Lena menggeliat dari tidurnya, dengan mata yang masih setengah terpejam, ia mendesak kedalam kehangatan yang terasa nyaman di sebelahnya. Sesuatu seperti guling, eh? Ia merampa-rampa sesuatu yang masih ia peluk itu. Ini bukan serat kain, rasanya seperti menyentuh kulit telanjang yang hangat dan terasa begitu keras, juga beraroma tubuh pria? Eh, tubuh pria? Ia membuka matanya secara cepat ketika menyadari posisinya saat ini. Tidur berdua di sofa yang sempit dengan tubuh telanjang yang hanya di tutup selimut tipis, dan mereka saling berpelukan.
Saling berpelukan!
Tapi Lena membeku, tubuhnya tak bisa bergerak seinci pun. Nafasnya tercekat, dan matanya belum berkedip sama sekali. Lengan pria itu melingkar erat di perutnya sama hal nya seperti yang Lena lakukan. Lena mendongak secara perlahan, pria itu masih terpejam dengan tenang. Entah kenapa, tubuh Lena yang semula kaku berubah rileks ketika melihat wajah pria itu yang masih terpejam dengan damai.
Lena bergumam sambil mencermati wajah pria itu. Oke juga. Ia terkekeh pelan tanpa alasan. Ekspresinya saat tertidur sangat tenang dan damai.
Lena meringis karena tanpa sadar tengah memperhatikan musuhnya ini. ia tiba-tiba saja teringat bagaimana pria ini b******a dengannya. Lena menggeleng. Ini bukan b******a! Ini s*x. Tidak ada cinta di antara mereka dan tidak akan pernah. Memikirkan bahwa pria itu memperlakukannya sangat kasar, memaksanya untuk terus memuaskan nafsunya padahal ia sudah benar-benar kelelahan membuat Lena ingin segera membawa pria ini ke neraka! Dia akan membunuhnya saat ini juga!
Tapi tangannya yang terulur ke arah wajah pria itu untuk menghabisinya malah menggantung kaku tak berdaya. Apa benar Lena sanggup menghabisi pria yang sedang tidak berdaya ini dengan wajah damai nya? Wajah damai yang tampak kelelahan.
Tentu saja dia kelelahan!
Sex itu membuat dia lelah, lebih tepatnya mereka berdua. Hingga Lena tidak berpikir panjang lagi untuk menghabisi pria b*****t ini. Hanya saja, sebelum Lena melancarkan aksinya, tangannya di cekal terlebih dahulu dengan gerakan cepat karena pria itu terjaga lebih awal.
"Apa yang akan kau lakukan?" Daren menaikan sebelah alisnya tanpa ekspresi.
"Apa yang akan kulakukan?! Tentu saja membunuhmu!" teriak Lena kembali bersemangat, melepaskan cekalan Daren untuk mencekik pria itu.
Daren yang terkejut dengan serangan Lena, mendorong tubuh wanita itu secara reflek untuk menghindarinya hingga wanita itu terjatuh dari sofa. Diperlakukan seperti itu, Lena lebih terkejut lagi. Menarik cepat selimut tipis yang tersingkap untuk menutupi tubuh telanjang nya.
Daren meringis sambil menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal itu. "Sebentar Lena, jika kau ingin membunuhku atau mengajakku bertengkar. Tunggu satu jam lagi. Aku masih sangat mengantuk, jangan ganggu aku sekarang."
"Apa?" tanya Lena tak percaya.
Memangnya ada orang yang akan membunuh di suruh menunggu satu jam?!
Tapi Daren tampaknya tak peduli, karena ia sudah kembali berbaring di sofa dengan arah memunggungi wanita itu. Lena menggeram kesal, ia beringsut bangun dan menendang sofa dimana Daren berbaring untuk tidur kembali. Tapi hal itu malah melukai kakinya, membuat Lena menggeram sakit.
"Dasar pria b*****t kurang ajar! Tidak tahu malu, tidak tahu diri! Penjahat kelamin, pria m***m! g***n kesepian!" omel Lena sarkas. "Kau harusnya mati! Mati dan pergi ke neraka!" teriak Lena belum puas.
Daren yang terganggu, menggeram kesal lalu menarik tubuh Lena hingga posisinya kini tengkurap di atas tubuhnya. Kesempatan itu digunakan Daren untuk memeluk tubuh wanita itu dengan erat. Tentu saja Lena meronta untuk di lepaskan.
"Lepaskan aku!" teriak Lena.
"Diam! Atau aku akan menghancurkan tubuhmu ini!" ancam Daren yang terus mempererat pelukannya.
Lena terbelalak merasakan sesuatu yang mengganjal mengenai tubuhnya.
"A-apa ini?!" tanya Lena terkejut.
Daren tersenyum tipis masih sambil memejamkan matanya. "Apa ya? Apa aku lupa menyimpan remote tv ku disana? Atau aku menyimpan botol kecap dari dapur saat kau sedang tidur?" kata Daren menggoda Lena yang sedang memerah karena merasakan ereksinya.
Salah sendiri p******a Lena yang kenyal menekan dadanya dan kulitnya yang halus begitu merangsang saat bergesekan dengan tubuh telanjang nya. Lena yang merasa sesak akhirnya memilih untuk menyerah untuk memberontak dan perlahan pelukan Daren merenggang seiring dengan tubuh Lena yang juga semakin rileks dalam pelukannya.
Melihat Daren yang sepertinya sudah kembali terlelap dalam tidurnya membuat Lena langsung berupaya melepaskan diri. Tapi hal itu sia-sia karena Daren kembali memeluknya erat, sama sekali tak berniat melepaskan Lena. Akhirnya Lena hanya bisa pasrah, sambil terus berdecak dan menggerutu tidak jelas, karena tidak tahu harus melakukan apa dan juga merasa bosan, tanpa sadar, Lena pun kembali terlelap dalam kantuknya.
***
Suara bel yang terus berbunyi tidak sabaran berhasil menjadi alarm untuk membangunkan Daren dan Lena saat ini. Mereka berdua terperanjat bangun dengan terkejut.
"Masuklah ke dalam kamarku." perintah Daren sambil mengenakan pakaiannya lagi.
Kali ini Lena tidak membantah, sedikit terburu-buru, ia memungut pakaiannya dan masuk ke dalam kamar Daren. Karena penasaran, ia mengintip di balik celah pintu kamar Daren. Seorang wanita cantik dengan perawakan bak model langsung menghambur ke dalam pelukan Daren saat pertama kali ia membuka pintunya.
"Aku mencarimu di kantor, aku juga menelponmu berulang kali tapi tak kunjung kau jawab." wanita itu merengek sambil memasang wajah memelas yang memuakkan bagi Lena.
"Dilara, ada apa?" suara Daren terdengar sangat lembut.
Wanita itu melepaskan pelukannya, lalu menarik Daren untuk duduk di sofa. "Apa kau baru bangun? Kau pasti kelelahan karena bekerja terus ya?"
"Dilara, langsung saja ke intinya, jangan berbasa-basi."
"oke, A-aku ingin pernikahan kita segera di resmikan." kata wanita itu cepat.
Daren menaikan sebelah alisnya. "Maksudmu? Bukankah kau sudah memutuskan hubungan kita?"
"Ya aku tahu! dan aku menyesal! Aku baru menyadarinya sekarang, aku hanya menginginkan mu."
Daren terdiam untuk beberapa saat, lalu melepaskan genggaman tangan wanita itu secara perlahan. Penolakan yang sangat jelas.
"Maaf Dilara, apa aku terlihat seperti pria yang mudah merentangkan kedua tangannya dengan senyum lebar untuk wanita yang telah memutuskan ku secara sepihak? Memangnya aku tidak tahu alasannya kenapa? Pria itu menikahi wanita lain kan? Dan karena kau merasa di campakkan, kau seenaknya datang lagi padaku? Begitu?" Daren berkata tanpa ekspresi.
"Jadi kau pendendam ya sekarang?" wajah wanita itu terlihat menahan amarah.
"Tidak, bukannya aku pendendam, aku hanya memikirkan masa depanku jika aku menikah denganmu. Pernikahan adalah suatu permainan untukmu Dilara, bahkan sebenarnya kau yang pendendam disini, kau mengajakku menikah hanya untuk membalasnya, kan?"
Perkataan Daren kali ini membuat wanita itu kalah telak, merasa kehilangan harga dirinya ia bangkit berdiri dengan mengepal tangannya dan gigi yang bergemelatuk keras. Tanpa balasan apapun, wanita itu pergi meninggalkan apartemen ini dengan suara heels nya yang sengaja ia hentakan menimbulkan suara keras.
Saat Daren baru saja menutup pintunya, barulah Lena keluar dari kamar Daren dengan tawa yang sangat keras membuat Daren mengernyit heran.
"Apa yang lucu?"
Lena memegang perutnya yang terasa sakit karena tak bisa berhenti untuk tertawa. "Tentu saja kau dan wanita itu."
Daren mendelik sebal.
"Jadi kau pria yang di campakkan oleh tunanganmu?" tanya Lena langsung menyerang Daren dengan pertanyaan nya.
"Bukan urusanmu." jawab Daren dingin.
"Tentu saja! Kau tidak akan menjawabnya karena malu, kau pria yang di campakkan! Lalu kenapa kau menolak permintaannya untuk menikah denganmu?"
"Sudah kubilang bukan urusanmu!" kali ini Daren membentak Lena sambil menjatuhkan tubuhnya di sofa dengan wajah meberenggut, menyalakan TV nya dan mencari siaran yang akan mengalihkan dari gangguan wanita ajaib itu.
Tapi bentakan itu sama sekali tidak mengganggu Lena, ia ikut duduk di sebelah Daren memandangnya dengan tatapan geli. "Kau mencintainya? Apa kau terluka? Kau belum bisa move on ya? Kau menolaknya agar kau terlihat seperti pria kuat yang tidak membutuhkan cinta? Ah, dan juga untuk mengembalikan harga dirimu karena dia mencampakkanmu dulu kan? Iya kan, iya kan?" Lena terus menyudutkan Daren dengan segudang pertanyannya.
Daren yang kesal mencomot bibir Lena untuk berhenti bicara, menarik bibirnya yang elastis hingga terlihat seperti mulut bebek.
"Sudah puas? Pertama aku tidak mencintainya, aku tidak terluka, aku tidak peduli pada wanita itu, aku memang tidak membutuhkan cinta, dan aku tidak merasa harga diri siapapun hilang antara hubungan ku dengannya. Ah dan yang terakhir ku tekankan sekali lagi, ini bukan urusanmu. Bukan urusanmu!"
Lena mengelus bibirnya yang terasa berdenyut akibat tarikan Daren. Benarkah? Tapi saat Lena menilik kembali ekspresi Daren, sepertinya pria itu memang tidak peduli. Atau memang ekspresinya memang selalu seperti itu?
Tiba-tiba Lena kembali terkekeh geli, membayangkan sesosok Daren yang frustasi karena patah hati dengan penampilan yang berantakan datang ke club malam untuk mabuk dan mencari wanita bayaran, menggantikan sosok cinta nya yang telah hilang.
Kali ini Lena mengernyit. Hari itu, Lena bertemu dengan Daren di club malam walaupun pria itu tidak berpenampilan berantakan seperti bayangannya. Apakah ini alasannya membeli Lena dari pria besar dan bertato waktu itu? Untuk pelampiasannya saja? Atau untuk pembalasan dendam karena telah di campakkan? Pemikiran itu membuat Lena sedikit terluka. Semenyedihkan itukah?
"Apa yang kau pikirkan?" Daren menyadarkan Lena dari lamunannya.
Pria itu sepertinya cukup peka juga ya.
Lena menaikan sebelah alisnya "Bukan urusanmu!" balas Lena tak mau kalah.
Daren menaikan kedua bahunya acuh, lalu beranjak menuju kamar mandi, dan setelah itu ia bersiap untuk pergi bekerja. Daren mengacuhkan wanita itu yang melewatinya dengan angkuh untuk masuk ke kamar mandi. Tak lama kemudian, suara teriakan melengking yang berasal dari kamar mandi membuat Daren reflek menutup kedua telinganya.
"PENJAHAT KELAMIN APA YANG KAU LAKUKAN PADA TUBUHKU!"
Mendengar itu, Daren hanya terkekeh kecil segera meninggalkan apartemen ini tanpa suara untuk menghindari amukan wanita galak itu karena sepertinya ia telah menyadari tubuhnya yang penuh tanda kemerahan akibat semalam ia terlalu bernafsu untuk meninggalkan kissmark di beberapa bagian tubuhnya.
***
"Aku akan membunuhmu! Membunuhmu! Kau seharusnya berada di neraka!"
Daren terlonjak bangun saat memimpikan wanita ajaib itu tengah berteriak padanya dengan tangannya yang terulur bersiap untuk mencekiknya. Ah sialan. Kalau di pikir-pikir, wanita itu menyeramkan juga, dan Wow Daren, kau bisa bertahan dengan wanita itu sampai saat ini.
Ia tertidur di tempat kerjanya karena kelelahan untuk menandatangani beberapa dokumen, meeting dengan beberapa direksi, dan juga persiapan perayaan ulang tahun perusahaan membuatnya harus lembur hari ini. Ia melirik jam di meja kerjanya. Pukul 11 malam. Sepertinya ia tidak akan pulang malam ini. Sedang apa ya sekarang wanita ajaib itu?
Daren menggeleng, dia bukan khawatir pada wanita aneh itu tapi ia lebih mengkhawatirkan kondisi apartemennya saat ini. Wanita itu bisa saja menghancurkan isi apartemennya dan akan tertawa keras ketika melihat Daren menyaksikannya dengan pandangan tak percaya. Memikirkannya saja membuat kepalanya terasa mau pecah. Daren mengela napasnya panjang lalu memilih untuk memejamkan matanya lagi, bersender nyaman di kursi kerjanya.
Tidak perlu di pikirkan. Semua akan baik-baik saja. Gumam Daren meyakinkan diri dalam hati.
***
Lena terbangun secara paksa saat sesuatu menarik selimut hangat yang membalut tubuhnya hingga ia terguling jatuh.
"Sudah kubilang, kau seharusnya tidur di sofa sana." suara pria licik itu terdengar mendesis membuat kesadaran Lena berhasil terkumpul.
Lena menatap Daren jengkel dengan kepala yang terangkat. "Siapa suruh kau tidak pulang semalam, lagi pula kamar ini tidak kau tempati jadi dari pada tempat tidur ini menganggur aku memilih untuk menempatinya, ah dan ya tubuhku terasa sakit karena kau—" Lena tidak dapat melanjutkan perkataannya.
"Karena aku apa Lena?" Daren tersenyum menggoda.
"Karena kau menyetubuhiku secara kasar." Lena mengatakannya dengan suara pelan sambil menunduk.
Sialan. Pipinya terasa panas saat mengatakan itu.
"Tapi kau menikmatinya." kata Daren mantap.
Sebelum Lena membalas perkataanya itu. Daren dengan cepat menarik Lena untuk berdiri.
"Sudah, tidak perlu banyak alasan. Sekarang kau bersiap mandi, dan pakai pakaian ini." Daren memberikan shoping bag berisi pakaian pada Lena.
"Memangnya kenapa? Untuk apa aku memakai pakaian ini?"
Daren menggeleng lalu menarik bibir Lena membuatnya berhenti bicara seperti yang ia lakukan kemarin.
"Lakukan sekarang, jangan membantah, jangan banyak bertanya. Atau aku akan menyetubuhimu disini dengan kasar seperti malam itu lagi."
Perkataan itu membuat Lena segera melangkah pergi untuk mandi, mematuhi perintah Daren dengan cepat. Daren yang melihat itu menyeringai puas. Sekarang ia tahu bagaimana membuat wanita itu kalah telak darinya.
***
Lena keluar dari kamar Daren setelah memakai kemeja berwarna coach dan juga jeans yang sangat pas membalut tubuhnya. Melihat itu, Daren beranjak dan menarik Lena untuk menyamai langkahnya.
"Eh, kita mau kemana?" tanya Lena saat mengetahui Daren membawanya keluar dari apartemen ini.
"Berjalan-jalan." jawab Daren singkat.
Mata Lena berbinar senang. Pikirkan sesuatu untuk melarikan diri darinya Lena! Dewi batin Lena memperingatkan.
"Tapi jangan mencoba untuk berpikir lari dariku Lena." kata Daren seakan dapat membaca pikirannya.
Lena tak menjawab, ia hanya bisa memberenggut sambil terus memikirkan caranya. Ternyata, pria itu membawanya ke sebuah boutiq pakaian wanita. Daren terus menggenggam erat tangan Lena seakan tahu jika ia melepaskannya wanita ini memiliki seribu cara untuk melarikan diri darinya.
Pria itu memilih gaun berwarna ungu tua yang bermotif simple namun terlihat elegan.
"Coba kau pakai terlebih dahulu." kata Daren memberikan gaun itu tanpa persetujuan apapun dari Lena.
Mau tak mau Lena menurutinya. Ia berdecak kesal lalu masuk ke dalam kamar pas untuk memakai gaun ini. Mata Lena membulat ketika melihat harga yang cukup fantastis untuk gaun sesimple ini. Padahal ia bisa membuat design gaun yang lebih baik.
Hmm... Tiba-tiba ia merindukan pekerjaannya. Tapi Lena segera mengenyahkan pemikirannya ketika ia mengingat bagaimana atasannya memecat Lena secara tidak hormat.
Lihat saja, suatu saat akan kubangun boutiq ku sendiri dan akan kutunjukan pada mereka yang meremehkanku!
Gumam Lena bertekad. Ia lalu melihat bayangan dirinya sendiri di cermin dan mengernyit karena tanda kemerahan di sekitar lehernya belum hilang. Ia tidak mungkin keluar dalam keadaan seperti ini. Jadi ia memutuskan untuk memakai kembali pakaian sebelumnya.
Daren mengernyit saat menemukan Lena keluar dari kamar pas tanpa gaun yang ia pilih.
"Kenapa kau tak mencoba gaunnya?"
"Aku sudah mencobanya dan gaun itu pas di tubuhku, jika kau memang mau membelikannya untukku kau ambil saja gaun ini." jawab Lena cepat.
"Tapi aku ingin melihatnya!" Daren menyipitkan matanya tidak suka. Mendorong Lena kembali ke kamar pas untuk kembali memakai gaun itu.
"Aku sudah mencobanya!" omel Lena keras kepala.
"Pakai sekarang, di hadapanku, atau aku akan memperkosamu disini." ancam Daren.
Dengan kesal, Lena melucuti seluruh pakaiannya untuk kembali memakai gaun tersebut di hadapan Daren.Mendapat pemandangan seperti itu, Daren sama sekali tidak berkedip. Lena membuka pakaiannya bak penari e****s yang sedang menggodanya, dan tubuhnya yang penuh tanda kemerahan itu seperti mendamba untuk Daren sentuh lagi. Ia harus menahan hasratnya untuk tidak menikam wanita pembangkang ini sekarang.
"Sudah lihat kan? Kau sudah puas?" tanya Lena sarkas menyadarkan Darren dari lamunannya.
Daren tersenyum puas. Lalu keluar kamar pas itu tanpa kata sebelum ia kembali hilang kendali.
"Memangnya gaun ini untuk ku pakai di acara apa sih?" tanya Lena setelah mereka berdua keluar dari boutiq itu.
"Lihat saja nanti." jawab Daren santai.
"Kita akan mencari heels yang pas untukmu sekarang." lanjut Daren tanpa menatap ke arah Lena.
Lena cepat-cepat menggeleng. "Sebentar. A-ku ingin buang air kecil dulu sekarang, " rengek Lena menunjuk toilet terdekat.
"Baiklah, jangan lama-lama" Daren memperingatkan.
Sedikit terburu-buru Lena masuk ke dalam toilet itu. Ia menghela nafasnya panjang karena tiba-tiba merasa sangat gugup .
"Pikirkan caranya Lena! Pikirkan!"
Ia menggigit jarinya sambil terus berpikir.
"Ah!" Lena mendapatkan ide.
Saat seorang wanita dengan kacamata hitam masuk, Lena segera menghampiranya.
"Hai, aku tahu, aku ini orang asing. Tapi keadaannya sangat mendesak, aku sangat -sangat butuh pertolonganmu. Bisakah kau membantuku?" tanya Lena cepat pada wanita di hadapannya itu.
Sedikit bingung wanita itu mengangguk kaku."pertolongan apa? Memangnya kenapa?"
"Diluar sana, ada pria jahat yang mengincarku. Kumohon, pinjamkan aku pakaianmu. Aku bersumpah akan mengembalikannya setelah semuanya aman. Aku mohon bantu aku, karena kalau tidak aku bisa saja mati." kata Lena dengan wajah memelas sedikit mendramatis keadaan agar wanita itu percaya padanya.
Wanita itu mengiyakan walau masih tampak ragu.
"Oh demi tuhan, kau malaikat. Aku bersumpah aku berhutang sekali padamu." kata Lena lega.
Mereka berdua bertukar pakaian. Lena memakai kacamata hitam milik wanita itu dan menutup kepalanya dengan selendang tipis bercorak bunga.
"Terimakasih, sekali lagi terimakasih." kata Lena menjabat tangan wanita yang telah menolongnya itu
Dengan mantap ia keluar toilet ini, melewati Daren yang tengah menunggunya tanpa curiga. Saat merasa Daren tak menyadari penyamarannya, barulah Lena berlari cepat dengan senang. Ia lolos dengan mudah. Dan ia tak percaya itu. Lena hampir saja berteriak jika tidak menyadari bahwa Daren mungkin saja memperhatikannya dari belakang.
Sementara itu Daren yang tengah menunggu mulai kesal karena Lena tak kunjung juga keluar, ia sempat mengernyit ketika melihat wanita dengan kaca mata hitam keluar dari toilet tersebut. Rasanya begitu familiar hingga membuat Daren tersentak kaget.
Apakah itu?!
Cepat-cepat ia mendobrak masuk toilet wanita itu dan menemukan seseorang yang bukan Lena memakai pakaiannya. Wanita itu berteriak dan melempar Daren dengan tas nya. Ia menggeram lalu keluar dari kamar mandi tersebut dan menengok ke arah Lena keluar tadi. Sayangnya, ia sudah tidak terlihat lagi...
tbc