Bab 2, Pembunuhan Anak SMA

1218 Words
Sebuah kamar di lantai kesekian sebuah gedung, dengan jendela terbuka, semilir angin masuk melalui jendela kamar itu. Dingin, teduh, dan menyenangkan. suara jendela yang terbuka dan tertutup karena angin, terdengar. Suara ayam berkokok terdengar sesekali, pertanda waktu telah menunjukan tengah malam. Sebuah layar komputer memperlihatkan sebuah logaritma, huruf, serta bug yang tidak biasa di sebuah layar komputer. Sebuah gambar timbul tenggelam terjadi di layar itu sendiri, potongan tubuh, baik kaki, tangan, pegelangan tangan, maupun reka adengan lainnya, desain visual berwarna hitam, berpadu hijau dan warna merah seperti percikan darah. Seorang gadis terlihat tengah tertidur, tidak menyadari jika komputer miliknya tiba-tiba hidup dengan sendirinya, hingga sebuah suara membuatnya terkejut. Sekelebat bayangan hitam terlihat, memakai jubah berwarna hitam, seperti pengambaran malaikat maut, pencabut nyawa di flem-flem, mengunakan topeng kerangka. Dari balik topengnya dia tersenyum, melihat gadis yang tidur. Sebilah pisau terlihat tengah di angkatnya sejajar dengan kepalanya, putih, tajam, memiliki sisi belakang bergerigi. Sekali ayunan, membuat bayangan darah terciptar di dinding, dengan tubuh gadis yang terangkat ke atas, karena tusukan yang tiba-tiba. Urgh... Menjadi satu kata yang keluar dari mulut gadis itu. Orang bertopeng dan berjubah itu, mundur ke belakang, dan menghilang di kegelapan. Pesan masuk ke sebuah ponsel seorang pria, yang baru saja keluar dari pintu keluar bandara, pakaian santai, celana jeans, baju kaos, serta kemeja panjang yang di ikatnya di pinggang, tidak lupa kacamata hitam tengah di pakainya. Suasana riuh penumpang baru sampai, ataupun para penunggu membuat keadaan bandara Internasional Seokarno Hatta, tidak pernah sepi. Jarak beberapa meter dari terlihat seorang pria bertubuh kekar, tidak ada yang berani berdekatan dengannya, tengah memegang sebuah kardus. Benua tengah melirik kiri dan kanan mencari pria yang datang menjemputnya seperti yang di katakan oleh atasannya. "Oh itu pasti dia!" kata pria itu sambil melangkah ke arah Benua. “Raden Benua Evanto?” tanyanya. Benua melirik ke arah asal suara itu. “Iya benar. siapa?” “Hormat!” pria itu memberi hormat pada Benua membuat beberapa pengunjung di sana melihat ke arah mereka. “Namaku Dareen David,” kata pria itu. “Anak baru ya.” kata Raden. “Iya, aku masuk saat anda pergi pelatihan.” kata Dareen. “Begitu rupanya,” kata Raden termangun-mangun. “Ah ini.” kata Dareen sambil mengeluarkan sesuatu, dengan begitu entengnya di depan banyak orang, sebuah pistol P30, serta sebuah kartu pengenal, dan juga radio. Petugas keamanan yang melihat mereka segera menghampiri karena membawa senjata api. “Kami polisi...” kata Benua memperlihatkan kartu pengenalnya. Kali ini mereka lolos, karena keteledoran Dareen yang memberikan senjata padanya, di tempat umum. “Lain kali mohon kondisikan untuk mengeluarkan senjata di tempat umum.” kata petugas itu. Benua hanya menganggukkan kepalanya, sedangkan Dareen meminta maaf karena di sangka preman. "Kapten menyampaikan permintaa maaf, kedatanganmu disambut dengan kasus," kata Dareen yang menjemputnya sambil membawa koper Benua. "Ada Kasus?" tanya Benua, sambil menyimpan senjatanya dengan baik. “Jelaskan TKPnya,” kata Benua sambil memasang radio ke telinganya. "Pembunuhan seorang anak SMA," kata Dareen. “Lokasinya di Apartement Elit Kamayoran, Grand Place!” kata Dareen lagi. “Kondisi Mayat?” tanya Benua. “Aku belum mendapatkan informasi, karena tim baru saja ke TKP,” kata Dareen. "Jangan ada yang menyentuh TKP sampai aku datang," kata Benua sambil bergegas menuju Mobil. Dareen melihat pria yang di jemputnya dari belakang, tidak pernah respek dengan mereka yang berada di sekitarnya, bahkan tidak bertanya banyak hal. Seperti julukannya selama ini, tidak punya perasaan. “Daffin.. ini gue...” kata Benua baru saja memasang radio miliknya di telinganya, namun dia berbicara melalui telfon genggamnya. “Manusia Es... Rindu bro..." kata sebuah suara sahutan gembira dari seberang telfon. “Gue akan mengirimkan sebuah foto, Lo pasti tahu tentang pembunuhan yang baru saja terjadi...” kata Benua tidak membalas, setelah itu langsung mematikan ponselnya. Di seberang telfon, pria yang di panggil Daffin itu mengumpat. “Sialan... pria itu dari dulu tidak berubah...” umpat Daffin. Dareen tengah menyetir di jalanan jakarta, sambil fokus dengan apa yang dia lakukan itu. “Berkas kasusnya?” tanya Benua. “Kursi belakang.” jawab Dareen sambil melirik ke arah belakang. Bugh! Benua memukul pria itu, “Jangan menengok, fokus menyetir.” kata Benua yang telah mengambil berkas dan mengunakan berkas itu untuk memukul Dareen. Benua dengan seksama memeriksa berkas-berkas kasus itu. Sebuah suara dari radio milik Benua terdengar. “Tidak ada CCtv di dalam ruangan tersebut,” kata Galen Ivander. “Periksa semua CCtv pintu masuk, plat mobil yang datang. Para tamu yang menginap! Semua, cari tahu!” kata Benua memerintah pada Galen. “Baru sampai memerintah.” gerutu Galen. “Lo, mau gue kirim ke Pasantren?” tanya Benua mengancam anak itu. “Iya... Iya.. reseh banget, baru juga kembali ke Indonesia...” kata Galen sambil mengembungkan pipinya. “Berapa lama lagi kita akan sampai...” “Tiga menit lagi,” kata Dareen sambil menambah kecepatan mobil, dan juga menaruh sirene di atas mobil agar mereka di beri jalan. Beberapa mobil di depan mereka mulai membuka jalan, mempersilahkan mobil yang di naiki oleh Benua melaju tanpa ada halangan, suara sirene beriringan dengan mobil jenazah. “Ngebut. Sebelum mereka membawa jenazah ke rumah sakit.” kata Benua dengan tegas. Dareen hanya mengikuti perintah dari pria itu, tidak membutuhkan waktu lama untuk mereka sampai ke arpartement yang di tuju. Begitu banyak masyarakat yang berkerumun di tempat itu. Lebih banyak ibu-ibu yang penasaran dengan apa yang terjadi. Bahkan Benua pun kesulitan untuk masuk ke dalam TKP, untung saja dia bersama dengan Dareen, pria bertubuh sangar itu yang membuka jalan untuknya. Dareen masuk, bersama dengan Benua sambil memperlihatkan tanda pengenalnya. Sebuah rumah yang cukup Elite untuk seorang anak SMA, tapi tidak jika keluarga mereka berpenghasilan tinggi. Di lengkapi dengan Furniture yang cukup mahal, sebuah serang terlihat tengah tergantung di sebuah dinding. Seorang anak remaja berusia 17 tahun, tengah berdiri masih mengunakan pakaian yang sama dengan baju seragam yang tergantung di dinding itu. Seragam anak SMA swasta di Jakarta. Paras tampan, tinggi, sepatunya terlihat begitu mahal, karena mereknya. Tangannya tengah memegang dagu miliknya, dia tengah berpikir sambil mengamati TKP. Bagi polisi yang mengenalnya mengizinkannya untuk masuk ke dalam TKP, karena wajahnya tidak asing, selama setahun dia membantu Benua dalam memecahkan kasus-kasus rumit. Galen Ivander, anak remaja terpintar. Tidak ada tanda-tanda perkelahian, pemberontakan, ataupun pemerkosaan yang terlihat di sana. Bersih, dan tertata rapi semua barang. Darah terlihat di lantai, menetes dari selimut, dan seprei ranjang milik seorang anak gadis tengah tertidur dengan luka tusukan di kerongkongan, pisau masih tertanam di leher milik gadis itu. Tangannya, mencengkram selimut yang dipakainya dengan kuat seakan dia tengah mengatakan tidak ada pemberontakan dengan menahan kesakitan sambil nyawanya terpisah dari tubuh. Matanya masih terbuka dan membulat ditambah mulutnya yang menganga. “Hhm. Kasian banget sih lo harus mati dengan tragis seperti ini,” kata Galen sambil mengusap wajah gadis itu agar membuat matanya tertutup. “Udah gue bilang berkali-kali, kalau datang ke TKP pakai sarung tangan buat nyentuh mayat,” sebuah suara mengejutkannya. Benua yang baru saja masuk ketika melihat anak itu, menyentuh tanpa mengunakan kaos tangan langsung memarahi anak remaja itu, sambil dia memakai kaos tangan Latex yang di berikan oleh Tim Forensik padanya. “Astagfirullah! Sialan lo manusia kulkas.” kata anak itu, setelah beristigfar, malah mengumpat, dan mengatai Benua dengan manusia kulkas, Dareen yang mendengar itu, menahan tawanya termasuk beberapa tim forensik yang bertugas menangani kasus itu. . Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD