"Ketika dia begitu berharga, melihatnya menangis rasanya hati ikut terluka."
*****
Hari Senin datang lagi, hari yang dibenci Katrina karena gadis itu harus berangkat lebih pagi agar tidak terlambat. Tapi definisi berangkat pagi bagi Katrina berbeda, yakni 5 menit sebelum bel masuk. Berbeda dengan cowok yang juga terlambat dan sekarang sedang menuju ke tempat Katrina.
Aldi, cowok itu menggantungkan satu tasnya dipundak, bajunya tidak serapih biasanya. Sangat berbeda dengan status introvert yang disandangnya. Ia lebih mirip badboy yang sudah menjadi langganan bk di SMA Merah Putih. Katrina bahkan tidak seburuk itu penampilannya.
Apa ada yang salah sama Aldi? Batin Katrina.
Namun ia enggan bertanya. Katrina lebih memilih menatap lurus ke depan seakan ia murid paling patuh. Setiap siswa yang telat pasti akan dibariskan sendiri. Termasuk Katrina dan Aldi. Mereka berbaris menghadap teman-temannya yang upacara. Sialnya, pagi ini yang terlambat hanya 3 orang. Katrina, Aldi, dan Neil. Siapa memangnya yang tidak kenal dengan mereka? Yang satunya dikenal kutu buku, satunya dikenal playgirl, dan satunya dikenal biang rusuh. Mereka persis seperti tahanan yang akan dieksekusi di hadapan banyak orang.
Beberapa kali helaan napas Aldi terdengar berat. Seolah cowok itu sedang menanggung beban berat yang tidak bisa diselesaikan. Katrina mencoba menoleh, tapi yang ia dapatkan hanya wajah datar cowok itu. Namun ketika kembali menghadap depan, Aldi terdengar menghela napas lagi. Kesal mendengarnya, Katrina menatap Aldi garang.
“Bisa nggak sih lo diem aja. Jangan napas mulu,” sungutnya.
Dengan datarnya Aldi menjawab, “lo mau gue mati karena nggak napas?”
Bodoh-bodoh, Katrina bahkan tidak menata kalimatnya. “Maksud gue, berhenti hela napas kayak gitu. Ganggu tau nggak.” Gadis itu kembali menatap depan. Lalu bergumam pelan. “Semua masalah pasti bisa selesai.”
Tentu saja Aldi mendengarnya. Cowok itu mengulas senyum tipis yang bahkan tidak bisa diartikan dengan senyum.
Diam-diam Neil memperhatikan interaksi keduanya. Dia merasa ada yang tidak beres antara Aldi dan Katrina. Mereka terlihat dekat bukan layaknya rival seperti sebelumnya. Ah, Neil punya jawaban atas rasa penasarannya. Ia yakin, dengan apa yang dimilikinya saat ini akan membuktikan apakah Aldi berhubungan dengan Katrina atau tidak.
Perlahan siswa membubarkan diri dari lapangan setelah terdengar komando dari Pak Farid selaku instruktur upacara. Sayangnya Katrina masih harus melaksanakan hukuman yang nyatanya tidak pernah ia laksanakan. Yah, Katrina selalu mangkir dari hukumannya dan Alan, mantannya yang entah keberapa dengan senang hati mengerjakan hukuman Katrina. Sungguh mantan idaman.
Tapi niat mangkir dari hukuman kali ini gagal total karena ada Aldi. Cowok itu bahkan tidak mengijinkan Katrina untuk mengambil sapu di tribun lapangan basket hanya karena takut Katrina kabur. Sedangkan Neil, cowok itu sudah pergi entah kemana dan mengabaikan hukuman itu. Katrina heran, apa semua cowok yang kutu buku seperti Aldi selalu takut jika diberikan hukuman? Ayolah, mereka sudah SMA, bukan lagi anak kecil yang takut hukuman.
“Kenapa sih gue harus ikut lo ngebersihin lapangan ini? Udah ada petugas kebersihan yang dibayar buat bersih-bersih. Lagian hukuman kayak gini tuh nggak pantes buat anak SMA.” Katrina membuang sapu yang diberikan Aldi.
“Terserah lo. Kalau Bu Ida nanya, gue tinggal bilang kalau cuma gue yang melaksanakan hukuman.” Aldi berbalik dan hendak pergi namun teriakan Katrina menghentikannya.
“Bisa nggak sih lo nggak ngurus urusan orang lain? Nggak usah sok suci seakan-akan lo itu baik sendiri. Kalau emang lo mau ngelaksanain hukuman ya itu terserah lo! Jangan bawa-bawa gue.” Napas Katrina memburu, amarahnya tersulut. Biasanya ia menghadapi sesuatu dengan biasa saja, tapi kali ini ia lelah dengan Aldi yang mengaturnya. Katrina benci diatur. Ia pergi dari rumah karena tidak tahan aturan dari keluarganya, di sini malah ia harus mendengarkan ceramah Aldi.
Aldi menghentakkan sapu kasar. Ia berbalik menatap Katrina dengan tatapan yang sulit diartikan. “Lo bilang gitu karena orangtua lo nggak pernah ngasih hukuman. Lo nggak tau betapa sulitnya berpura-pura di depan orang lain kalau lo baik-baik saja.” Cowok itu benar-benar pergi dari sana. Mengagetkan Katrina karena baru pertama kalinya Aldi berbicara dengan nada seperti itu. Cowok itu seperti menyimpan sesuatu yang tidak diketahui orang lain termasuk Katrina.
“Bodo amat.” Katrina melenggang pergi. Hukuman itu mereka tinggalkan begitu saja.
*****
Keempat gadis itu sedang asik bermain domino ketika semua siswa berbodong-bondong menuju tempat teramai di sekolahan, mading. Mereka tidak memedulikan teman sekelasnya yang berbisik-bisik. Yang terpenting di sini adalah mereka tidak boleh menjatuhkan balok permainan atau mereka kalah dan wajahnya dicoret dengan bedak bayi yang dicampur tepung sajiku.
Giliran Naya yang harus mengambil balok, namun betepatan dengan itu, Daffa masuk kelas dan menyenggol tangan Naya sehingga menara balok itu runtuh dalam sekejap.
“Daffa kutu kupret! Eh p****t panci, ganggu banget sih lo!” Naya memandang tajam Daffa yang menunjukkan senyum tidak bersalahnya.
“Damai bro, damai. Gue khilaf.”
“Makanya punya kacamata dipake.” Cellyn mencibir karena permainan favoritnya dirusak si ketua kelas tak beradab.
“Siap Ibu Negara.” Daffa menundukkan badan seakan hormat kepada pacar pemilik sekolahan ini, Cellyn.
“Jadi mau lo apa?” tanya Katrina to the point.
Daffa hampir saja lupa tujuannya ke kelas ini. “Nama lo ada lagi di mading Kat. Mending lo ke sana sekarang.”
Sontak Edel, Naya, dan Cellyn menoleh ke arah Katrina. Sedangkan Katrina sudah tersulut emosi. Tanpa basa-basi ia langsung keluar kelas dan menuju mading. Banyak tatapan merendahkan yang dilayangkan untuk Katrina.
Dan inilah yang didapatkan Katrina, foto dirinya yang sedang bekerja di bengkel. Lengkap dengan caption yang membuatnya semakin marah.
Gagal menjadi selingkuhan, playgirl satu ini kerja di bengkel.
Katrina merobek foto dirinya yang sedang bekerja di bengkel itu. Tidak, ia tidak malu bekerja di bengkel. Caption foto itu yang membuat Katrina tidak bisa menahan marah.
“Percuma lo hancurin foto itu. Gue masih ada banyak.” Neil menebar foto itu di atas kepala Katrina. “Apa lo jatuh miskin karena Aldi si cupu itu mutusin lo? Oh, atau dia nggak bayar lo lagi?”
Katrina sangat ingin melayangkan sepatunya ke mulut Niel agar cowok itu tidak bisa bicara. Meskipun Katrina sering bergonta-ganti pacar, ia tidak serendah itu.
“Setidaknya gue lebih mandiri daripada lo yang cuma bisa hambur-hamburin uang orang tua lo untuk ke club sewa cewek. Apa gue benar?” Katrina tersenyum miring. Jika Niel mengajaknya bermain seperti ini, ia akan menuruti. Katrina punya banyak bukti lagi kalau Niel yang diidam-idamkan cewek satu sekolahan ternyata lebih b***t dari beyangan mereka.
Niel maju dan mencengkeram kerah baju Katrina. Hingga Katrina harus berjinjit untuk menyeimbangkan badannya. “Dan sekarang lo membuktikan bahwa lo sangat rendah karena cuma berani sama cewek.”
Niel mendorong Katrina hingga cewek itu terjatuh. Banyak yang merekam adegan itu. Ketiga sahabat Kartina tidak bisa menolong karena mereka tidak bisa menembus kerumunan.
“Gue nggak malu kerja di bengkel. Apa kalau orang kerja di bengkel ia akan kotor? Nggak kan. Justru yang harus malu itu lo, kerjaannya keluar masuk hotel.”
Niel hendak menampar Katrina tapi terlebih dahulu tangannya dipelintir seseorang. Tidak lama kemudian tinju dilayangkan ke wajah Niel hingga cowok itu jatuh. Tidak ada guru yang berpatroli karena masih ada rapat di ruang rapat yang kedap suara.
Aldi mengulurkan tangannya kepada Katrina. Tanpa menunggu respon gadis itu, Aldi menarik Katrina ke pelukannya. Jelas ia tahu Katrina bisa menumpahkan air matanya saat ini. Direndahkan di hadapan murid satu sekolahan, siapapun akan seperti Katrina. Akhirnya cewek itu menitikkan air mata untuk pertama kalinya di sekolah ini.
Aldi mengusap punggung Katrina dan hal itu membuat semua siswa termasuk Niel tercengang. Apalagi dengan kata-kata yang diucapkan Aldi.
“Kalau kalian semua memandang rendah suatu pekerjaan, berarti kalian merendahkan orang tua kalian sendiri. Yang dilakukan Katrina tidak salah, ia punya pilihan sendiri. Kalian sebagai temannya, tidak malu menghakimi seperti itu? Dan lo, Niel, jangan pernah ada berita tentang katrina di mading atau lo akan tau akibatnya. Siapapun jangan ganggu Katrina!”
Katrina tidak tahu mendapat perintah dari siapa, yang jelas ia membalas rengkuhan Aldi. Ia tahu disekolah ini dilarang, tapi dia juga manusia yang punya hati. Semua kata-kata Niel telah menyakiti perasaannya.
Perlahan kerumunan itu bubar. Sahabat Katrina bisa memeluk gadis itu dan menenangkannya. Dan tugas Aldi sudah selesai, ia menjauh dari sana karena Katrina telah bersama sahabatnya.