9. Fakta

1537 Words
Ayudia menempati meja di belakang meja Fariz dan Belinda, lalu duduk membelakangi mereka. Tidak lupa dia juga memberitahu Sarah jika ia akan sangat terlambat. “Benar-benar sial! Usahaku makin menurun, Sayang. Untunglah aku punya banyak harta peninggalan ayah, jadi kita nggak bakal kekurangan,” ucap Fariz pada Belinda. “Minta bantuan sama saudara kembar kamu saja,” balas Belinda. “Aku sebenarnya gengsi, tapi bakal aku coba.” “Heran si Faisal itu bisa bangkit dan bangun perusahaan sendiri setelah diusir dari rumah dan perusahaan ayah kalian.” “Benar, padahal kita sudah capek membuat rencana agar dia berpisah dari istri dan salah satu putrinya sehingga si Faisal yang sombong itu diusir oleh Ayah, berharap dia jadi gelandangan, tapi ternyata Faisal tidak bodoh, dia berhasil menjilat keluarga orang kaya seperti keluarga Purnama, akhirnya ia bisa membangun perusahaan sendiri dan itu maju pesat sampai sekarang. Benar-benar beruntung.” Ungkapan Fariz ini terdengar jelas di telinga Ayudia. Matanya sudah mulai berkaca-kaca mendengar fakta suaminya diusir dari rumah dan dari perusahaan. Bagaimana nasib suami dan putrinya saat itu? Tapi, Ayudia merasa bersyukur karena suaminya sekarang sudah jadi orang yang sukses. “Oh, iya bagaimana kabar istrinya? Apa mereka pernah bertemu?” tanya Belinda kepada Fariz. “Sepertinya tidak, apalagi si Ayu dengan bodohnya menuliskan surat kalau dia tidak mencintai Faisal. Aku manfaatkan itu dengan bilang ke Faisal kalau Ayu pergi dengan lelaki yang ia cintai. Jadi, Faisal tidak pernah mencari Ayu. Setidaknya Faisal belum bisa bahagia sepenuhnya, ia akan terus dihantui rasa kehilangan istri dan salah satu putrinya.” “Iya si Ayu itu benar-benar bodoh percaya dengan aku yang berciuman dengan suaminya padahal itu 'kan kamu, Sayang. Dia langsung saja melarikan diri tanpa menanyakan dulu. Padahal suaminya saja sedang mengerjakan tugas kamu di luar kota.” “Itu juga bukan salah kita kalau di bodoh. Aku 'kan lagi cosplay jadi Faisal lalu ciuman sama kamu. Hahahaha ....” Fariz dan Belinda pun menertawakan kebodohan Ayudia. “Ayah kalian juga bodoh percaya kalau Faisal selingkuh lalu mengusir dia dan semua harta warisan jatuh ke kamu.” “Ya, ya. Tua Bangka itu memang bodoh.” Ayudia mengepalkan tangannya air matanya sudah mengalir dari pelupuk mata. Benar, dia memang bodoh! Tetapi kenapa Fariz tega melakukan itu kepada saudara kembarnya. Pasti suaminya dan Sinta, putrinya sangat menderita saat dia dan Santi meninggalkan mereka apalagi keduanya diusir. Tunggu, kalau suaminya bekerja bagaimana dengan Sinta? Saat itu bahkan ia baru berusia tiga bulan. Dulu di rumahnya ada ART yang Ayudia kenal baik dan bisa mengurus bayi, Ayudia juga selama di rumah dibantu oleh mereka dan Ayudia pikir ART yang ia kenal itu akan mengurus putrinya jika Belinda yang dia pikir sebagai ibu tiri Sinta tidak mau mengurus Sinta. Namun, apa yang ia dengar sekarang menyakiti hatinya apa Sinta putri pertamanya tumbuh dengan baik? Sinta bahkan tidak mendapat kasih sayang seorang ibu dari usia tiga bulan. Dia ibu yang bodoh tidak mencari tahu semua ini hingga 21 tahun berlalu. Pantas saja mendiang bundanya yaitu Fitri sempat mengatakan kalau saat suaminya mengambil Sinta dari rumah Fitri, suaminya itu tampak sangat sedih dan kecewa. Fitri yang ingin marah-marah kepada Faisal mengurungkan niatnya dan memutuskan hanya diam. Setelah itu Fitri tinggal di desa bersama Ayudia dan Santi. Kenapa ia tak percaya, jika Mas Faisal saat itu benar-benar sedih dan kecewa? Apa kalau dia minta maaf sekarang suami dan putrinya akan memaafkannya? Bagaimana kalau Sinta sangat membencinya karena menganggap dia ibu yang tidak bertanggung jawab? Apalagi Fariz mengatakan kalau dia pergi dengan lelaki lain. Bagaimana tanggapan Sinta dan Santi setelah tahu mereka kembar dan bunda merekalah yang memisahkan mereka? Putri kembarnya pasti akan marah dan mungkin membencinya. Karena terhanyut dalam pikirannya sendiri Ayudia tidak sadar jika Fariz dan Belinda sudah pergi dari tempat itu. Ayudia memutuskan untuk mencari suaminya dan sang putri bagaimanapun risikonya. Namun, harus mulai dari mana, dia bahkan tidak tahu apa-apa tentang Ibu kota. Dia benar-benar menutup diri dari kota selama 21 tahun. Ini saja ia ke kota karena tidak enak pada sahabatnya. Dia mengambil ponsel miliknya lalu menekan nomor seseorang. “Halo, Doni?” “Iya, Mbak, kenapa?” “Kamu bisa tidak tolong bantu Mbak buat cari tau tentang Mas Faisal dan Sinta. Kamu 'kan punya banyak kenalan di kota.” “Ada apa memangnya, Mbak? Bukankah selama ini Mbak memang ingin menghilang dari mereka?” “Mbak tidak bisa cerita lewat telepon, yang jelas Mbak sudah salah paham dan semua ini karena kebodohan Mbak.” “Baiklah aku akan bantu cari mereka secepatnya.” “Terima kasih, Doni.” Panggilan telepon kemudian ditutup. *** Ayudia melangkah lunglai masuk ke dalam rumah besar di hadapannya, itu adalah rumah Sarah. Hari sudah sore sekarang, untunglah sepertinya Sarah tidak marah jika dia datang terlambat. Namun, saat Ayudia masuk tampak keributan di rumah itu, seorang yang Ayudia yakini sebagai pelayan sedang dipukuli oleh seorang wanita yang ia yakini lebih tua sedikit darinya, lalu ada Sarah yang ikut melerai wanita itu dan akhirnya juga terkena pukulannya. Ayudia tidak terima apalagi Sarah juga ikut terkena pukulan. Sarah wanita yang lebih tua hampir 10 tahun dari Ayudia itu tersungkur ke lantai. Ayudia yakin wanita yang memukul itu adalah istri kedua Rudi yang bernama Clara. Benar-benar tidak sopan pikir Ayudia. Ketika tangan Clara akan memukul lagi, tangan wanita itu digenggam erat oleh Ayudia dan Clara didorong oleh Ayudia hingga jatuh tersungkur. Ayudia walau tidak sehebat putri kembarnya dia masih bisa melawan satu wanita ular seperti Clara. Ayudia membangunkan Sarah dan juga pelayan itu. “Mbak Sarah tidak apa-apa? Apa ada yang terluka?” tanya Ayudia cemas. “Ayu kamu sudah datang, Mbak tidak apa-apa,” jawab Sarah. “Kamu juga tidak apa-apa, Nak?” tanya Ayudia lagi kepada seorang pelayan yang mungkin seumur putrinya. “Tidak apa-apa, Nyonya.” “Jangan panggil Nyonya panggil Bunda saja. Kamu sepertinya seumuran putri saya.” “Bolehkah?” tanya pelayan itu. Ayudia mengangguk. “Baik, Bunda.” “Siapa kamu?! Berani-beraninya mendorong saya!!!” Suara bentakan Clara menginterupsi percakapan tiga orang itu. “Saya Ayudia sahabat Mbak Sarah. Saya mendorong Anda karena perilaku Anda yang tidak sopan kepada Mbak Sarah.” “Ayudia orang kampung yang ingin menjadi besan keluarga ini. Pantas saja sok baik di hadapan Kak Sarah. Ujung-ujungnya pasti ingin uang. Dasar orang rendahan! Putri Anda juga pasti rendahan!” hina Clara. Ayudia ingin memukul mulut Clara. Namun, dicegah oleh Sarah. Dia mengajak Ayudia dan pelayan itu untuk pergi dari sana ke kamarnya. Ayudia memasuki kamar Sarah, di sana ada dua balita cantik yang Ayudia yakini satu adalah Nesya, tapi yang lebih kecil lagi siapa? “Itu putri saya, Bunda.” ucap pelayan yang ikut masuk ke dalam kamar Sarah. “Kamu umur berapa, Nak? Putri kamu umur berapa?” tanya Ayudia penasaran. “Saya umur 21. Putri saya sudah 2 tahun namanya Tasha, Bunda.” Ayudia kaget pelayan itu hampir sama dengannya dulu. Padahal jaman sekarang sudah jarang yang menikah muda. “Nama kamu siapa, Nak?” “Nama saya Marsha.” Ya, pelayan itu ternyata Marsha. “Marsha, kalau suami kamu di mana?" Marsha terdiam. Tentu dia tidak bisa menjawabnya. “Ayu, Mbak sudah lapar,” ungkap Sarah mengalihkan pembicaraan. “Astaga, apa Mbak belum makan sejak siang?” Sarah hanya mengangguk. “Jadi mau makan di mana, Mbak?” tanya Ayudia yang masih terus memegangi rantang. “Di ruang keluarga saja. Marsha siapkan piring dan gelas dibawa ke sana ya.” Akhirnya mereka pergi ke ruang keluarga membawa balita yang berusia 3 dan 2 tahun itu. *** “Marsha kasihan ya Mbak padahal masih muda,” ucap Ayudia yang mengetahui Marsha yang hamil di luar nikah dan diusir keluarganya. Baru setahun Marsha bekerja di sana. Sarah juga sayang dengan Marsha awalnya mau dia jodohkan dengan Devan, tapi Marsha memohon agar jangan menjodohkan dia dengan siapa pun. Akhirnya Sarah menyetujui itu. Sarah kemudian bertemu dengan Ayudia setelah 21 tahun lamanya dan ketika dia mengetahui Ayudia memiliki seorang putri ia jadi berniat menjodohkannya kepada Devan apalagi melihat Santi sangat baik dan sopan. “Iya Ayu, tapi saya bersyukur dia masih betah kerja di sini. Pelayan saya yang dulu tidak betah karena terus diganggu oleh Clara ataupun ada juga yang menjadi pihak Clara. Marsha mengatakan tidak akan mengkhianati saya, cukup sekali dia mengkhianati seseorang dan itu jadi karma baginya.” “Kenapa Mbak tidak pergi saja dari rumah ini?” “Saya sangat mencintai suami saya dan masih berharap dia akan kembali seperti dulu.” “Mbak wanita yang hebat.” Ayudia jadi merasa sangat kecil jika dibandingkan dengan Sarah. Dia bahkan langsung meninggalkan suami dan sang putri tanpa menunggu sedikit pun. Coba dia sedikit menunggu maka perpisahan tidak akan terjadi di antara mereka. Apa suaminya akan mau menerimanya lagi? Ayudia kemudian bergegas pulang ke rumah karena hari sudah semakin sore. Sebenarnya ada perasaan enggan membiarkan Santi nanti tinggal di keluarga ini. Benar! Putrinya secara fisik sangat kuat, tapi hatinya lembut dan rapuh bagaimana jika Santi dihina oleh keluarga ini. Namun, dia tidak enak dengan Sarah, beliau pernah membiayai sekolahnya saat SMA dulu. Padahal saat itu mereka baru kenal karena Sarah adalah pelanggan di warung makan Bunda Fitri. Dari situlah Ayudia yang berusia 15 tahun dan Sarah yang berusia 25 tahun menjadi dekat. Kemudian, keduanya tidak pernah bertemu lagi setelah Ayudia menikah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD