bc

HTS (Hubungan Tanpa Status)

book_age12+
643
FOLLOW
3.7K
READ
submissive
goodgirl
aloof
student
sweet
bxg
highschool
first love
school
friends with benefits
like
intro-logo
Blurb

“Kita putus,” ucap cowok yang berdiri di depan Larasita.

Gadis itu mendengarnya dengan seksama, tapi dia tak terkejut ataupun marah. Larasita tersenyum, mengangguk dan kemudian berbalik pergi, meninggalkan William yang ternganga melihat reaksinya.

Kenapa bisa? Seharusnya Larasita marah padanya, dia mengajak pacaran tapi hanya bertahan dua minggu saja?!

Seharusnya Larasita menangis, memohon untuk tidak diputuskan bukan?

William, si cowok dingin yang tiba-tiba blingsatan saat cewek bernama Larasita tidak pernah bersikap seperti yang diprediksikan olehnya.

chap-preview
Free preview
Jadi Pacar Gue?
“Lo mau jadi pacar gue?” Satu kalimat yang sakral terucap dari bibir pria yang kini tengah berada di hadapannya membuat Larasita diam membeku.  Diam. Satu kata yang menggambarkan keadaan saat ini. Bingung, satu perasaan yang sedang terpatri sekarang ini. Tidak ada suara lain selain mata coklat milik gadis bernama Larasita yang menatap heran pada sosok remaja yang berada di hadapannya, William. Remaja yang berusia 18 tahun, setahun lebih tua dari Larasita. Namun, masih satu angkatan di sekolah.   “Lo mau jadi pacar gue?” Kedua kalinya pria bermata sipit keturunan Tionghoa - Peranakan itu kembali bertanya. “Ma--maksudnya?” Gadis dengan kacamata bingkai kotak yang menggambarkan sikap kakunya itu mencicit dengan pertanyaan William. “Ck!” William berdecak sebal. Selain gadis itu pendiam, kaku, alias memiliki sifat introvert parah. Dia juga menderita otak lemot. “Iya, jadi pacar gue. Gue suka sama lo. Itu maksudnya.”   Deg! Jantungnya seperti dihantam pukulan palu yang terayun kencang sampai membuatnya siap mendobrak rongga dadanya. Namun, Larasita berusaha untuk tidak menampakkannya dengan ekspresi wajahnya. Dia benar-benar menampilkan raut wajahnya yang super datar seperti biasanya. “Ck! Kelamaan nunggu lo jawab. Diam berarti iya. Mulai besok, gue akan antar jemput lo.” Keputusan final sudah dibuat oleh William begitu saja. Dia melenggang pergi dengan Larasita yang masih menatapnya bingung. Namun, akhirnya sambil memeluk buku tebalnya, Larasita kembali berjalan ke kelasnya. ***   Prak! Byur! Satu guyuran air saat membuka pintu kelas membuat Larasita basah dengan air kotor bekas pel yang didapatkan dari OB. Suara tawa menggema, menyaksikan bagaimana seorang Larasita menderita. Namun, gadis itu sudah mental baja. Dia berbalik, urung masuk kelas dan segera menuju toilet paling jauh. Toilet yang jarang digunakan oleh siswa dan siswi lainnya dan terbengkalai. Larasita segera berusaha membersihkan rambutnya, membilasnya dengan air dan juga mengambil handuk kecil yang selalu dibawanya untuk membersihkan noda di seragam putihnya meskipun berakhir tak hilang seluruhnya.   Larasita keluar dari persembunyiannya. Dia cuek, tak merasa terganggu dengan tatapan dari para siswa yang kebetulan berpapasan dengannya. Gadis itu memilih masuk ke kelas, lalu duduk di kursi paling ujung di garda terdepan. Garda yang memang biasanya untuk orang pintar dan ambisius yang tak akan takut jika dipanggil oleh guru sekali pun.   “Ya Tuhan! Apa yang terjadi Laras?!” Guru muda yang sudah memasuki kelas terkejut mendapati Larasita yang sudah tak berbentuk. Larasita meringis, dia tak mungkin menjawab kalau dia mengalami perundungan oleh siswa lainnya. Yang ada dia akan tambah dirundung. Guru muda itu memandangi seluruh isi kelas yang diam dan tak peduli. Akhirnya dia menghampiri Larasita. “Gantilah bajumu, di ruang guru, di meja Ibu ada kaus panjang. Nanti masuk angin,” sarannya.   Larasita segera keluar dari ruangan itu. Dia tak tahu, kalau William mengikutinya dari belakang. William bertanya-tanya, kali ini apa lagi yang didapatkan gadis itu sampai basah kuyup begitu? Namun, dia hanyalah seorang pacar yang baru saja meresmikan hubungannya. Hubungan yang tersembunyi dan orang tertentu saja yang tahu.   Larasita sudah berganti pakaian. Dia kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran dengan khidmat. Menjadi siswa pintar memang tak selalu menyenangkan terutama saat pintar dan tak mau memberi contekan. Alamat menjadi bulan-bulanan. Itu yang terjadi pada Larasita.   dia dimutasi alias dipindahkan ke sekolah mewah dengan embel-embel beasiswa usai dirinya memenangkan kontes essay di kelas 10, sekarang sudah kelas 12. menjadi siswa miskin yang mendapatkan gelar beasiswa bukanlah sebuah kebanggaan di sekolah ini. Larasita, yang berjuang keras karena kehidupannya pun bertambah beban saat Ibunya merasa bahagia begitu dia mendapatkan tawaran pindah sekolah gratis. Tak semuanya akan dibiayai dari beasiswa. Beberapa keperluan di sekolah harus dia baya sendiri, mau tak mau setiap harinya Larasita memikirkan cara bertahan, berprestasi di sekolah dan mendapatkan uang tambahan demi membiayai dana kekurangannya.   Larasita segera keluar dari sekolah, menuju halte untuk menaiki Kopaja. Dia harus segera pulang demi berganti pakaian dan pergi bekerja paruh waktu, menjaga toko butik. Tanpa Larasita sadari, dua orang siswi mengikutinya diam-diam sampai di gerbang. Begitu keluar dari area sekolah satu langkah, dua siswi itu menghadangnya. Clarisa dan Kelly berdiri di hadapannya sambil bersedekap arogan. “Heh, cewek miskin! Lo masih betah aja sekolah di sini? Kapan lo keluarnya hah?!” seru Clarisa sambil menertawakan penampilan Larasita. Rambut hitam lurus yang kusut, kacamata yang satu tahun tak pernah ganti dan terbilang murah dan sepatu hitam merk universal yang biasa dipakai oleh siswa dan siswi sekolah negeri yang setahun tak akan diganti jika tak rusak. Penampilan itu selalu menjadi satu ciri khas seorang Larasita. Larasita hanya diam, tak menjawab dan tak menanggapi. Satu toyoran dari telunjuk lentik milik Clarisa pun mengenai dahi Larasita sampai kepalanya ikut miring, terombang-ambing.   Grep! Keduanya bersiap melemparkan satu rundungan lagi, tapi tangan Clarisa sudah dicekal oleh seseorang. William lebih tepatnya. “Masalah lo sama Sita apa sampe bully dia?” Suara dingin datar menyergap, membuat Larasita yang diam ikut waspada. “Eh, Will? Lo ngapain? Bisa lo lepasin tangan lo? Gue masih mau--” “Sita pacar gue! Berani lo sentuh dia walau cuma seujung kuku cantik lo itu, gue bisa buat lo didepak dari sekolah.”   Deg! Larasita pucat mendengarnya, alamat dia akan mendapatkan masalah lain setelah ini. Dia tak pernah tahu kalau William akan berani mengakuinya sebagai pacar. Dia bahkan tak yakin saat William kemarin bertanya kepadanya.   Kedua siswi di depannya itu bahkan sudah pucat, segera pergi menyingkir begitu mendapati tatapan tajam dari mata pekat William. Tubuh William yang menjulang tinggi semakin dominan, menunjukkan kuasanya. Dia berbalik, menatap intens Larasita yang menunduk, menyembunyikan wajahnya saat ini. William berdecak kesal memandangi gadis yang berdiri di depannya. “Ck! Lo bukannya lawan kalau ada yang bully, kenapa diam aja?!” geramnya pada gadis dengan wajah kumal dan tak tersentuh skincare atau make up sedikit pun itu.   “Terima kasih, saya pergi dulu.” William hampir saja menjatuhkan rahangnya, bibirnya terbuka sedikit saat mendengar ucapan baku dari bibir Larasita. Yang benar saja, dia baru menolongnya dan Larasita hanya bersikap biasa saja? Tidak ada wajah malu-malu karena dia sudah menjadi pangeran berkudanya. Gadis itu malah melipir, berjalan melewati William begitu saja. Lantas menyetop satu angkutan umum yang berhenti di depannya. Tepat pada waktunya.   “Sial.” William hanya bisa memijat keningnya, frustrasi. Gadis itu sudah pendiam sekarang malah jadi super cuek. Dia seolah sedang dipermainkan oleh Larasita. Si gadis introvert yang baru saja menjadi pacarnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

DENTA

read
17.1K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.9K
bc

Head Over Heels

read
15.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook