Pulang

1061 Words
Aluna membuka matanya di pagi hari. Kamar terasa sepi. Ia duduk di ranjang, memiringkan kepala, berusaha menangkap suara yang mengisyaratkan keberadaan seseorang. Wajahnya terlihat tenang, namun pikirannya mulai bekerja. "Ibu sudah bangun?" ucap Santi, muncul dari sudut ruangan. "Ekh, iya," sambut Aluna sambil tersenyum. "Mau ke kamar mandi?" tanya Santi. "Boleh," ucap Aluna, berniat turun. Santi hendak menyiapkan kursi roda. "Aku udah bisa jalan," kata Aluna, berdiri sambil berpegangan pada Santi. "Loh, kapan? Kok cepat?" Santi terkejut. "Kemarin suami aku yang ajarin," jelas Aluna. "Ouh iya," ucap Santi, berjalan memapah Aluna masuk ke dalam toilet. "Santi," panggil Aluna saat ia mulai membuka bajunya untuk mandi. "Iya, Bu," sahut Santi, yang sibuk mengatur air hangat. "Apa betul laki-laki kemarin suami aku?" tanya Aluna, kini suaranya lebih serius. "Iya," jawab Santi, datar. "Aku nikah kapan?" "Sampai hari ini, dua tahun ada kayaknya," ucap Santi. "Masih baru, ya? Dia baik sama aku?" tanya Aluna sambil memainkan air. Santi sedikit bingung, ia fokus mengeramasi rambut Aluna. "Kok nggak jawab?" tanya Aluna pelan. "Aku takut salah bicara, Bu. Kata Tuan, aku jangan banyak bicara," ucap Santi, menunduk. "Aku kan cuma nanya. Aku ingin tahu siapa suamiku. Aku lupa. Terus, kok aku nggak punya keluarga, ya? Teman-teman mereka nggak datang ke sini," desak Aluna. "Kalau itu saya nggak tahu, Bu," ucap Santi sambil menyirami Aluna dengan air hangat. Aluna terdiam. Ia tak banyak bicara lagi hingga selesai mandi. Setelah sarapan, ia mengajak Santi berjalan-jalan. Aluna duduk di bangku taman, menikmati sentuhan hangat matahari pagi. Santi dengan telaten memotong kuku Aluna yang sudah panjang. "San, semalam aku dengar tangisan bayi lagi," ucap Aluna sambil menatap langit. "Ouh, ya? Ibu bangun jam berapa?" tanya Santi. "Aku nggak tahu," jawab Aluna. "Ekh, iya, maaf lupa," ucap Santi, baru tersadar Aluna tak bisa melihat jam. "Dulu aku gimana?" tanya Aluna lagi, kembali ke masa lalu yang hilang. "Ibu baik, cantik, modis," puji Santi. "Kamu kerja di rumah suami ku sudah berapa lama?" "Saat Ibu masuk rumah Tuan," jawab Santi. "Jadi, kamu tahu apa yang terjadi sama aku?" Aluna menuntut jawaban. Santi diam, tidak menjawab. Kepalanya tertunduk, takut melanggar perintah Baskara. "Santi, tolonglah. Aku ingin ingat siapa aku," pinta Aluna dengan nada memelas. "Mau tahu apa?" Suara Baskara tiba-tiba memotong, dingin dan mengagetkan. Santi langsung melepaskan tangan Aluna. Ia beranjak dan pergi meninggalkan mereka berdua dengan langkah tergesa-gesa. Baskara duduk di samping Aluna. Ia menggenggam tangan Aluna dengan lembut, kontras dengan nada suaranya tadi. "Mau tahu apa?" tanya Baskara dengan lebih lembut. "Aku mau tahu siapa aku, teman-teman aku, keluarga aku," ucap Aluna. Baskara menghela napas panjang, tatapannya menyiratkan kesedihan dan rahasia. "Kamu hanya punya aku," ucapnya sambil mencium tangan Aluna. "Masa aku nggak punya teman?" tanya Aluna, ragu. "Ada, cuma mereka sudah pergi jauh dan mungkin sudah lupa sama kamu," dusta Baskara. "Iya juga, ya," ucap Aluna, tampak menerima penjelasan itu. "Kalau keluarga aku?" "Udah panas. Kita ke kamar, ya. Aku bawa makanan kesukaan kamu," Baskara segera mengalihkan pembicaraan, berdiri. Aluna pun berdiri, mereka berjalan berdua, Baskara memapahnya menuju kamar Aluna di lantai atas. Aluna duduk di sofa. Baskara membuka makanan yang ia bawa, lalu menyuapi Aluna. "Aaaa," ucap Baskara. Aluna pun membuka mulutnya, lalu menyuap. "Apa ini? Enak sekali!" seru Aluna. "Ini sushi, Sayang. Kamu sangat suka," kata Baskara dengan lembut. "Ouh, ya? Hmm, pantas saja, karena enak," ucap Aluna. "Ini makan lagi. Kalau ini namanya dimsum," ujar Baskara sambil menyuapinya. "Hmmm, enak banget, ya," ucap Aluna sambil tersenyum manis. Baskara menatap Aluna yang tersenyum. Ia baru merasakan ketenangan dan kebahagiaan itu dari wanita yang paling ia cintai, Aluna versi yang kehilangan ingatan. "Kamu tadi kerja?" tanya Aluna. "Iya, cek laporan saja. Bentar lagi ada meeting, aku harus pergi. Sudah, kamu bereskan makan," ucap Baskara, buru-buru. "Aku makan sama Santi saja kalau kamu sibuk," tawar Aluna. "Gak! Biar sama aku," ucap Baskara, nada suaranya penuh tekanan, tak ingin Aluna dekat dengan Santi lagi. "Ok," ucap Aluna, bingung dengan sikap posesif suaminya. "Mas," panggil Aluna sambil makan, mencoba mengabaikan kecanggungan. "Hmm, apa?" sahut Baskara. "Kok aku nggak pakai cincin? Kamu ada?" tanya Aluna. "Saat masuk rumah sakit, cincinnya dilepas. Nanti aku bawa, ya," janji Baskara. "Ok," ucap Aluna, tak banyak bicara lagi, ia menghabiskan makanannya. Baskara memberikannya obat, lalu membawa Aluna ke kasurnya. "Aku pergi dulu, ya. Jangan ke mana-mana," bisik Baskara pelan, lalu ia mengecup kening Aluna sedikit lama. "Iya," ucap Aluna sambil mencari posisi nyaman. Baskara pun pergi. Ia memberi perintah tegas pada Santi agar berhati-hati dan jangan sampai Aluna keluar kamar lagi. Santi pun mengerti. Ia masuk dan menutup rapat pintu kamar Aluna. "Aku kapan pulang, ya?" ucap Aluna yang tak bisa tidur. "Kurang tahu, ya, Tuan masih cari donor buat mata Anda," kata Santi. "Tapi kan aku nggak betah di sini. Aku mau tahu rumah ku," keluh Aluna. "Rumah Anda besar, Nyonya. Ada kolam renangnya, kamarnya ada banyak. Baju, parfum, tas, sepatu, semuanya barang mahal," deskripsi Santi. "Aku yang beli sendiri?" tanya Aluna. "Iya, Anda sering ke salon, memanjakan diri. Anda itu cantik sekali, Nyonya," ucap Santi sambil tersenyum. "Aku dulu kerja?" "Kalau itu nggak tahu. Anda masuk rumah Tuan, diam di rumah dan nggak ngapa-ngapain," jawab Santi. "Ouh, aku ibu rumah tangga, ya," ucap Aluna. "Iya," Santi membenarkan. "Aku punya anak?" tanya Aluna, suaranya kembali dipenuhi nada aneh. Santi diam. Tiba-tiba, dokter dan suster datang memeriksa keadaan Aluna, memotong pembicaraan sensitif itu. "Dok, kapan aku bisa pulang?" tanya Aluna saat diperiksa. "Semuanya bagus. Kaki sudah jalan, ya?" tanya dokter. "Iya, Dok," ucap Aluna. "Hari ini juga bisa pulang kalau nggak betah," canda dokter. "Siapa yang betah di rumah sakit, Dok?" balas Aluna sambil tersenyum. "Loh, kamu betah, lho, sampai satu tahun," kata dokter sambil terkekeh. "Akh, iya, ya," ucap Aluna sambil terkekeh geli. "Nanti sore bisa pulang. Soal ingatan kamu, jangan terlalu dipaksakan. Nanti kamu bisa pusing dan sakit kepala," pesan dokter. "Baik, Dok," ucap Aluna sambil tersenyum. Setelah dokter pergi, Santi segera menghubungi Baskara: Aluna bisa pulang. "Bereskan bajunya. Nanti saya jemput," balas Baskara. "Baik, Tuan," balas Santi. Santi pun membereskan barang Aluna siang itu. Aluna tertidur, mungkin karena efek obat. Sore harinya, Baskara datang. Aluna baru terbangun, matanya masih mengantuk. "Katanya mau pulang?" ucap Baskara sambil menggenggam tangan Aluna. "Masih ngantuk, tapi ayo. Aku cuci muka dulu," ucap Aluna sambil turun dari ranjang. Usai cuci muka, Aluna berjalan menggandeng tangan Baskara. Setelah sampai lantai bawah, mereka masuk mobil dan pergi menuju rumah kediaman Mahendra.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD