Part 03 Kepala Pengawas

1028 Words
Beberapa hari telah berlalu dengan Tania sebagai kepala pengawas. Banyaknya pekerjaan, membuatnya sering melewatkan jam makan siang sehingga tidak mendengar gosip yang sedang beredar. Sampai-sampai ia tidak mengetahui jika CEO mereka baru diganti dan kabar bagusnya penggantinya adalah putra tunggal Direktur Utama, Bapak Prayoga yakni Aditya. Siapa yang tidak kenal dengan Aditya Braga Prayoga? Pria modern dengan kekayaan dan ketampanan yang menjadikannya incaran kaum hawa. Semua aset telah dimilikinya bahkan sejak sebelum ia lahir. Mobil mewah, apartemen mahal dan juga rekening bank yang tersebar di beberapa negara. Jarang ada karyawan yang melihat sosok Adit secara langsung karena orang itu jarang ke perusahaan ayahnya. Yang konon kabarnya karena sibuk dengan kekasih-kekasihnya. Sekarang tersiar kabar jika tuan muda itu diancam oleh sang ayah jika dirinya tidak mau bekerja dan malah sibuk dengan wanita-wanita di luaran sana, maka semua fasilitas yang kini tengah ia rasakan akan dicabut dan diminta kembali oleh kedua orang tuanya. Mau tidak mau, akhirnya ia menurut dan bersedia ditempatkan di salah satu cabang yang belum sebesar kantor pusat sebagai CEO yang akan menjembatani kerja sama antara klien dengan perusahaannya. Kabarnya lagi, CEO baru itu sudah mulai bekerja. Tania hampir saja ketinggalan berita jika saja dirinya tidak lewat pantry yang isinya sebagian besar adalah wanita muda dan lajang yang selalu menghalu tetang Pak Adit. Tidak jarang pula, banyak di antara para karyawatinya yang sengaja tebar pesona di hadapan Pak Adit. Tapi sayang, ternyata Pak Adit sudah memiliki kekasih. Ratusan karyawatinya patah hati meski ada pula yang tetap mengharapkan menjadi kekasih gelapnya. Tania geleng-geleng kepala mendengar obrolan yang tidak ada gunanya itu. Mana ada orang pintar yang mau dijadikan selingkuhan? Menghela napas, Tania pun kembali ke ruangannya. Saat di lift, Tania kembali bertemu dengan pria yang tempo hari pernah satu lift dengannya dan memberikan kesan buruk di matanya. Saat akan memasuki lift, Tania sebenarnya enggan, hanya saja ia sudah sangat ditunggu oleh timnya karena sesaat lagi mereka ada meeting dengan CEO mereka. “Kau mau masuk tidak? Jangan diam saja di situ?” tegur orang itu. Mau tidak mau, Tania akhirnya memasuki lift yang isinya hanya ada mereka berdua. Untuk beberapa saat mereka terdiam. Tidak ada niatan untuk membuka obrolan. Sepertinya laki-laki itu tidak segarang saat awal mereka bertemu. Tania sudah menyiapkan kata-kata mutiara seandainya ia memancing emosinya lagi. Tapi meski begitu, Tania sangat malas untuk meladeni sikap arogan orang itu. Tidak berapa lama, laki-laki yang sebenarnya terlihat sangat gagah itu, keluar dari lift, satu lantai di bawah ruangan Tania. Melihat jam di tangannya, masih tersisa sepuluh menit sebelum meeting dengan tim perencanaan. Ia akan segera mengambil berkas-berkas yang akan menjadi koreksinya untuk diteruskan ke tim perencana. Tidak sampai lima menit, Tania sudah bergegas dan kini ia sudah sampai di pintu masuk ruangan yang beberapa hari yang lalu ia masuki untuk berkenalan dengan para penghuninya. Namun kali ini ada sedikit yang berbeda. Pasalnya ada laki-laki yang beberapa saat lalu satu lift dengannya. Memang siapa dia? “Oh, Tania. Kau sudah sampai?” sapa Devin yang hari itu memakai kemeja biru muda yang sangat pas untuk warna kulitnya. Semua mata beralih ke sosoknya yang masih berada di ambang pintu. Termasuk laki-laki itu. “Mari masuk. Oh ya, kenalkan. Ini Pak Adit beliau CEO baru di kantor cabang ini. Beliau menggantikan CEO kita yang lama,” jelas Devin menambahi. “Pak Adit ini, satu-satunya putra dari Bapak Prayoga dan baru kembali dari luar negeri,” tambah Yudha memperkenalkan CEO yang juga adalah teman SMA nya dahulu. “Tania, saya yang mengepalai tim perencana dan juga yang mengawasi pembangunan gedung baru.” Hanya untuk formalitas, Tania pura-pura baru kenal dengan Pak Adit dan berniat memperkenalkan dirinya dengan mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Adit. “Aditya Braga, putra satu-satunya Bapak Prayoga. Direktur Utama Prayoga Corporation,” balas Adit sengaja memancing reaksi Tania. Yang sayangnya, tidak berpengaruh pada Tania. Dua tahun bekerja di Inggris, membuat karakternya tidak membedakan perlakuan antara sesama karyawan atau pun atasan. Ia tidak pernah mau menjilat atasan hanya karena orang itu adalah putra dari pemilik perusahaan. Jika ingin disegani oleh Tania, maka orang itu haruslah pantas untuk disegani di mata Tania. “Baiklah, kita mulai rapatnya. Pak Adit, silahkan duduk,” ujar Tania meminta Adit untuk duduk di kursi yang telah disediakan tanpa repot-repot bersikap ramah tamah. Adit tersenyum kecut melihat pesona dan jabatannya tidak berguna di hadapan wanita ini. Malah terlihat jelas di mata para bawahannya, jika Tania mengabaikan dirinya. Membuat kelima orang lainnya kebingungan karena ada yang berani mengabaikan sang CEO. “Devin, ini bagikan kepada yang lainnya. Ini koreksi yang sudah aku benarkan. Ada sedikit pembetulan di analisa biaya dan analisa pekerja. Setelah aku hitung lagi, baik biaya ataupun pekerja, masih bisa ditekan paling tidak hingga 5 persen tanpa mengurangi kualitas bahan bangunan,” jelas Tania yang sangat profesional saat memimpin meeting. Karena ini bukan meeting yang formal, jadi Tania tidak memberikan pidato secara resmi mengingat ini hanya rapat kecil intern saja. Rapat berjalan dengan lancar sehingga tidak memerlukan perdebatan yang sia-sia. Mereka saling mengungkapkan pendapat dengan cara yang sopan meskipun Tania lebih muda dari mereka. Tidak ada yang keberatan dengan koreksi Tania mengingat cara penyampaiannya yang masuk akal dan akurat. Setidaknya perusahaan bisa menghemat sekitar 5 persen dan bisa digunakan untuk kebutuhan yang lain. Rapat berjalan sekitar tiga jam. Tanpa terasa hari sudah petang dan salah satu dari lima bagian perencana mengusulkan untuk makan bersama sebelum pulang ke rumah masing-masing. “Bagaimana Tania, apa kau mau ikut bersama kami? Kami akan makan bersama di salah satu cafe di dekat sini,” tanya Devin, pria yang kelihatannya paling mapan di antara kelima tim perencana. “Tenang saja, kami bukan orang jahat. Lagipula ada CEO kita yang juga ikut. Jadi kalau kami macam-macam, bos pasti akan langsung memecat kita,” gurau Yuda yang memang akrab dengan Adit. Sebenarnya Tania enggan ikut. Tapi demi menghargai ajakan mereka, ia terpaksa setuju. Untung ia sudah mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan sebelum makan siang tadi. Hitung-hitung sebagai perayaan diterimanya ia sebagai tim pengawas. Jadi ia bisa mentraktir kelima bawahannya plus satu tambahan lagi. Jika orang itu benar-benar ikut, maka ia harus menggunakan kartu lainnya untuk membayar. Karena ia yakin, orang itu akan memesan makanan dengan harga mahal karena kejadian tempo hari.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD