ia melihat wanita di samping pria itu yang bernama Serly, ingatan kehidupan masa lalunya kembali muncul. Meski dulu tak tahu siapa namanya, ia mengingat wajah wanita itu. Seketika bulir air mata terjatuh membasahi pipinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD