Di ruang makan, keenam remaja laki-laki itu sedang makan siang ketika Rangga nyeletuk hal yang sangat sensitif.
"Boleh gak Kakak lo buat gue, Can?"
Candra dan teman temannya langsung shock. Bocah prik satu itu mulai berulah lagi. Centong yang dipegang Candra langsung mendarat di kepala berambut brown milik Rangga, membuat pemuda itu mengaduh.
"Makan tuh centong, emangnya Kak Dinda makanan, buat lo!" ejek Kris tertawa tersama yang lain.
"Sapa tau kan berjodoh."
Rangga mengedip-ngedipkan matanya genit, membuat yang lain jijik. Alhasil Kris menyumpal mulut Rangga dengan tempe goreng.
"Amit-amit gue punya Kakak Ipar Prik kayak lo, mau jadi apa hidup gue nanti," ujar Candra.
Ia lalu mengetuk kepalanya sendiri dengan tangan bergantian ke meja sebanyak tiga kali saking tak inginnya.
"Kasian Kak Dinda kalo dapetin lu," ujar Bagas.
"Iya, darah tinggi bisa-bisa ...." sahut Kris.
"Gak cuma itu, bisa-bisa Kak Dinda dibantai sama Mia," celetuk Ares membuat semua terkejut.
"Iya njir, kan lo punya Mamamia, Ga. Gak usah cari yang lain udah, sama Mia aja lo. Sama-sama prik, cocok banget dah tuh," ujar Bagas heboh.
"Kagak, ogah ya gue jijik sama dia, anjir!" tolak Rangga.
"Meskipun dia terobsesi banget sama lo ya, Ga. Dia itu cakep, satu bangsa juga sama lo," ujar Candra.
"Satu bangsa maksudnya?" tanya Rangga.
"Bangsawan, anaknya keluarga crazy rich."
"Betul itu!" sahut Ares.
"Setuju sih gue," timpal Wisnu.
"Noh Wisnu aja sampe setuju, berarti emnag bener-bener cocok," ujar Kris tertawa kemudian.
Wisnu memang terkenal paling waras di antara mereka berenam. Ia merupakan murid jenius dan berdarah Chinese sama seperti Kris, tapi Kris tipe orang yang bebas tak sedisiplin Wisnu.
Sementara Bagas dan Candra yang asli Jawa Tengah, lalu Ares blasteran Jerman, dan Rangga blasteran Spanyol. Namun, Rangga lebih kental ke wajah Spanyol sang ibu, sementara Ares tak sekental Rangga yang mewarisi sebagian gen ayahnya.
Di antara keenamnya, kalau mereka boyband, yang memiliki banyak fans adalah Rangga karena parasnya yang tampan dan supel. Tapi dia adalah laki-laki aneh yang justru tidak tertarik dengan pacaran jenis apapun, bahkan ketika banyak gadis cantik yang mengejarnya termasuk Mia si primadona sekolah. Makanya ia sampai diberi gelar gay.
Bagaimana tidak, pemuda tampan pujaan banyak gadis tak pernah berpacaran malah hanya membuat mereka baper, tentu itu mencurigakan. Sebab, statmen yang sedang merajai dunia remaja adalah pria akalau tidak b******k yah gay.
"Bisa menderita idup gue sama Mia, gak ada titik terangnya, suram."
"Eits, jangan gitu, cinta itu bisa mengubah seseorang. Kalo lo gak suka sama sikapnya Mia, lo bisa kok nuntun dia untuk jadi perempuan idaman lo. Gak harus dia baik dulu untuk bisa bahagiain lo, kan?" ujar Ares.
"Dengerin tuh Mario Ares, Ga!" ujar Kris tertawa.
Tawa disusul oleh semua yang ada di meja makan, Rangga juga tertawa atas kekonyolannya mendamba perempuan luar biasa seperti Dinda.
Namun, bukan Rangga kalau mentalnya mental kerupuk. Tentu saja Rangga akan terus berpegang pada keputusannya untuk mencintai Dinda yang sudah jelas-jelas baik bagi masa depannya.
Maka, Rangga menjadi sering berkunjung ke rumah Candra sampai membuat Candra tidak nyaman karena saking seringnya Rangga berkunjung.
•••
Candra membuka pintu setelah pulang sekolah, diikuti Rangga dari belakang sambil membawa helm.
Ia protes denfan kedatangan Rangga yang terlalu sering, tetapi ia cukup lelah untuk terus mendebat sahabatnya itu.
Rangga nyelonong menghampiri dapur, dimana Dinda sedang menyiapkan makan siang. Di sana juga sudah ada Andi yang sibuk dengan ponselnya.
Sapaan Rangga membuat Dinda tak terkejut lagi dengan kedatangan Rangga, sudah hampir sebulan ini Rangga selalu berkunjung, tiap tiga hari dalam satu minggu. Ia biasa-biasa saja karena ia menganggap Rangga seperti Candra dan Andi, tetapi yang bikin risih, Rangga suka menggodanya.
Benar kata Candra, Rangga itu memang bocah prik yang cocok untuk dirukiyah. Tetapi, tamu tetaplah tamu, Dinda tetap menerima kedatangan Rangga dengan baik.
Dinda menegur Rangga untuk mengucap salam terlebih dahulu, membuat pemuda tampan itu nyengir kuda.
"Maaf lupa salam. Abisnya aku terlalu semangat ketemu Kak Dinda yang manisnya bikin diabetes."
Dinda hanya terkekeh, ia menanggapu candaan Rangga dengan candaan yang menyatakan lebih baik Rangga tidak melihatnya agar tdak diabetes.
Bukan Rangga namanya kalau tidak memiliki ide dengan godaan lain pada kakak sahabatnya itu. Rangga selalu bisa membuat orang sebal tetapi baper dalam waktu bersamaan.
Dinda menyerah meladeni bocah prik itu, ia mengusir Rangga untuk duduk di meja makan. Hal itu juga sudah hampir sebulan lebih ketika Rangga sering makan siang di rumah mereka.
"Okey, Kak. I love you ...."
Dinda hanya bisa geleng-geleng melihat betapa priknya Rangga itu.
Sementara di meja makan, Candra mengomeli Rangga karena genit pada kakaknya, tapi Rangga bilang kalau ia serius menyukai kakaknya, bukan karena iseng.
Tentu Candra tak percaya dan terus menyuruh Rangga untuk tidak ke rumahnya lagi karena ia meresahkan, sudah menggoda kakaknya berkali-kali. Untung kakaknya masih waras untuk tidak termakan rayuan buaya darat macam Rangga.
Saat Candra dan Rangga masih berdebat, Dinda datang menata lauk di meja makan, sambil memperingati kedua pemuda itu untuk siap-siap makan.
"Gak usah berantem, duduk aja terus makan."
Rangga masih saja tersenyum manis menatap Dinda penuh damba. Ia mengabaikan Candra yang menariknya untuk duduk di kursi lain agar tidak dekat-dekat kakaknya.
Hal itu tak pernah dilakukan Cnadra sebelumnya, 'Ada apa dengan bocah ini?'.
Akhirnya Dinda mulai kesal dengan kedua pemuda itu, berbeda sekali dengan Andi yang kalem dan hanya bisa menonton pertengkaran pemuda yang lebih tua darinya itu.
Dinda langsung menegur Candra yang merupakan adik kandungnya, tak mungkin kan ia mengomeli anak orang.
Namun, Candra tidak paham situasinya, ia malah berkata kalau Dinda membela Rangga padahal ia hanya tak ingin mereka bertengkar dan menyuruh adiknya untuk berhenti. Rangga tersenyum lebar penuh kemenanga, ia merasa sedang dibela.
"Bukan marahin, Candra, gak ada yang bener kalian berdua. Udah makan dulu ayo! Mba pusing liat kalian begini," ujar Dinda halus.
"Tapi Rangga ...."
Dinda menatap Candra datar, "Udah makan."
Tanpa bisa membantah, Candra duduk dan makan dengan tampang suram. Sementara itu, Rangga tersenyum senang karena Dinda tak memarahinya.
•••
Malam harinya Dinda dan Bi Tati--salah satu pegawai di ruko orang tuanya, kebetulan rumahnya dekat jadi ia membantu Dinda menyiapkan dagangan esok hari. Ketika itu, Candra menghampiri Dinda dan kembali membahas soal Rangga.
"Rangga suka sama Mba Dinda, tahu."