Menyangkal Perasaan

1272 Words
"Hati-hati dengan perasaan benci. Karena ia bisa berevolusi menjadi cinta yang tak kunjung reda." ***** Katrina memantapkan langkahnya. Ia menghirup napas dalam-dalam sebelum masuk ke dalam bengkel Tian. Suasana sangat ramai dan beberapa dari mereka menoleh ke arah Katrina. Banyak yang berdecak kagum bahkan tak segan-segan menatap Katrina intens. Yang ditatap pun jengah. Tapi ia menahannya sebisa mungkin. Katrina ingat kemarin saat Tian menawarinya pekerjaan di kafe, Tian bilang Katrina adalah orang yang cocok bekerja di lingkungan bengkelnya. Mungkin inilah maksud Tian yang sebenarnya. Karena semua pelanggan di bengkel ini adalah laki-laki. Tanpa mau tau tatapan semua orang di sini, Katrina langsung masuk lebih dalam karena Tian telah menunggunya di dalam ruang kerja cowok itu. Katrina mengetuk pintu terlebih dahulu. Setidaknya ia punya etika, apalagi ini hari pertamanya bekerja. "Masuk," ucap suara dari dalam menginterupsi. Katrina menutup pintu dan langsung disuguhi pemandangan ruang kerja Tian yang begitu rapi. Berbeda dengan keadaan di luar sana yang semrawut. Mengetahui Katrina yang masih sibuk memandang sekelilingnya, Tian mengeluarkan suaranya. "Duduk Kat." Katrina tersadar dan langsung duduk. Ia sedikit tidak enak saat Tian mengetahuinya melihat ruangan ini seperti ingin merobohkannya. "Jadi gue kerja di bagian mana?" tanya Katrina to the point. Cewek itu tidak punya stok basa-basi. Tian memutar-mutar bolpoin di tangannya. "Jadi kasir nggak papa kan?" "Dengan gaji sebesar itu?" tanya Katrina melongo seperti orang bodoh. Tian tergelak membuat Katrina berdecak sebal. Namun cowok itu segera meredam tawanya dan kembali fokus ke pembicaraan. "Nggak ada yang betah kerja di sini soalnya. Lo liat tadi kan? Di luar semua pelanggan di sini cowok. Dan gue nggak bisa nemu kasir yang cocok." "Kenapa kasirnya harus cewek? Kan lo bisa cari cowok juga." Katrina masih tetap penasaran dengan alasan yang akan dikeluarkan Tian. "Ini poin pentingnya. Buat narik pelanggan, gue harus punya kasir cantik. Walaupun pelayanan tetap nomor satu, tapi kalau lihat cewek cantik jadi kasirnya, pasti mereka akan berpikir dua kali untuk pindah langganan." "Secara tidak langsung lo bilang gue cantik." Peryataan Katrina membuat Tian tersedak. Ia akui Katrina memang cantik. Namun Tian tidak akan menyukai Katrina karena cowok itu sudah mempunyai tunangan. "Oke terserah lo kalau itu. Emang lo cantik mau diapain lagi," ucap Tian final. Katrina malah tersenyum penuh kemenangan. "Nggak ada yang bisa nolak pesona gue," ucapnya pelan. Kecuali Aldi, lanjutnya dalam hati. Cowok itu masih saja berusaha menghindari Katrina. Padahal Katrina tau sebenarnya Aldi juga tertarik kepadanya. Tapi cowok itu terlalu pintar menyembunyikan perasaannya. Katrina sendiri berusaha menepis kata hatinya. Tidak, ia tidak boleh menaruh hati kepada Aldi. Cowok itu terlarang, mereka berbeda. Tuhan tidak akan merestui hubungan mereka. "Ini baju kerja lo. Gue harap lo betah." Tian menyodorkan sebuah kemeja yang terbungkus plastik. Kemeja itu sama seperti yang dikenakannya juga pegawai yang lainnya. Bagi Tian, semua orang di sini sama. Dan dia tidak mau ada unsur bosy di sini. Katrina mengangguk dan melalui ekor matanya dia menanyakan di mana ia harus ganti baju. Tian melirik ruangan di sebelahnya lalu kembali fokus menatap berkas-berkas yang berisi keperluan bengkelnya. Tidak mau disebut lelet, Katrina segera berganti seragam. Ia melihat pantulan dirinya di cermin. Tidak buruk. Malah ia terlihat semakin bersinar karena pakaian hitam sangat kontras dengan kulitnya. Ia putih, tapi di dalam keluarganya tidak. Mereka tidak pernah menganggap Katrina cantik atau hal baik lainnya. Katrina juga tidak akan mengemis perhatian. Dia ingin membuktikan kepada mereka semua yang menghinanya, bahwa ia mampu. Menjadi seorang Katrina Renata tanpa embel-embel nama keluarganya untuk meraih kesuksesan nantinya. Katrina permisi kepada Tian lalu menuju tempat kasir. Tadi cowok itu bilang, Katrina hanya perlu mencatat apa yang pelanggan beli dan memasukkan uangnya ke dalam laci. Entah ini hari keberuntungannya atau tidak, pelanggan terus berdatangan. Katrina sempat kuwalahan karena ini pertama kalinya ia menjadi kasir. Padahal biasanya berurusan dengan matematika saja ia pusing. Terpaksa Katrina menggunakan kalkulator agar hitungannya tidak salah. "Anak baru ya? Kayaknya yang kemarin bukan lo." Seorang cowok yang Katrina kenal sebagai teman Neil menatapnya seperti merendahkan. Katrina diam menunggu kelanjutan kalimat yang akan keluar. "Jadi, seorang playgirl dan anak pemilik rumah sakit terkenal di Jakarta memutuskan untuk menjadi seorang kasir bengkel? Hm, bakal heboh kalau sekolah tau." Jujur Katrina tidak bisa menahan amarahnya saat cowok itu menyangkut keluarganya. "Jangan sok tau tentang keluarga gue! Kalau lo nggak ada urusan sana pergi!" Katrina berkata sedikit keras. Cowok itu tersenyum remeh sambil pergi dari sana. Katrina tidak peduli jika Tian marah karena hari pertamanya bekerja, ia sudah mengusir satu pelanggan. Tidak hanya Neil ternyata yang mempunyai dendam kepadanya. Bahkan teman Neil ikut-ikutan. Lihat saja jika masih ada yang mengganggunya karena teman Neil, Katrina akan mencaci maki orang itu. Keadaan bengkel semakin ramai. Membuat Katrina tidak sadar jika jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Tian keluar dari ruangannya dan memberikan instruksi kepada pegawainya untuk berhenti dan meneruskan pekerjaan esok hari. Lagipula pemilik mobil sudah pulang semua dan menitipkan mobilnya di bengkel ini. "Kat, kerjaan lo hari ini udah kelar. Lo gue gaji di awal apa nunggu satu bulan?" Sebenarnya Katrina sangat membutuhkan uang itu. Tapi ia tidak mau jika Tian beranggapan ia bekerja karena gila uang. Terpaksa Katrina mengucapkan sesuatu yang berlainan. "Nunggu kelar satu bulan aja. Kalau gue butuh, gue minta dulu nggak apa-apa kan?" Tian terkekeh. "Santai aja. Gue kasih sekarang kalau lo minta gitu." Katrina menggeleng. "Kalau gue butuh gue bilang. Ya udah gue mau pulang sekarang. Thanks Tian." Tian melambai dan membiarkan Katrina pergi lalu ia sendiri menutup bengkelnya. Malam ini Katrina tidak membawa mobil sendiri. Ia tidak mau menggunakan mobil itu lagi karena itu bukan miliknya. Tapi milik kedua orangtuanya. Katrina memesan ojek online lewat ponselnya. Tidak lama kemudian ojeknya datang. Katrina langsung naik karena ia sangat capek. Kerja di sana memang biasa saja, tapi karena pelanggan banyak Katrina harus bekerja ekstra. Demi sesuap nasi. Katrina terkekeh sendiri mengingat nasibnya. Memang ia anak orang kaya, bahkan sangat kaya. Namun sekali lagi, kekayaan tidak pernah bisa menjamin kebahagiaan seseorang. Tukang ojek itu sempat melirik Katrina yang tersenyum sendiri. Ia takut penumpangnya adalah orang gila. Namun Katrina tidak memedulikannya. Ia menatap lampu merah di depannya. Tiba-tiba suara seseorang di sebelah kirinya, diikuti tutup kaca mobil yang terbuka, membuat Katrina malas seketika. "Heh, ngapain lo pakai baju gituan? Oh gue tau. Lo kan udah nggak jadi keluarga besar Meha. Jadi gembel kan lo sekarang." Ber tersenyum sinis. Ia meremehkan Katrina melalui tatapannya. Belum sempat Katrina membalas, lampu sudah hijau kembali. Ia menahan kekesalannya. Kenapa Ber selalu ada untuk menghinanya? Tidak bisakah kakak perempuannya itu menyanyanginya sebagai adik? Bahkan Katrina lupa rasanya mempunyai kakak padahal ia punya Ber. Tapi semua kelakuan Ber tidak mencerminkan seorang kakak. Ia lebih seperti musuh bagi Katrina. Mood cewek itu langsung memburuk. Ia harus segera sampai di apartemen dan makan sepuasnya untuk mengembalikan moodnya. Sedari tadi Katrina tidak sadar. Bahwa di sebelah kanan tempat motor ojek itu berhenti, ada Aldi di balik kemudi mobil berwarna putih itu. Sejak awal Aldi tau Katrina memiliki masalah dengan keluarganya. Dugaannya semakin diperkuat karena perkataan Ber, yang Aldi ketahui sebagai kakak Katrina, yang begitu membenci Katrina. Tapi Aldi tidak mau mengetahui apa masalah itu. Karena ia bukan siapa-siapa bagi Katrina selain mantan pacar dan kakak kelas yang dimanfaatkan. Aldi tersenyum miris. Sejak kapan ia mulai memperhatikan Katrina? Cowok itu segera menepis pikirannya dengan memutar radio. Sialnya, radio itu malah memutar sebuah lagu yang entah kenapa membuat seuatu yang ada di dalam diri Aldi berteriak. Sayang aku sangat mencintaimu. Menyayangimu sepenuh hatiku. Sayang aku sangat menginginkanmu. Jadi milikku seumur hidupku. Namun apa daya aku tak mampu. Perbedaan ini menghalangi kita. Cinta jangan kau pisahkan hati ini. Hanya karena perbedaan keyakinan jiwa. Sungguh sangat menyakitkan hidup ini. Segan mati pun tak mau, oh Tuhan tolonglah. Cinta jangan kau pisahkan hati ini. Hanya karena perbedaan keyakinan jiwa. Sungguh sangat menyakitkan hidup ini. Segan mati pun tak mau, ku ingin dirinya. Aldi langsung mematikan lagu itu. Sampai saat ini ia selalu memastikan bahwa ia dan Katrina bukan siapa-siapa. Lagu itu salah. Aldi tidak mencintai Katrina. Mereka berbeda dan Tuhan tidak akan menyatukan mereka. Tapi itu hanya soal waktu. Manusia tidak akan tau bagaimana kedepannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD