13. Kebersamaan 2

1476 Words
Hari itu hujan lebat mengguyur Ibu kota. Faisal dan Ayudia sedang di perjalanan pulang setelah selesai memeriksa kandungan di rumah sakit. “Senang ya Mas, anak kita kembar perempuan sesuai harapan Mas?” “Hehe, iya Sayang, Mas memang ingin anak perempuan, tapi kalau dikasih laki-laki juga Mas tetap bersyukur. “ “Nanti kita pilih nama ya Mas buat bayi kembar kita.” “Iya, Sayang.” “Eh, itu kasihan sekali, Mas, ada nenek kehujanan, mana di sini tidak ada tempat berteduh.” Faisal langsung menghentikan mobilnya, lalu membawa nenek tua itu masuk ke bangku belakang. “Terima kasih, Nak.” “Sama-sama. Nenek mau ke mana? Kita antar saja,” tanya Faisal. “Tidak usah, Nak. Cari tempat berteduh saja,” jawab sang nenek. “Nenek lapar, tidak? Bagaimana kalau berteduh di tempat makan sambil makan?” usul Ayudia. “Tidak perlu, Nenek tidak mau merepotkan.” Ayudia cemberut mendengar ucapan sang nenek dan itu dilihat oleh Faisal. “Ikut saja ya, Nek, ke tempat makan. Istri saya mungkin ngidam ingin mengajak Nenek makan." “Ya sudah kalau begitu. Cah bagus dan Cah ayu namanya siapa? “Saya Faisal, istri saya namanya Ayudia. Nenek sendiri namanya siapa?” jawab Faisal dan dia pun kembali bertanya. Nenek itu tampak berpikir. “Panggil saja Nenek Pana.” “Baiklah Nek." Faisal mengendarai mobilnya menuju sebuah tempat makan. Mereka pun turun dari dalam mobil ketika sudah sampai. “Nenek mau makan apa?” tanya Ayudia. “Samakan saja, tapi jangan yang keras Nenek sudah tua.” “Siap, Nek.” Akhirnya mereka memesan tiga porsi soto ayam dan teh manis hangat. Nenek Pana sepertinya juga lapar karena makan dengan lahap. Faisal dan Ayudia pun senang melihatnya. Setelah selesai makan, sang nenek mengusap pelan perut Ayudia. “Ini sudah berapa bulan, Nak Ayu?” “Ini sudah jalan 6 bulan.” “Kembar ya, Nak? “Iya, Nek.” “Nenek punya ini, vitamin untuk Nak Ayu biar bayinya kuat dan sehat tidak gampang sakit." Nenek Pana mengeluarkan satu botol berisi minuman berwarna orange seperti jus jeruk. “Terima kasih ya, Nek," kata Ayudia. Hujan pun reda, Faisal dan Ayudia masih menawarkan sang nenek untuk mengantarkan pulang. Namun, Nenek Pana tetap menolak akhirnya mereka berpisah di tempat makan itu. Di dalam mobil Ayudia memandang botol vitamin yang diberikan Nenek Pana. “Kayaknya enak, Mas, kalau diminum dingin," kata Ayudia. “Oh, itu yang dikasih Nenek Pana, ya. Ehmmm, Sayang nanti jangan diminum dulu ya, Mas mau ambil sedikit buat diperiksa di lab apa saja yang terkandung di dalamnya. Bukan berarti Mas tidak percaya sama Nenek Pana, Mas juga yakin itu vitamin, tapi buat sekedar tahu saja. Tidak apa-apa 'kan, Sayang?” Ayudia mengangguk menyetujui ucapan suaminya. Setelah diperiksa, kandungan di dalam vitamin itu adalah campuran buah-buahan, termasuk buah-buahan langka dan kandungan buah-buahan itu memang baik untuk janin. Karena aman, Faisal membolehkan sang istri meminumnya. Ayudia sangat senang rasanya pun ternyata sangat enak, dia meminumnya sampai habis. Ayudia sebenarnya sempat mengidam ingin vitamin itu lagi. Ternyata vitamin itu tidak di jual di pasaran. Faisal dan Ayudia juga sudah mencoba melintas di jalan tempat bertemu Nenek Pana. Namun, sang nenek tidak pernah terlihat lagi. “Benar deh, Mas, kayaknya karena vitamin itu.” Faisal mengangguk apalagi seingat Faisal ada buah-buahan langka di dalam kandungan vitamin itu. Faisal dan Ayudia kemudian saling tatap. “Sayang lanjutin yang tadi, yuk?” ajak Faisal sambil menindih sang istri. “Mas tambah umur, tambah genit.” “Kamu tambah umur, tambah seksi.” Faisal sibuk meraba-raba bagian tubuh sang istri. “Apa sih Mas, mengada-ngada.” “Sayang, siapa tahu kita dikasih momongan lagi." “Mas, aku ini udah 40 sebentar lagi 41 masak bisa punya bayi lagi.” “Bisa saja, Sayang.” Itu adalah ucapan terakhir Faisal. Setelahnya, dia melahap bibir istrinya. Menyesapnya penuh candu. Begitu merindukan malam yang mereka lalui bersama seperti dulu. *** Pagi hari telah tiba, Sinta dan Santi menyongsong pagi penuh semangat. “Pagi Bi Sari, pagi Bi Lastri,” sapa Sinta “Pagi Bi Sari, pagi Bi Lastri,” sapa Santi yang mengikuti sapaan Sinta. “Pagi Non Sinta, pagi Non Santi,” sapa kedua bibi itu yang sedang meletakkan sarapan di atas meja. “Bi, sini Santi bantu.” “Gak usah Non Santi yang cantik, ini juga sudah selesai,” Santi pun kembali duduk. “Eh, Ayah sama Bunda sudah bangun belum, Bi?” tanya Sinta. "Sepertinya belum, Non.” “Biasanya Bunda bangunnya pagi loh." Santi heran bundanya mengapa belum bangun. “Biasalah Non, sepertinya kemarin malam Tuan dan Nyonya saling melepas rindu,” balas Lastri. “Ya elah Ayah Bunda pakai begadang segala,” sahut Sinta. “Lah, kenapa Ayah Bunda begadang, Mbak?” Santi menatap Sinta dengan tatapan polosnya. “Bikin adik buat kita,” jawab Sinta santai. Sari dan Lastri hanya terkekeh mendengar ucapan Sinta. “Hah! Jadi kita bakalan punya adik Mbak!” kaget Santi. “Ya kalau Tuhan kasih, kita bakalan punya adik lagi. Makan dulu aja yuk, aku sudah lapar.” Mereka berdua pun akhirnya sarapan terlebih dahulu. "Mbak kalau aku sih pengen punya adik cowok.” “Sama aku juga pengen punya adik cowok.” Pembicaraan soal adik ternyata terus berlanjut sampai mereka berada di ruang televisi. Sekarang mereka sedang bersantai padahal kemarin rencananya mereka dari pagi sudah pergi ke desa untuk membereskan barang-barang Bunda dan Santi. Namun, karena Ayah dan Bunda belum bangun, jadilah mereka menonton TV sambil rebahan di karpet bulu. Akhirnya Ayah dan Bunda turun dari lantai dua menuju ruang makan, sebelumnya mereka melewati ruang TV. Santi yang melihat ayah bundanya, bergegas mengejar mereka. “Ayah, Bunda, katanya kemarin malam bikin adik buat aku sama Mbak Sinta ya? Aku pengen punya adik laki-laki,” ucap Santi penuh semangat sambil mendekati kedua orang tuanya. “Siapa yang bilang, Nak?” tanya Bunda mukanya sudah memerah karena malu. “Mbak Sinta yang bilang. Saran dari Mbak Sinta, Ayah sama Bunda harus begadang terus biar cepat dapat dedek bayi plus minum vitamin penambah stamina.” “Sinta!!!” Faisal dan Ayudia berteriak pada sang putri sulung. Namun, Sinta hanya tertawa terpingkal-pingkal mendengar teriakan itu. Faisal, Ayudia, Sinta, dan Santi bergegas menuju desa. Faisal juga meminta anak buahnya untuk membantu mereka mengurus kepindahan. Akhirnya sore hari mereka baru kembali ke rumah lalu barang-barang yang dibawa langsung dibereskan semua. Sekarang Ayudia dan juga Santi sedang memasak makan malam, Ayah Faisal dan Sinta sedang berada di ruang TV. “Nak, lusa kita diundang sekeluarga ke rumahnya Bapak Arya,” ucap Faisal kepada Sinta. “Oh iya, Yah ... ada yang mau aku kasih tau.” Sinta pun berbisik mengenai dia yang ingin menjodohkan Santi dengan Raka. Lalu, kemungkinan Santi dan Raka saling menyukai. Mengapa Sinta tahu karena dia sudah mendapat info dari Dhita. “Benaran? Pantas tadi ketika di telepon, Pak Arya justru menanyakan tentang Santi. Iya kalau begitu sih bagus. Besok kita bicarakan saja lagi. Pak Arya katanya juga mau memperkenalkan calon istri Raihan.” “Ckckck nggak penting sih kalau calon istri si lambe turah itu, paling cewek jadi-jadian.” “Hush! Jangan begitu, Nak.” *** Kediaman purnama saat ini sedang sibuk menyiapkan acara perjamuan makan malam. Arya sudah diberitahu oleh Faisal bahwa istri dan kembaran Sinta yang bernama Santi sudah kembali ke keluarga Faisal. Dari situlah Arya mendapat ide untuk mencoba menjodohkan Raka dengan Santi karena Raka selalu menolak dijodohkan dengan Sinta. Ketika dia menanyakan itu kepada Raka di luar dugaan sang anak yang biasanya menolak, malah mengatakan terserah. Bukankah itu pertanda bahwa Raka mau dijodohkan dengan Santi. Saat itu Arya langsung menghubungi Faisal lagi dan mengajak untuk makan malam di rumahnya. “Sore, Papa mertua.” Sapaan itu membuyarkan lamunan Arya. “Sore, Nak,” balas Arya kepada calon istri anak pertamanya Raihan. Arya menghela nafas melihat pakaian calon menantunya yang sangat terbuka. Dia sudah lelah untuk memberitahu, tapi Raihan selalu membela calon istrinya itu. Arya malu jika dilihat oleh keluarga Faisal, calon istri anak pertamanya seperti ini. “Apa Papa jadi menjodohkan Raka dengan Sinta? Aku dengar dari sepupu aku yang satu SMA dengannya, Sinta itu tukang bully Pa, pokoknya dia jahat banget suka menjerumuskan temannya ke hal-hal buruk. Mending nggak usah deh, Pa.” “Kamu jangan suka ngomong sembarangan kalau tidak ada bukti.” “Ini kata sepupu aku, Pa. Mending Papa jodohkan Raka dengan sepupu aku, orangnya cantik, baik, baru saja lulus dari universitas luar negeri. Nanti dia juga mau ke sini, Pa.” “Kenapa kamu asal undang orang lain ke sini?” “Dia sepupu aku, Pa. Lagi pula Mas Raihan yang ngundang, dia nggak mau adiknya nikah sama wanita iblis. “Papa bukan menjodohkan Raka dengan Sinta, tapi dengan Santi saudara kembarnya.” “Oh, dia punya saudara kembar, pasti sama saja, Pa. Mending sama sepupu aku anaknya Om Hadison pengusaha ternama. Ini fotonya namanya Freya Hadison.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD