Aldi Angkasa Putra

1213 Words
 Terdengar suara seorang guru laki-laki berwibawa saat menerangkan materi pelajarannya di ruang kelas. Terlihat pelajar-pelajar itu memperhatikan dengan seksama apa yang guru mereka sampaikan. Tapi pemandangan itu tidak terjadi di bangku bagian belakang, terlihat ada yang sedang menggambar di buku tulisnya. Ada siswa yang duduk bersandar dengan cuek dengan tubuh menempel di tembok kelas, kedua mata yang mempunyai tatapan kosong. “Any question?” ujar laki-laki berpeci hitam itu di depan kelas dengan keras. Sejenak mata siswa-siswi itu melihatnya, lalu mengabaikannya lagi. Sang guru menyapu kelas dengan matanya, dia memperhatikan gerak-gerik siswi kelas 7D. Mungkin ada yang ingin bertanya setelah apa yang dijelaskan tadi. “Tidak ada yang bertanya ya? Berarti saya anggap semuanya sudah mengerti, atau kalian sebenarnya bingung?’’ Siswa dan siswi yang duduk di barisan paling depan tersenyum, nampaknya lebih banyak bingung daripada yang mengerti. Guru bahasa Inggris itu melirik jam dinding, lima menit lagi akan terdengar bel meraung yang menandakan berakhirnya pelajaran di SMP tersebut. “Okey, we have five minutes left, I want you send your voice note from w******p about introduction yourself,” ujar guru bahasa Inggris itu. Tidak ada tanggapan sama sekali dari semua siswa di kelas tersebut. Akhirnya ada seorang yang mengangkat tangannya ke atas, seorang siswi yang duduk di sebelah kiri dari sang guru berdiri. “Yes, Alif. Any question?” “Would you mind  if give us the instruction with Bahasa , please?” ujar siswi berjilbab itu. “Okey, I’ll tell you in Bahasa. Sepertinya lebih banyak yang nggak mengerti tugasnya dari pada yang mengerti jika diucapkan dalam bahasa Inggris. Tugasnya adalah saya ingin kalian mengirimkan pesan suara lewat w******p tentang perkenalan diri sendiri.” “Oh .... ” Terdengar suara itu hampir bersamaan, dilengkapi dengan senyum dari mulut-mulut yang tadi banyak membentuk huruf 'o'. “Kalau itu saya mengerti, Mister.” Ada lagi siswa yang mengangkat tangan, dia duduk di paling belakang. Wajahnya penuh dengan jerawat, hingga mukanya yang putih terlihat merah dengan jerawat yang meradang. “Yes, Tegar?” “Apa saja yang disertakan dalam perkenalan itu Mister selain nama dan tempat tinggal?” “Apa saja yang kalian anggap penting disertakan di sana ya, dan .... ” Belum selesai guru itu menyampaikan tugasnya, terdengar  bel sudah berbunyi tiga kali, menandakan waktu belajar untuk kelas SMP sudah selesai hari ini. “Okey, I‘ll wait your voice note tomorrow before 6.00 am. Saya tunggu pesan suara kalian sebelum jam 6 pagi. Silahkan pelajaran ditutup dengan membaca doa kafaratul majlis.” Serentak siswa dan siswi di kelas itu bergegas merapikan buku pelajaran mereka lalu memasukannya ke dalam tas, sedangkan mulut mereka sibuk membaca doa penutup. Mereka bubar dari kelas setelah menyempatkan mencium tangan guru bahasa Inggris mereka dengan sopan. Guru bahasa Inggris itu melangkah keluar kelas dengan santai. Tangan kanannya menggenggam buku administrasi guru mata pelajaran, sedangkan tangan kirinya memegang ponselnya yang berbasis android. “Mister ... Mister D.” Terdengar suara memanggilnya dari arah belakang. Laki-laki yang dipanggil dengan nama Mister itu menoleh dan tersenyum melihat siapa yang telah memanggil namanya. Terlihat seorang siswa SMA setengah berlari mendekatinya, setelah berhasil mendekat siswa berperawakan tinggi itu, dia menggamit tangan gurunya lalu menciumnya. “Assalamualaikum, Mister,” ujar siswa berperawakan tinggi itu. “Waalaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh. Aldi, Tumben kamu datang cepat hari ini?” “Iya, Mister. Saya dapat jatah piket kelas.”  “Oh, begitu.” “Iya, Mister. Boleh nanti saya bertemu dengan Mister sehabis istirahat?” “Boleh, ada yang bisa saya bantu?” “Ada, saya sedang butuh masukan, Mister.” “Boleh, saya jadwalkan ya hari ini, sehabis istirahat.” “Terima kasih Mister, saya izin pamit dulu.” Aldi mencium kembali tangan orang yang dipanggil Mister itu, selain mengajar Bahasa Inggris di tingkat SMP,  Mr. D juga adalah seorang guru BK di SMA Teladan Bangsa. Dengan posisi sebagai guru konseling, dia selalu menyempatkan diri untuk  membangun komunikasi dengan para siswa dan siswi sekolah tersebut, baik yang punya masalah ataupun butuh motivasi. Nama asli dari Mr. D diambil dari Dani. Sedangkan kata 'mister' itu sendiri disematkan oleh siswanya karena dia mengajar pelajaran bahasa Inggris, jadilah Mister D. Mungkin panggilan itu juga mengikuti bule yang nge-hits lewat pembelajaran bahasa Inggris di media digital. Mr. D masuk ke ruang guru, Dia bersiap melakukan salat Zuhur yang sudah berlalu hampir tiga puluh menit lalu. Setelahnya dia beristirahat sebentar dengan menikmati kopi hitam yang masih mengepul.                                                                                      *** Aldi melangkah menaiki satu persatu anak tangga yang menuju ke kelasnya 11 IPA, kelasnya ada di sebelah kanan, Di sebelah kiri nampak Ayu sedang asyik bercengkerama dengan teman sekelasnya, Dina Luthfiani. “Al,” ujar Ayu saat melihat Aldi melangkah naik ke anak tangga menuju ke kelasnya. Langkah Aldi terhenti, dia menatap ke arah suara yang memanggil namanya tadi. Ayu tertunduk saat mata Aldi menusuk tajam ke arahnya. Aldi menunggu apa yang akan terjadi setelah Ayu memanggilnya. Ditunggunya beberapa detik, namun Ayu tak kunjung mendekatinya. Mungkinkah dia menunggu Aldi mendekatinya? Tidak, hati Aldi menolak keras jika harus dia yang mendekati siswi itu. Dia sudah melakukan kesalahan dengan meninggalkannya demi laki-laki lain.  “Bukankah kamu tahu cintaku padamu itu tak pernah bisa kunarasikan dengan diksi yang tepat, aku terlalu mencintaimu, Ay,” lirih batin Aldi. Aldi melangkahkan kembali kakinya menaiki satu persatu anak tangga meninggalkan orang yang dicintainya di seberang kiri kelas. Entah apa yang dilakukan siswi berwajah bulat itu sepeninggalnya. Mungkin sedang memandangi punggungnya yang menjauh, mungkin tiada juga peduli dengan perginya. Tidak peduli seperti apa yang dilakukannya sekarang, meninggalkannya sekarat karena terjerat cintanya yang membabi buta. “Woy, bengong aja,” ujar seorang siswa yang sedang berdiri di depan pintu kelasnya, di depannya ada seorang siswi yang nampaknya tadi sedang menemaninya mengobrol. “Kak Rifal, ngagetin aja,” ujar Aldi sambil mengelus-elus dadanya sendiri. “Jalan jangan sambil bengong, Al. Kemarin tetangga gue ayamnya mati gara-gara bengong,” ujar siswa yang ternyata bernama Rifal itu, guyonan itu ditimpali oleh siswi di depannya dengan tersenyum. Aldi mengernyitkan dahi, sebenarnya joke semacam itu sudah umum sekali terdengar di kalangan sekolah. Jangan bengong, kemarin ayam tetangga mata gara-gara kebanyakan bengong. Coba  apa kaitannya? Emang ayam suka bengong? Dia belum pernah melihat ayam yang lagi bengong tiba-tiba mati tanpa sebab, batin Aldi tiba-tiba berdialog imajiner. “Permisi ya, Kak Rifal, Kak Nina. Saya mau piket dulu. Khawatir teman-teman yang jadwal piketnya sama saya belum pada datang.” Nina menggeser badannya mundur, memberikan ruang untuk Aldi lewat di antara dirinya dengan Rifal yang sedang berdiri di pintu kelas. Ruang kelas Aldi tepat berada di sebelah ruang kelas Rifal dan Nina, kelas 12 IPA. Jurusan IPA hanya ada satu rombongan belajar saja, berbeda dengan jurusan IPS yang ada tiga kelas. Memang di sekolah ini hanya ada 12 rombongan belajar, dengan empat kelas di setiap jenjangnya. Sesampainya di ruang kelas, Aldi melihat ternyata di kelasnya belum ada satupun temannya yang tiba, padahal sudah jelang masuk. Ini berarti tugasnya adalah memastikan ruang kelas nyaman sebelum pelajaran dimulai, walaupun tidak dibantu dengan teman-temannya yang terjadwal piket hari ini. Aldi mulai mencari sapu ijuk dan menemukannya tersimpan di belakang pintu kelas, dia menyapu kelasnya seorang diri, dimulai dari pojok kelas. Kelas yang dipakai bersama dengan anak SMP memang harus dibersihkan setiap mau masuk, mungkin begitu juga dengan anak SMP yang membersihkan kelas yang dipakai anak SMA esok paginya.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD