Prolog
"Yang mulia, dia datang lagi." Bisik pelayan disamping Felipe.
Seorang gadis berwajah bulat penuh bintik perlahan muncul dipintu dengan ekspresi malu-malu. Ditangannya ada sebuah kotak makan kayu yang indah.
Gadis itu tetap dipintu karena tak ada yang menyuruhnya masuk. Dia menatap pelayan disamping Felipe penuh harap, berharap pelayan itu akan menyambutnya dan membiarkannya masuk menemui pangeran Felipe.
"Dia sepertinya tidak menyerah. Apa yang dibawanya kali ini?" Tanya Brian yang duduk disamping Felipe.
Pria tampan dengan wajah lembut itu mendengus sedikit, menyembunyikan perasaan jijik di sudut matanya.
"Yang Mulia, aku membawakan kue buah kesukaan mu. Aku membuatnya sendiri." Eleonor perlahan melangkah masuk, tak peduli lagi dengan etika.
Namun belum jauh dia melangkah masuk seseorang mendorong dan menjegal kakinya hingga dia jatuh terjerebab di hadapan Pangeran Felipe.
Semua orang tercengang.
"Yang Mulia, saudaraku bertindak bodoh lagi. Aku minta maaf atas namanya." Angela muncul dengan wajah tertunduk penuh rasa bersalah.
Tanpa menunggu jawaban dia menarik Eleonor keluar ruangan itu.
"Angela, tunggu. Aku hanya ingin memberikan kue buatanku ini pada Yang Mulia. Aku tidak berniat mengganggunya." Mata Eleonor tiba-tiba berkaca-kaca.
Felipe melihat itu sambil menyesap anggurnya tanpa tanggapan apapun. Seolah dia sedang menonton pertunjukan bodoh.
"Eleonor, berhenti bersikap norak. Kamu bahkan sengaja belajar membuat kue-kue ini di dapur. Aku tau rasanya buruk. Jangan membuat yang mulia marah." Bantah Angela.
"Angela, aku sudah mengoreksi rasanya. Ini lebih baik." Eleonor masih bersikeras.
Dia berdiri dan membersihkan pakaiannya yang berwarna kuning cerah. Ketika dia bergerak, seluruh gelang dan kalung emas di tubuhnya menimbulkan bunyi gemerincing seperti lonceng kecil.
Dia mengenakan banyak perhiasan sebelum kemari dan bibi Theresia membantunya berhias. Pemerah pipinya tampak berwarna lebih merah dari tomat. Sangat kontras dengan kulitnya yang putih.
Secara keseluruhan dandanannya tampak seperti badut. Eleonor selalu seperti ini jika keluar kastil.
"Ayo kembali. Lihat! Yang mulia tidak mengatakan apapun bahkan membiarkanmu masuk. Hmmpf..." Angela segera menutup hidungnya.
"Parfum apa yang kamu pakai? Mengapa wanginya seperti wangi wanita dari rumah bordil?" Angela bergerak menjauh.
Mendengar itu, wajah Eleonor semakin memerah. Air matanya mengalir deras membuat pemerah pipi dan bedaknya luncur. Riasannya sangat berantakan. Dia tampak seperti boneka poplin yang berlumuran darah.
"Amalia bilang..." Eleonor menangis tersedu-sedu ketika Amalia muncul dipintu dan memotong ucapannya.
"Kamu yang memilih sendiri aroma ini, mengapa aku yang harus disalahkan? Pangeran, tolong jangan dimasukkan ke dalam hati. Eleonor perlu belajar etika lagi. Dia selalu membolos ketika kami bertemu guru etiket. Itu sebabnya dia jadi gadis liar." Amalia tidak menahan perkataannya sedikitpun.
Eleonor menunduk sambil terus menangis. Dia merasa setiap bertemu pangeran Felipe, harinya sungguh sial. Namun hari ini benar-benar menyedihkan.
Tidak mungkin pangeran Felip akan menyukainya setelah kejadian ini.
"Eleonor, berhenti menangis. Ayo pulang." Angela mendekat dan membantunya berdiri.
"Jangan mempermalukan dirimu lagi seperti ini. Tak ada pria di ibukota yang menyukai gadis bodoh dan norak seperti ini." Cibir Amalia dengan ekspresi jengkel.
Eleonor perlahan bangkit. Dia melirik kotak kayu yang terlempar disudut dan segera maju untuk mengambilnya. Eleonor meletakkan kotak bekal itu beserta selembar saputangan di atas meja dihadapan pangeran Felipe.
"Yang mulia. Aku sudah berusaha keras. Semoga anda menyukainya. Mohon diterima."
Semua orang terkejut.
Dia masih berusaha keras! Dasar tidak tahu malu!
Eleonor segera berbalik sebelum semua orang bereaksi. Dia melangkah keluar dengan wajah berantakan. Semua pengunjung di restoran mewah ibukota itu melihat penampilannya membuat seluruh ibukota punya gosip baru yang menarik untuk di bicarakan.
Seorang pria bermantel ungu di sudut kamar pribadi lainnya menatap tajam ke sekelompok gadis yang lewat itu. Alisnya yang tampan setajam pedang sedikit berkerut.
"Aku belum pernah bertemu dengan gadis sebodoh itu." Gumam pria muda lain di sebelahnya.
Mata mereka melekat pada gadis bergsun kuning emas dengan wajah berantakan. Beberapa gadis lain mengikutinya di belakang.
"Apa yang dia lakukan?" Tanya pria muda berpakaian ungu gelap itu.
Temannya mencibir.
"Tidak kah kamu lihat mereka keluar dari ruangan pribadi Pangeran Felipe?"
Mendengar ucapan temannya, alis pemuda tampan itu semakin berkerut namun dia tidak menanggapi. Matanya yang coklat menatap tajam kearah Eleonor yang hampir mencapai pintu.
Semua pengunjung mulai gaduh dan bergosip. Namun Eleonor sepertinya tidak peduli.
"Kamu selalu melakukan hal-hal bodoh di depan yang mulia Pangeran Felipe. Aku sudah mengingatkamu berkali-kali. Kami bisa menvoba cara lain." Angela yang berjalan di belakang berusaha menghibur namun sebenarnya lebih tepat mengatakan dia sedang menambahkan bahan bakar ke api.
Suaranya tidak besar, namun orang-orang bisa mendengar dengan jelas. Itu seolah mengkonfirmasi apa yang terjadi di ruangan pribadi itu.
Gelombang gosip lainnya mulai pecah. Para pengunjung yang sebagian besar adalah pria dan gadis bangsawan serta kaya diibukota mulai berbisik'bisik lagi.
Sementara Eleonor tidak menanggapi. Dia terus berjalan menuju kereta dengan wajah tertunduk.
Tiba-tiba sudut mulut pria berpakaian ungu itu melengkung membentuk senyuman menawan.
"Kamu tertarik pada Angela atau Amalia?" Tanya temannya. Pria tampan itu masih tersenyum.
"Gadis yang berpakaian Emas itu." Lanjutnya pelan.
Mendengar itu temannya tersentak kaget.
"Apa? Jangan bilang kamu tertarik padanya?"