bc

A Son For The King ( Indonesia )

book_age18+
197
FOLLOW
1K
READ
escape while being pregnant
fated
dominant
sensitive
king
sweet
bxg
serious
royal
enimies to lovers
like
intro-logo
Blurb

“Apa jadinya jika anak yang kau besarkan seorang diri, anak yang kau puja sebagaimana kau memuja penciptamu, anak yang menjadi satu satunya tujuan hidupmu akan diambil paksa oleh seorang raja hanya karena sebuah fakta menyakitkan bahwa anak tersebut merupakan anak sang raja?”

chap-preview
Free preview
Chapter 1
“Segala keberkatan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Aristides” banyak gelombang yang disalurkan oleh mediumnya masing masing menggema sebagai pengiring langkah kedua kaki jenjang yang baru saja menapakkan dirinya disana. Kedua pria dengan tinggi diatas rata rata yang sangat mengagumkan hingga membuat banyak wanita disana tak sadar menyelipkan sebagian rambutnya ke belakang telinga, entah untuk menggoda atau sekedar memfokuskan pandangannya tanpa terhalang partikel apapun.              Derap langkah pria bersurai perak itu lebih dulu satu langkah dibanding pria tinggi bersurai hitam di samping kanannya. Memasang senyum seadanya sembari mengangguk sedikit ketika rentetan orang yang tak sengaja membuat barisan itu saling mendahului untuk menyapanya. “kehormatan yang sangat besar bagi saya untuk bisa dapat bertemu dengan yang mulia” seorang pria paruh baya tergesa menghadang jalannya, mengelap kedua tangannya di celana mahal berbahan satin sebelum mengulurkannya dengan maksud untuk berjabatan. Sebenarnya- menghadang bukanlah kata yang tepat jika menggambarkan pria tersohor di hadapannya. Jika mungkin yang lain akan berlutut meminta maaf karena dengan tidak sopan menghadang orang yang paling di agungkan di negara mereka. Namun, jika kasusnya adalah pria kolot yang berasal dari keluarga Yuan, maka reaksinya akan berbeda. “Bukankah kau terlalu berlebihan, paman?” senyumnya tipis pada sesosok yang sebenarnya memiliki hubungan darah dengan ayahnya, meskipun bukanlah sebuah darah murni. “kita memang terpaut jarak cukup jauh, namun bukan artinya kau jarang menemuiku, kan” ucapnya singkat yang kemudian kembali melajukan tubuhnya setelah menjabat tangan pria tadi secara asal. Sedikit bisik bisik ditunjukan oleh puluhan orang yang ada di ball room megah ini, sebuah percakapan pribadi yang menunjukan gunjingan terhadap pria yang jauh lebih tua. Tak mengindahkan keributan yang ada di belakangnya, pria itu terus berjalan menuju arah yang ia tuju, sesekali melemparkan senyum formalitas pada bangsawan bangsawan yang tak sengaja dilewatinya. Kini kakinya menapak di titik dimana hanya ada dua kursi paling megah disana. Sebuah titik ruangan dimana posisi paling strategis untuk menonton pertunjukan yang akan dimulai sebentar lagi. Disebelah kanan, sudah ada seseorang dengan wajah congkak duduk di kursi megahnya. Belakang dan sisi kanannya sudah diisi oleh empat belas p*****r yang hanya menggunakan pakaian dalamnya dan sebuah selendang tipis berbahan halus. Cantik. Tentu saja. Namun sayangnya, seseorang yang terlampau cantik namun terlahir dari pasangan orang tua yang sangat miskin hingga tak mampu membeli beras, akan menjadi p*****r karena paksaan dari b******n yang meminta bunga akan hutang yang terlalu tinggi. Amat mencekik hingga tak mampu membayarnya, dan berakhir menjadi anjing seksualitas pagi para pemegang tahta. Bagi seorang yang memiliki tahta, setidaknya akan ada tujuh wanita yang akan menemani mereka di kursinya masing masing saat acara ini tengah dilaksanakan. Apalagi jika berhubungan dengan orang nomor satu di tiap negara. Paling sedikit akan ada belasan wanita yang bergerombol di tiap sisi tubuhnya untuk menemani si pria dalam bersuka cita. Pun begitu jika penguasa negara sebelah datang untuk menghadiri acara. Apakah pria bersurai perak itu bisa menolak? Jawabannya adalah rancu. Ia bisa saja menolak dengan tegas karena merasa tidak nyaman, tapi akan membuat ‘persahabatan’ kedua negara tersebut akan sedikit terkikis karena dianggap tidak menghargai ‘suguhan’ dari si pemilik rumah. Maka, dengan rasa sebal yang ditahan dalam d**a, pria bernama Claude itu terduduk di kursi khususnya disusul belasan wanita muda yang menghampirinya dengan pakaian bagus namun minim bahan. Claudius Zevane. Sesosok pria yang belum menginjak empat puluh tahunnya, namun sudah menjabat sebagai raja agung di negeri bernama Aristides. Sebuah negara dimana rakyatnya jauh dari kata miskin karena kebijakan keluarga kerajaan yang benar benar menakjubkan. Semiskin miskinnya orang yang ada di negara itu, setidaknya memiliki satu orang yang dianggap ‘b***k’. Sesosok orang yang ditugaskan untuk membantu setiap rumah, dan biasanya diambil dari negara negara lain sebagai tenaga kerja asing. Pandangannya bergulir, memperhatikan setiap sudut tempat yang kini ia jejaki. Sebuah tempat yang katanya mengambil seluruh aspirasi masyarakat. Sebuah tempat yang dibuat oleh Ares selaku raja negeri ini –sosok raja disampingnya- sebagai ‘wahana’ bersenang masyarakatnya. Colloseum. Sebuah bangunan besar –Amphitheatre- yang membutuhkan setidaknya seratus ribu orang untuk membangunnya. Ruang terbuka yang bisa terisi oleh sektar enam puluh ribu orang itu menjadi saksi bisu dimana para gladiator mengalami pertarungan yang luar biasa. Terdiri atas empat lantai, yang memiliki kubah penutup untuk setidaknya tak membuat para penonton kelelahan karena terik yang menyerang kepala. Lantai pertama akan diisi oleh Raja negeri ini, yaitu Rasa Ares. Pun begitu dengan siapapun kepala negara yang berkunjung ke negeri mereka. Entah itu Raja, Presiden, ataupun Kaisar. Maka di titik itulah, Ares dan Claude duduk berdampingan. Lantai dimana paling dekat dengan arena, namun tetap tinggi posisinya karena Arena ada di bawah tanah yang dikeruk sedemikian rupa untuk membangun sebuah ruangan. Selain para kepala negara, lantai satu dijadikan tempat untuk para tuan. Orang orang kelebihan kekuasaan dan materi yang memegang penuh atas hidup budaknya yang sedang bertaruk di arena perang. Seluruh Gladiator adalah b***k b***k yang dipilih oleh tuannya untuk bertarung, dan dipaksa untuk memenangkan pertandingan. Karena jika kalah, selain mati, maka si tuan harus merelakan uang yang telah ia setorkan untuk berjudi. Jika saat terjadi perang dan salah satu lawan sudah tak bisa melawan, maka sosok raja negeri tersebut akan mendengarkan ‘pendapat’ rakyat tentang apakah orang tersebut akan dibunuh atau tidak. Inilah yang membuat Claude malas berada di saja sejujurnya. Hidup dalam kedamaian negerinya, membuatnya sedikit mengalami kejutan kebudayaan. Jika lantai satu berisi para petinggi dan tuan, maka lantai dua berisikan kaum kaum biasa. Lantai tiga berisikan orang asing yang berkunjung, dan lantai empat digunakan untuk para b***k yang ingin menonton. Oleh karena itu, ketika Claude menginjakkan kakinya ke Colloseum, rakyat rakyat Aristides yang berkunjung kesana, dengan serentak mengucapkan rasa hormat mereka. Namun jika boleh jujur, Claude tak suka jika rakyatnya menyenangi perilaku tak manusiawi seperti ini. Apakah hiburan di negara mereka sebegitu kurangnya sampai mereka harus jauh jauh berkunjung ke negara sebelah untuk menonton pertandingan manusia yang tak mempunyai pilihan lain. “Kurasa kau benar benar tak menyukai tempat ini, Claude?” Ares kembali membuka mulutnya. “How sweet. Pasti didikan ayahmu yang lemah lembut itu membuatmu tak setangguh itu untuk menonton pertandingan biasa seperti ini” cemoohnya. Pria berambut hitam yang sedari tadi menemaninya tak jauh dari sana mendelik tak suka mendengarnya. “dibanding tak suka, aku hanya heran kenapa kau memiliki ide membangun tempat seperti ini” selagi pembicaraan mereka berjalan, para Gladiator sudah mulai memasuki arena dari ruang bawah tanah yang tadinya mereka tempati. Area pertandingan memanglah ada jauh dibawah, namun tidak sebawah yang terlihat. Tanah dikeruk sedalam mungkin. Ditengah tengah, digunakan kayu jati khusus untuk menopang beban diatasnya, lalu diisi pasir pasir agar terasa seperti tanah sungguhan. Sedangkan ruang bawah tanah digunakan sebagai ruang tunggu atau aula bagi para petarung. Pun disanalah para hewan hewan buas disimpan jika akan dilakukan pertarungan antar hewan atau hewan bersama manusia. “Sedamai damainya negerimu, tentu ada kan para penjahat?” Ares berujar- “dibanding mereka membunuh dengan tidak terkendali, lebih baik mereka membunuh orang di arena perang. Setidaknya hasrat membunuh mereka akan sedikit berkurang” “Kau tentu tahu dengan sangat jelas bahwa para petarung hanyalah sesosok b***k” “Oh, tentu saja. Namun jika para tuan sangat ingin membunuh, namun tak ingin mengotori tangannya, maka pilihan lain seperti menyuruh budaknya untuk membunuh b***k lain bisa membuat mereka bersenang senang sedikit dan melupakan niat awalnya” ucapnya santai. “lagi pula, disinilah seluruh pendapat rakyat akan kudengar” Pria tinggi bersurai perak itu mendecih dalam hati. Pendapat apanya. Yang ia dengarkan hanyalah umpatan umpatan mengenai orang yang akan mereka bunuh dalam hitungan detik. Malas membalas perkataan tak bermutu pria disampingnya, ia kembali menggulirkan bola matanya untuk melihat ke sekelilingnya. Bangunan besar yang penuh akan orang, belum lagi panas matahari walaupun sudah ada penutuh khusus, membuat merasa ‘gerah’ dan tak nyaman berada di sana. Muak mendengar sorak sorai banyak orang mengenai pembunuhan terencana dengan dalih yang lain juga perjudian dibaliknya. Belum lagi pelacuran disana pun membuatnya tak ingin berlama lama menginjakan kaki di negeri tersebut. Jika tak untuk kepentingan ‘bisnis’ antar negara yang dilangsungkan beberapa jam lagi, pria itu dan ksatria disampingnya tak akan mau bertamu kesana. Seakan sebuah negera yang sangat jauh berbeda meskipun ada di satu daratan dan bertetangga. Ini sudah abad ke dua puluh satu. Zaman sudah semakin modern, namun p********n masih tak bisa dielakkan. Sebut Claude adalah seorang yang naif, namun jika masih dia yang berkuasa, maka hal tersebut tak akan terjadi di negeri tercintanya. Kebanyakan para calon pelaku kejahatan, lebih memilih untuk melakukan pekerjaan kotornya di luar negeri. Karena Claude pun tak sebaik itu. Setiap para pelaku kejahatan dengan alasan yang tak masuk akal, akan dimasukkan kedalam penjara dalam kurun waktu yang sangat lama. Beberapa diantara bahkan terkena hukuman mati. “Apa yang kau butuhkan, yang mulia?” pria bersurai hitam kelam disampingnya menegur ketika melihat rajanya bergerak kebingungan. “Bisakah aku pulang?” “Jika itu permintaanmu, maka jawabannya adalah tidak” “Aku rajamu, Victor” “Ini perintah bagida raja besar, yang mulia”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook