Bersembunyi

1233 Words
Jangan lupa follow vote dan komen cerita ini, Tekan tanda bintang di posisi kiri bawah setelah baca chapter ini ya... Happy reading ? “Kau?” “Kau?” Ucap mereka bersamaan saat mengenali wajah satu sama lain. Sejenak Rayza berpikir, mengingat setiap inci memori yang dia rekam akan siluet yang tergambar dalam foto. Kemudian dia membandingkannya dengan siluet gadis di hadapannya. Sungguh persis. Wajah bulat telur yang manis, bibir penuh merekah berwarna pink, rambut hitam keunguan panjang, dan pastinya adalah netra hazel yang menenggelamkan. Cantik, menawan dan memesona. Rayza pun yakin gadis di hadapannya adalah gadis yang akan dijodohkan dengannya. Sedangkan Qiran merasa kikuk karena pria di hadapannya menatap dirinya dengan terlalu seksama. Entah apa yang ada di pikiran pria itu. Yang jelas tatapan matanya seperti laser, membakar setiap inci tubuhnya. Dan kini gadis itu terpaku saat netra hazelnya bertubrukan dengan netra hitam sang pria yang belum dikenalnya. Netra hitam teduh tapi tajam hingga mampu membuatnya terhipnotis. Bahkan saat ini dia lupa bagaimana caranya bernapas dengan baik. Mungkin karena jarak mereka yang terlalu dekat atau pria itu terlalu tampan? Entahlah. Yang jelas hanya satu hal yang dia ingat. Pria itu adalah pria yang menabraknya di restoran. “Kau duduk di depan.” Ucap Rayza menunjuk kursi penumpang di samping kemudi menggunakan ekor matanya. Sedangkan gadis itu tetap diam. Bahkan Rayza sadar begitu menggemaskannya sang gadis. Bibir penuh yang menggoda itu tampak mengerucut tapi justru malah membuat sang gadis tampak semakin cantik. Sedangkan sang gadis merasa begitu kesal. Bagaimana mungkin sang pria menyuruhnya dengan seenak hati pindah ke kursi penumpang di samping kemudi? Sedangkan tangannya masih dikunci oleh lengan kekar pria itu. “Hei, bagaimana caraku pindah jika tanganku masih kau ikat seperti ini?” Ucap Qiran kesal. Sungguh dia merasa begitu sial, setelah lepas dari pria tua malah dipertemukan dengan pria yang menyebalkan. Seandainya saja Qiran tahu bahwa pria di hadapannya adalah pria yang akan dijodohkan dengannya. Entah apa yang akan dilakukan oleh Qiran jika mengetahui hal itu. Mungkin dia akan mengamuk. Atau justru merelakan dirinya segera dinikahi karena ketampanannya? “Ekhem.” Rayza berdeham sambil melepas kuncian lengannya pada pergelangan tangan sang gadis. Sungguh Rayza merasa gugup saat menyadari posisi mereka terlalu dekat. Bahkan mereka bisa menilai setiap lekukan yang terpahat di wajah masing-masing dengan begitu jelas. Dan posisi ini berhasil membuatnya kehilangan banyak pasokan oksigen di paru-paru. Baru kali ini Rayza merasa berdebar saat berhadapan dengan wanita. “Maaf. Sudah kau duduk di sini saja. Tak usah pindah, mungkin saja kau gelandangan yang sedang menumpang istirahat di mobilku. Aku tak mau terlalu berdekatan denganmu.” Ucap Rayza asal. Dia tak ingin rasa gugupnya terlalu mencolok. Dan hal itu sukses menghancurkan harga diri seorang Qiran. Bagaimana mungkin wajah cantik, kulit mulus, tubuh bak model dengan pakaian mahal yang melekat dikatakan sebagai gelandang? Qiran merasa bahwa pria di hadapannya tak hanya menyebalkan tetapi juga bermulut tajam. Atau mungkin malah tidak waras dan memiliki kelainan retina? “Hei saya bukan gelandang. Bahkan saya bisa membeli sepuluh mobil seperti ini. Jaga bicaramu!” Qiran emosi. Rayza pun tersenyum, tak menyangka menggoda wanita hingga marah adalah hal yang sangat menyenangkan. Pria itu segera bergerak menjauh dari sang wanita, kemudian duduk di balik kursi kemudi. “Just kidding. Saya hanya bercanda, begitu saja marah. Duduklah di depan. Saya akan mengantarmu pulang.” Ucap Rayza lembut. Bahkan sangking lembutnya pria itu bicara, membuat Qiran lupa sikap menyebalkan pria itu. “Saya tidak sudi diantar anda," ucap Qiran keluar dari mobil. Gadis itu pun membanting pintu hingga berdebum sangat kuat. Qiran bergerak menjauh dari mobil. Namun sayang baru beberapa langkah tiba-tiba dia melihat sosok yang sangat ditakutinya saat ini. Sang Papi. Langkahnya segera terhenti, kemudian dia berjongkok di belakang mobil yang sedang terparkir. Dan sayangnya mobil itu malah berjalan tepat saat dia bersembunyi. Qiran sangat yakin sosok yang dilihatnya adalah sang papi yang sedang mencari dirinya. Walau pria itu terlihat membelakanginya, tapi Qiran sangat hapal siluet dan body language sang papi yang sedang marah padanya. Dan kini dia panik saat menyadari mobil yang dia gunakan untuk bersembunyi bergerak keluar area parkir. Qiran segera menoleh ke kiri dan ke kanan untuk mencari tempat persembunyian lainnya. Tapi sayang, terlalu jauh untuk berjalan ke arah area parkir mobil yang kosong. Dia tak mungkin bisa lari lagi. “Ah... Sial...” ucapnya panik. Tiba-tiba rasa panik itu langsung menguap saat ada seseorang yang memberikan jaket denim di pundaknya. Seketika Qiran menoleh dan menatap wajah pria yang sejak tadi membuatnya marah. “Ikut saya!" Perintah Rayza menarik lengan gaun Sang gadis yang seperti lonceng. Sungguh saat ini Qiran merasa tertolong. Tapi ada hal yang membuatnya semakin membenci pria yang menolongnya. Se jijik itukah sang pria hingga memilih memegang kain yang melekat di tubuhnya dibandingkan dengan menggandeng tangannya? Baru kali ini dia merasa terhina. Qiran mendengus kesal. Seandainya saja dia tak membutuhkan bantuan tubuh besar pria itu untuk menutupi langkahnya dari sang Papi, sungguh Qiran tak Sudi menerima pertolongan pria yang bahkan belum dia kenal. Apalagi dengan sikap super menyebalkan pria itu. “Merapatlah sedikit!” perintah Rayza membuat Qiran refleks merapatkan tubuhnya. “Hei jangan nempel juga, beri jarak!” ucap Rayza mengibaskan tangannya. Hal itu membuat Qiran merapatkan bibirnya dan memelototi mata Rayza. Seolah mata bulat besar yang terbentuk itu sedang bicara bahwa dia sangat membenci Rayza. Tapi Rayza tak peduli. Sedangkan di sisi lain, Martin gelisah mencari putrinya yang kembali menghilang. Dari jauh dia seperti melihat sosok bocah nakal itu, tapi saat dia berlari mendekat entah ke mana perginya gadis itu. Sesaat kemudian dia sempat melihat siluet seseorang yang sangat mirip dengan putrinya. Tapi tak mungkin gadis itu adalah Qiran, karena gadis itu menggunakan jaket denim, apalagi saat ini sedang digandeng oleh seorang pria yang mungkin kekasihnya. “Tapi pria di samping gadis itu seperti... Aku seperti mengenalnya...” gumam Martin bermonolog menatap dua insan yang tampak seperti sepasang kekasih. Martin melihat dari sudut pandang belakang. Dia tak bisa melihat wajah pemilik siluet itu. Yang jelas saat ini dia hanya bisa melihat seorang gadis yang sedang dirangkul kekasihnya. “Dokter Rayza? Mungkinkah itu dia?” ucap Martin kembali bermonolog. Martin pun mempercepat langkahnya untuk mengejar pria dan wanita yang dia curigai. Namun sayang seseorang memanggil namanya. "Mr. Martin." Ucap seorang pria. Martin pun segera membalikkan telapak bug untuk melihat sosok yang memanggilnya. "Oh... Mr. Rayyan, apa kabar?" Ucap Martin kepada rekan bisnisnya. Lebih tepatnya suami dari rekan bisnisnya Aurel. "Alhamdulillah baik dan selalu baik." Ucap Rayyan ramah. Pria itu tak menyadari keberadaan keponakannya sama sekali. "Wah sepertinya kau habis berbelanja." Ucap Martin basa-basi saat melihat belanjaan Rayyan. Padahal dalam hati ingin sekali dia tak memperdulikan pria ini demi mengejar sosok yang dia curigai. Tapi apalah daya, dia tak mungkin mengabaikan keluarga besar raja bisnis. "Ah ya, istri ku sedang ngidam. Dia ingin makanan dari restoran ini." "Wow Ny. Aurel hamil lagi? Anda memang luar biasa." Ucap Martin menepuk bahu pria di hadapannya. "Ya, mungkin ini akan jadi anak terakhir kami." "Apa anakmu laki-laki?" "Ya, Alhamdulillah akhirnya aku memiliki anak laki-laki setelah 10 anak perempuan. Hahaha. Baiklah sudah dulu ya, saya khawatir Aurel menunggu makanan ini." "Ya... Hati-hati di jalan." "Terima kasih." Setelah mengakhiri percakapan singkat itu. Martin pun berlari ke arah sosok yang dia curigai. Tapi sayang. Mereka sudah pergi jauh. Bahkan tak bisa dia temukan jejaknya. Martin mengusap wajahnya dengan kasar. Dia menyesalkan pertemuan dengan Rayyan. Seandainya saja hal itu tidak terjadi, pasti dia sudah menemukan putrinya yang kembali kabur. Namun dalam hati kecilnya dia masih berharap putrinya akan kembali. Karena dia belum mengaktifkan ATM dan kartu kredit bocah itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD