2. Kolong Wewe ketemu cogan

1161 Words
Rei melangkahkan kakinya melewati jalan yang ramai. Sejak tadi ia merasa kalau terus saja diperhatikan. Mungkin karena hari ini banyak pengunjung karena hari libur dan taman bermain menjadi salah satu destinasi melepas lelah setelah penat bekerja di hari sebelumnya. Rei sudah terlalu malas untuk kembali ke dalam. Untung ia menyimpan dompet miliknya di dalam saku hingga tak perlu repot untuk kembali ke dalam. Saat itu ponsel miliknya berdering. Pak Bram pemilik rumah hantu menghubungi. Rei segera menerima panggilan. "Ya Pak?" "Kamu di mana Rei?" tanya Pak Bram. "Di luar Pak, tadi habis nyusul adik saya diculik," jawab Rei sebisanya. "DICULIK?!" teriakan Pak Bram cukup keras hingga membuat ia menjauhkan ponsel miliknya. "Di paksa pulang sama nenek saya Pak," jelas Rei. "Ah gitu, kenapa kamu bilang diculik? Bikin kaget saya saja." "Karena dipaksa aja Pak. Saya minta maaf, mungkin saya enggak kembali ke rumah hantu." Rei mengucapkan itu merasa bersalah. "Loh, terus yang jadi kolong wewe siapa?" tanya Pak Bram. "Pak Bram kan bisa," jawab Rei asal. "Masalahnya, kostumnya kan dipakai kamu." "Apa?" tanya Rei mengulangi apa yang ia dengar lagi. "Kostum, kamu pakai Rei," tegas Pak Bram lagi. langkah Rei terhenti, ia menjauhkan ponsel miliknya, lalu menatap dirinya yang masih berbalut kostum. Gadis itu berdesis kesal, dan malu. Pantas saja sejak tadi banyak yang memerhatikannya. Bukan lantaran ia cantik dan sebagainya. Tapi, karena kostum yang ia gunakan mengundang perhatian. "Maaf pak Bram, tapi saya harus pulang." "Oke enggak apa-apa hari ini kolong wewe-nya tobat." "Hehehe, makasih Pak." Rei tertawa kecut, ia ingin kembali, tapi sudah cukup jauh dan membutuhkan waktu untuk kembali. Ia harus kembali melewati para pengunjung. Setelah mematikan panggilan gadis itu memilih duduk di taman bersembunyi di balik pepohonan karena merasa risih dengan tatapan orang-orang, meskipun risih ia masih terlalu malas untuk berbuat lebih selain melepaskan boneka d**a yang menggantung dan kini menghubungi kekasihnya untuk meminta dijemput. "Maaf sayang, bukannya aku enggak mau jemput. Ini masih jam berapa? Dan aku masih di kantor." "Hmm, oke." "Oke, kamu pesan ojek aja. BTW, aku minta tolong kamu talangin aku uang motor dulu ya. Kalau gajian aku ganti." Rei mengangguk sana meski sang kekasih tak melihatnya. "Oke, aku lanjut kerja dulu ya." "Oke, love you." Rei mengucapkan kemudian panggilan dimatikan oleh Satya tanpa membalas ucapan cinta kekasihnya. Rei segera memesan mobil online. Meski biayanya cukup mahal dari lokasi hingga ke rumah, tapi setidaknya ia tak harus melihat orang-orang yang menatap karena dirinya yang mengenakan kostum hantu. Tak lama mobil yang ia pesan datang. Sang sopir jelas terlihat terkejut saat gadis gempal itu melangkah masuk ke dalan mobil. "Saya kerja di rumah hantu Pak." Rei menjelaskan dnegan lemas. "Hehehehe, bapak cuma kaget aja neng," ucap sang bapak kemudian karena ia merasa tak enak dengan Rei karena reaksinya saat gadis itu masuk ke dalam mobilnya. Mobil itu melaju di kota yang cerah dan jalan yang selalu padat. Gedung-gedung tinggi menjadi kerdil saat mobil melaju melewati jalan layang. Perlahan pemandangan berganti menjadi perkampungan yang sederhana. Semakin ke timur tak banyak gedung bertingkat nuansa lebih merakyat di sisi kanan dan kiri. Sampai memasuki sebuah kawasan sederhana yang sudah menjadi tempat tinggal Rei sejak mendiang kedua orang tuanya menikah. Delapan belas tahun lalu orang tua Rei meninggal dan ia terpaksa tinggal sendiri. Tapi sejak empat tahun terakhir ia tinggal bersama Iva. Ia adalah adik kelas Reina saat sekolah dasar. Gadis itu kembali setelah bercerai, kembali ke tempat ia dilahirkan kemudian tinggal di sisi lain rumahnya yang ia kontrakan. Kebetulan rumah itu cukup besar hingga Rei bisa menyewakan sisi yang lain untuk menambah pemasukan. Ia menghentikan mobil ketika telah sampai di depan gang. Jalan menuju rumahnya tak cukup untuk dilewati mobil. Setelahnya ia berjalan masuk, beruntung siang itu suasana masih sepi tak ada orang yang lalu-lalang di gang sempit itu. Sementara di depan rumahnya Rei melihat seorang pria yang berdiri tepat di depan pagar. Gadis itu tak mengenali siapa laki-laki yang kini berdiri tegak dan bersandar pada tembok di depan rumahnya tapi dilihat dari pakaiannya jelas bahwa ia pasti teman Vhi saudara sepupunya. Dia adalah Kuki, teman Vhi yang kini menatap dengan terkejut, matanya membulat memperhatikan gadis di hadapannya. Kemudian ia menahan tawanya melihat Reina yang kini berhadapan secara dekat. Apakah ini Halloween? Itu yang ada di dalam pikirannya saat ini. Rei bertanya dengan kesal karena tatapan yang ia terima dari Kuki. "Kamu siapa?" Kuki berjalan sedikit mendekat lalu mengulurkan tangannya. "Aku Kuki, teman Vhi. Kemarin dia bilang lagi ada di sini, dan kebetulan Hari ini aku baru pulang dari Singapura." Tapi ... Rei hanya menatapnya tanpa membalas uluran tangan Kuki. Ia tak mau mengenal dan berurusan dengan orang-orang disekitar Vhi. Ia hanya akan berurusan dengan adiknya itu. Sementara Kuki menarik tangannya dengan canggung. Kemudian mengusap tengkuknya. Sedikit kesal juga karena merasa terabaikan. "Vhi udah pulang ke rumahnya lagi, kamu bisa cari dia di sana dia udah nggak ada di sini." "Ah gitu," sahut Kuki canggung. "Kalau udah nggak ada urusan apa-apa kamu boleh pergi. Permisi," ucap Rei kemudian ia sedikit mendorong tubuh pria di hadapannya ke samping dan berjalan masuk ke dalam rumahnya tanpa menatap Kuki. Sementara yang dilakukan pria pemilik senyum layaknya kelinci berwajah tampan itu kini hanya bisa terdiam terpaku. Sejujurnya Ini pertama kalinya Ia mendapat penolakan dari seorang gadis. Ia kemudian terkekeh sambil berjalan meninggalkan tempat itu dalam hatinya merasa kesal juga karena tadi Rena bersikap ketus dan tak baik. lalu di dalam rumah saat ini Iva tengah membersihkan lantai. Sepertinya ia sudah selesai mengajar hari ini. Iva bekerja sebagai seorang guru sekolah dasar, sementara setiap ia bekerja wanita itu menitipkan anak semata wayangnya kepada Jimmy sahabat Rei yang bekerja di toko kue. Pintu terbuka mendengar suara pintu terbuka Iva menoleh. Iya terkejut kemudian melempar sapu yang ia pegang ke arah sahabatnya dan tepat mengenai tangan Rei. "Ya Tuhan!!!" Pekik Iva sambil berlari ke dalam kamar. "Ini gue," kata Rei malas seraya duduk di sofa. "Lo kenapa deh? Enggak hapus dulu tuh make up dan ganti baju sebelum balik ke rumah? Bagus enggak kena serangan jantung gue," kesal Iva kemudian berjalan untuk mengambil sapu yang ia lempar. "Gue tadi habis ngejar si Vhi. Dia diculik sama Eyang Ayu. "Lo ada-ada aja deh ngancurin reputasi lo sendiri. Mana itu d**a gede bener," cicit Iva sambil menunjuk boneka d**a yang menggantung di pundak Rei. "Si Vhi .., Dia dipaksa pulang?" tanya Iva. "He,em lo kan tau kemarin balik dari Singapur dia enggak langsung pulang, tapi malah di sini. Eyang tuh maunya dia di sana siap-siap buat ngurus perusahaan." Rei menjelaskan lalu memejamkan matanya yang lelah. "Jangan tidur lo, bersihin muka dulu. Lagian gapapa sih Lo lari-larian anggap aja sih lo habis berusaha menurunkan berat badan," kata Iva. "Sialan lo," kesal Rei kemudian segera berdiri dan berjalan menuju kamarnya. Rei teringat sesuatu, langkahnya terhenti ia kemudian membalik tubuhnya dan menatap temannya itu. "Jeno mana?" "lagi gue suruh beli kecap. Gue mau masak orek tempe tadi, tapi enggak ada kecap. lo buruan mandi sana. Nanti selesai masak kita makan bareng."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD