Perjodohan Wasiat

1305 Words
Mendengar ucapan tiba-tiba Candra membuat Dinda bingung sendiri, mengapa adiknya berkata demikian. Ia tentu tak langsung percaya, meskipun Rangga memiliki sifat dan sikap yang aneh, tapi pemikirannya tak mungkin seaneh itu untuk menyukainya. Seorang yang lebih tua, lalu Dinda bertanya tentang Rangga agar ia bisa menyimpulkan kasus yang terjadi. Pertama, ia bertanya tentang latar belakang Rangga. Candra yang merupakan sahabat Rangga sejak kelas 10, tau persis siapa itu Rangga, bahkan ia juga sering main ke rumah Rangga yang mewah tapi seperti kuburan itu. Ayah Rangga, Tuan Darius Eka Utama adalah anak pertama dari empat bersaudara anak mendiang Gutomo Utama, yakni pengusaha tersukses se-Asia. Kini Darius yang mewarisi seperempat kekayaan ayahnya, mampu mengembangkan usahanya sampai ke ranah internasional. Ia menikah dengan Clarissa Kyle Utama, seorang wanita berkebangsaan Spanyol yang terkenal dermawan dan mendirikan badan kemanusiaan bernama Kyle Care. Clarissa juga membangun klinik Psikolog, ia juga mimiliki basic pendidikan di bidang tersebut. Namun, meski ia memiliki jiwa sosial tinggi dan mengerti tentang permasalahan psikolog, ia tidak bisa menerapkannya pada anaknya sendiri. Terlalu sibuk dengan dunianya dan lupa kalau ia memiliki dua anak. Anak pertama bernama Brylee Inka Utama, ia merupakan dokter anak yang sekarang telah menikah dan masih bekerja di salah satu rumah sakit terbesar di Jakarta. Sementara itu anak kedua sekaligus anak bungsu keluarga Utama adalah Derangga Dwi Utama, si bocah prik yang sedari kecil hidup mandiri bersama pengasuhnya. Cerita Candra membuat Dinda yakin bahwa bukan itu permasalahan utama dalam diri Rangga yang mengatakan menyukai Dinda yang lebih tua itu. Kalau dilihat dari latar belakang Rangga, pemuda itu memiliki circle yang lebih hight daripada Dinda. Pasti gadis-gadis cantik dan kaya sangat banyak, sudah begitu Rangga juga tampan. Rangga meskipun kelakuannya sangat prik, ia merupakan pria tampan bak super model. Apa yang bisa diragukan dari pemuda itu. Pasti banyak yang suka, mungkin akan ada yang mengejarnya. Tentu Dinda berkesimpulan kalau apa yang dikatakan Candra tentang Rangga yang menyukainya adalah hoax, alias informasi nol (tidak bernilai). ••• Di suatu pagi, bulan keempat Dinda tinggal dan kuliah di Jakarta, seorang pengacara ayahnya datang dan menyampaikan pernyataan. Penyataan yang mengubah hidup Dinda yang awalnya sudah ia jalani dengan ikhlas, menjadi sebuah kisah rumit yang mengantarkan pada takdir-takdir selanjutnya. Pak Bayu membawa sebuah wasiat untuk Dinda yang berisi permintaan pernikahan. Dinda diminta untuk menikah dengan Rendy Mahesa anak Pak Raden, pengusaha toserba yang tersebar di seluruh Indonesia. Dinda langsung shock mendengar itu, ia merasa dunianya runtuh saat itu juga. Sementara Candra dan Andi ikut merasa sedih atas kakak mereka yang harus menikah dengan orang yang bukan merupakan pilihannya. "Sebelumnya, apakah Pak Damar pernah menyinggung tentang pernikahan ini?" Dinda dengan perasaan bimbangnya menggeleng, "Tidak, Pak." "Tapi saya ingat, Bapak pernah menyinggung hal tentang pernikahan Mba," ujar Candra. Andi mengangguk membetulkan, "Iya, aku juga ada di sana waktu bahas itu." "Kenapa kalian gak bilang?" tanya Dinda shock. "Kami kira Bapak cuma berharap kalau Mba Dinda punya suami yang baik, tapi Bapak gak bilang kalau Bapak sudah siapin calon untuk Mba Dinda," jelas Candra. Situasi ini membuat Dinda seperti kambing congek yang tidak tau apa-apa atau hanya sebagai penonton. "Mungkin memang Pak Damar tidak memberitahu adik-adik, Nona. Tapi saya bisa tunjukan bukti video yang beliau buat sendiri, bersama Bu Ajeng." Ketiga anak yatim piatu itu langsung melihat ke arah laptop Pak Bayu. Di sana tampil Damar dan Ajeng tengah menatap kamera dan tersenyum. Ketiganya langsung sedih menatap layar laptop itu, tentu mereka sangat rindu dengan kedua orang tua mereka. "Assalamu'alaikum Anak-anakku, terutama Dinda." Damar menyapa dengan suara berat dan intonasi halusnya, ia memang tipe orang yang halus meski wajahnya agak seram. Kalau yang tidak mengenalnya, pasti menganggap kalau ia pria yang galak dan suka marah-marah. Padahal Damar adalah sosok pria yang sabar, halus dan penyayang. Berbeda dengan Ajeng yang cerewet dan penuh emosi yang meledak-ledak meski wajahnya halus seperti Dinda. Syukurlah Dinda menuruni paras sang Ibu dan sikap-sifat sang ayah. Jadi, ia memiliki fisik dan perangai yang lembut. "Bapak sama Ibu minta maaf sebelumnya karena terkesan memaksakan, tapi Bapak dan Ibu mulai khawatir tentang anak gadis kami yang mulai tumbuh dewasa dan sudah kuliah." Dinda menitihkan air mata tidk tahan dengan itu, sungguh ia rindu pada mereka. Candra merangkul Dinda dan Andi sebagai penguat, ia merasa terpanggil sebagai seorang laki-laki tertua di keluarga itu. "Kami memang tidak sekolot itu untuk gegabah menjodohkan anak-anak kami, hanya saja ... kami hanya takut jika suatu hari kami tidak ada dan Dinda belum memiliki pendamping sebagai kepala keluarga, kami ingin mempersiapkan seseorang yang bisa menjadi pendampingnya. Kami tak ingin membebani hidup Dinda sebagai seorang perempuan, kami tak ingin melimpahkan tanggungjawab sebagai kepala keluarga pada putri tercinta kami. Jadi, Bapak dan Ibu mohon nggih Nduk, menikah dengan pria pilihan kami." Dinda semakin menangis melihat itu, ia tak tau harus bagaimana menghadapi situasi yang membelenggu tersebut. Sekarang, yang perlu ia lakukan adalah mempertimbangkan banyak hal atas wasiat itu. Setelah video selesai diputar, Pak Bayu memberikan waktu untuk kakak beradik itu memikirkan hal itu lagi. "Tapi Pak, kata Bapak perjodohan ini mereka lakuan karena tidak ingin membebani saya untuk mengemban tanggungjawab sebagai kepala keluarga. Lalu, jika saya bisa dan merasa mampu untuk tanggungjawab itu, saya bisa kan menolaknya?" Pak Bayu mengangguk sedih, "Logikanya seperti itu, tetapi jika Nona Dinda memang mau menolak permintaan terakhir orang tua kalian." Dinda, Candra dan Andi kembali menghela napas berat. Mereka tidak bisa melakukan banyak hal ternyata. "Ini bukan hanya masalah hukum Nona Dinda, tetapi ini tentang Anda dan kedua orang tua Anda." Lagi-lagi Dinda seolah terhimpit situasi yang menyesakan. Sejauh ini, ia tidak pernah membantah keinginan orang tuanya sebab selalu ada hasil baik jika ia menuruti mereka, tetapi tentang pernikahan, itu tentang perjalanan seumur hidup yang perlu dibicarakan matang-matang. "Kalau saya sendiri tentu sangat menghargai keputusan Anda, apapun itu saya tidak berhak menyulitkan Anda." "Baiklah," gumam Dinda mengerti. Setelah itu, Pak Bayu pamit pergi dan meninggalkan salinan wasiat milik Damar pada anak-anaknya itu. Dinda menyandarkan tubuhnya di badan sofa dan tersenyum miris dengan keadaan yang menimpanya. "Bapak sama Ibu pasti ngerti kok kalau Mba mau menolaknya, ini hidup Mba. Mba gak perlu berkorban sejauh itu untuk memenuhi permintaan yang gak bisa Mba penuhi," ujar Candra meyakinkan. Dinda mengangguk dengan senyum sendunya. "Ya, terima kasih, Adik-adikku." "Sama-sama, Mba. Kami sayang sama Mba," ujar Candra. "Iya, jadi kalau Mba mau nolak pun, itu bukan salah Mba. Mba gak salah," ujar Andi memeluknya dari samping. Kehangatan itu terjalin di antara mereka, memperlihatkan hubungan yang erat dan penuh cinta kasih sebuah persaudaraan. Dinda merasa bahagia, memiliki keluarga juga adik-adik yang sangat menyayanginya dengan penuh kasih sayang. ••• Lapangan basket seperti biasa, digunakan oleh tim basket yang kebanyakan di isi oleh empat anggota genk Candra, kecuali Wisnu. Anak-anak itu sudah selayaknya keluarga, mereka selalu bersama dalan suka dan duka. Ketika ada yang terlihat memiliki masalah, mereka bisa merasakannya. Kris yang melihat Candra bertanya seperti sedang ada masalah langsung menepuk pundak Candra, membuat pemuda manis itu tersadar dalam lamunannya. Tak lama Rangga juga mendekat dan ikut bertanya kenapa dengan Candra, ia yakin kalau ada hal buruk yang menimpa Candra sehingga ia murung begitu. Candra menghela napas lalu berjalan ke tepi lapangan, ia duduk di tempat duduk penonton sambil meminum air yang sudah mereka beli sebelum ke lapangan. Di sana ada Wisnu yang menjadi tempat penitipan teman-temannya. Seperti menitipkan ponsel, dompet, minum dan barang lainnya. Melihat situasi itu Wisnu menutup bukunya, menujukan atensinya pada Canda yang sedang dirundung masalah. Di susul Kris dan Rangga yang ikut bergabung, lalu keduanya meminum minuman mereka. Raut wajah Candra memperlihatkan raut yang tidak biasa, ia seperti memiliki pikiran yang berat tentang sesuatu. Jelas wajah mendung Canda memperlihatkan kebingungan, ia kelihatan gelisah. Hal itu membuat si kepo Kris tak tahan dan terus mendesaknya sampai Candra mau mengaku. Akhirnya, Rangga dan Wisnu ikut menanyai Candra, sampai Candra mau bercerita. "Kakak gue, dia mau dijodohin sama pilihan Bokap Nyokap gue." "Hah?!" ketiga sahabatnya langsung shock.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD