Part 02 Tempat Kerja Baru

1047 Words
Tania diantar oleh HRD menuju sebuah ruangan di lantai dua puluh. Ruangannya cukup bersih dan luas. Ada meja kerja yang sangat kokoh dan kursi yang nyaman. Di depannya ada sebuah set sofa dan meja berukuran sedang untuknya menerima tamu. dan jangan lupakan sebuah vas dengan bunga cantik di dalamnya. Sangat membuatnya betah. Belum ditambah dengan kaca besar di belakang dan sampingnya. Sungguh memanjakan mata. Cukup untuk mengurangi tingkat stres di kala deadline atau pun ada sedikit kesalahan konstruksi. “Bagaimana, Nona Antania? Apa Anda menyukai ruangan Anda?” tanya kepala  HRD. “Panggil saya, Tania saja. Saya menyukai ruangan ini. Cukup bersih, nyaman dan detail. Hampir mirip dengan dengan ruangan ku di Inggris,” jawab Tania ramah. “Sedikit informasi juga, HRD sana memberikan sedikit informasi tentang dirimu yang akan semangat bekerja jika memiliki ruangan yang sangat nyaman, bersih dan detail di setiap sudutnya,” bisik HRD itu yang membuat hati Tania sedikit hangat.   Pasalnya ternyata HRD di perusahaannya yang lama sangat memperhatikan kebutuhannya tanpa ia minta. “Mr. George memang orang yang terbaik. Dia selalu memikirkan karyawannya hingga sedetail itu. Tapi Anda juga terbaik. Anda mau mendengarkan saran dari orang lain. Terima kasih, Pak Doni.” “Syukurlah kalau kau menyukai ruangan ini. Kalau begitu, aku pergi dulu. Sesuai instruksi surat pindah, Anda bisa mulai bekerja besok. Anda bisa pulang kapanpun Anda mau setelah ini. Tapi jika Anda ingin bekerja mulai sekarang juga tidak masalah. Anda bisa mempersiapkan beberapa kebutuhan Anda. Jadi besok Anda bisa bekerja secara penuh.” “Lebih baik aku mulai sekarang, Pak.” “Kalau begitu, Anda bisa mencari tim Anda di lantai bawah. Ruangannya tepat di bawah ruangan Nona. Jika Anda kesulitan menemukan ruangan itu, saya bisa mengantarkan Nona ke tempat tim Anda.” “Tidak perlu, Pak Dodi. Saya akan kesana sendiri karena instruksi dari Bapak cukup jelas.” “Baiklah kalau begitu. Saya permisi dulu. Mari, Nona Tania.” “Silahkan, Pak Dodi. Terima kasih sudah mengantar.” “Sudah tugas saya, Nona Tania.”   Setelah Pak Dodi undur diri, Tania kembali melihat-lihat ruangannya. Ia mencoba kursinya dan sangat nyaman ternyata. Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Ternyata pesan dari sang ayah. ‘Assalammu ‘alaikum. Bagaimana, Nak? Apa wawancara mu berjalan lancar?’ Ayah. ‘Waalaikum salam, Yah. Baik dan sangat lancar. Aku akan mulai kerja hari ini juga. Tidak full seperti hari-hari biasa, hanya akan sedikit melihat-lihat dan mempelajari proyek saja, Yah.’ Tania. ‘Baguslah. Kalau begitu, ayah akan kembali ke kebun. Ada beberapa tanaman yang butuh dipupuk.’ Ayah. ‘Baik, Yah. Dah.’ Tania. Tania meletakkan kembali ponselnya. Lalu berjalan menuju ruangan toilet yang ada di ruangannya. Memoles sedikit bedak dan lipstik tipis yang akan menampilkan wajah yang segar dan bersinar. Kemudian merapikan pakaiannya. Setelah dirasa semuanya beres, Tania meninggalkan tasnya untuk pergi ke ruangan timnya. Dirinya masih mengingat petunjuk Pak Doni dengan sangat jelas. Akhirnya ia pun menemukan ruangan yang muat untuk lima karyawan dengan satu buah meja besar untuk mereka rapat. Di dalam sana ada lima orang yang tengah mengerjakan proyek baru untuk konstruksi di luar kota.   “Ekhem. Selamat pagi. Saya Tania kepala tim yang akan mengecek pekerjaan kalian di sini dan juga mengawasi pekerjaan di lapangan,” sapa Tania pada kelima anggota timnya. Semua mata tertuju padanya. Sosok cantik dan anggun juga pintar. Mereka sudah mendengar jika mereka akan mendapatkan ganti kepala tim yang baru menggantikan Pak Siregar yang sudah tua. Tapi mereka benar-benar tidak menyangka jika yang menggantikan beliau adalah wanita yang sangat cantik. Semua orang berebutan untuk menjabat tangan Tania. “Saya Devin, Bu Tania. Saya yang membuat Rencana Kerja dan Syarat-syarat pelaksanaan bangunan (RKS) sebagai pedoman pelaksanaan,” ucap laki-laki berperawakan putih tinggi dengan kumis tipis di atas bibirnya seraya menyodorkan tangannya. “Saya Tania. Panggil saja Tania. Tidak perlu memanggil ‘Ibu’. Saya rasa usia kita hampir sama,” jawab Tania ramah menerima uluran tangan Devin. “Baik, Tania,” jawab Devin yang tergabung dalam tim perencana. “Saya, Daniel. Saya yang membuat Rencana Anggaran Biaya (RAB),” sapa laki-laki sipit yang berwajah oriental.   “Tania,” jawab Tania lalu menjabat tangan Daniel.   “Saya Sigit. Saya yang memproyeksikan ide-ide atau gagasan ke dalam desain bangunan," ucap pria dengan kulit sawo matang. "Tania," jawabnya sembari membalas jabat tangan orang itu. Tania beralih ke kedua orang terakhir. Satunya berkulit kuning langsat dan hitam manis. "Saya Yuda dan dia Ahmad. Maaf, saya mewakili dia untuk menjabat tangan Anda. Dia sangat menjaga wudhunya," jelas seorang laki-laki berwajah sangat imut yang wajahnya mirip dengan Nicky Tirta. "Tidak masalah. Saya, Tania," balasnya kemudian menjabat tangan Yudha dan menoleh ke arah Ahmad. "Kami berdua bagian yang mengurus perizinan mendirikan bangunan," terang Yudha. "Baiklah. Saya rasa cukup perkenalan kita. Dan saya ingin semua salinan berkas proyek sudah ada di meja saya sebelum jam makan siang. Terima kasih," titah Tania kemudian berjalan keluar dari ruangan yang dipenuhi perjaka-perjaka menggoda. Tania kembali menuju ruangannya dan memeriksa beberapa berkas yang tadi sudah diberikan Pak Dodi. Hanya beberapa catatan kecil berkaitan dengan proyek yang ditinggalkan Pak Siregar dan beberapa proyek yang akan ia tangani sebelumnya. Proyek yang besar yang sedang ditangani adalah gedung baru yang akan menjadi cabang di luar kota. Semua sudah selesai diurus tinggal diawasi saja pekerjaan itu hingga tuntas dan sedikit membutuhkan koreksi darinya yang seorang lulusan dari Oxford University. Pembangunan baru mencapai 30 persen dalam kurun waktu tiga bulan. Sepintas design gedung itu tidak begitu rumit tapi tetap harus ekstra hati-hati di tiap-tiap bagian gedung. Tidak boleh terlewat sedikitpun atau resikonya bisa jadi besar. Tiba-tiba Tania teringat pria yang satu lift dengannya tadi. Dirinya bertanya-tanya dalam hati, apakah orang itu klien, karyawan atau justru anak pemilik Prayoga Corporation. Jika orang itu klien, mengapa tidak ada staf yang mengantarkan? Jika karyawan, pakaiannya terlalu mahal meski jabatannya adalah kepala manajer. Apakah orang itu adalah? Selama dua tahun ia bekerja di cabang Inggris, dirinya hanya bertemu dengan Bapak Prayoga selaku Direktur Utama beberapa kali saja, itupun hanya dengan sang istri. Dirinya pernah mendengar jika sang Dirut memiliki putra, tapi belum siap menjadi bagian dari perusahaan. Putranya terlalu sibuk dengan kesenangan dunia tanpa mau memikirkan masalah pekerjaan dan perusahaan.   Tania menggeleng-gelengkan kepalanya membuang pikiran tentang laki-laki yang ia cap sebagai playboy hanya dalam hitungan menit. “Berhentilah memikirkan hal yang tidak penting. Atau kau akan menyesal, Tania,” katanya pada dirinya sendiri.          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD