Panggilan Sayang

1419 Words
"Aaauuu... Sakit De..." Ucap Rayza sok imut. "De? Sejak kapan Lo jadi Kaka gue." Ucap Qiran mencibir. "Sudahlah jangan ngambek. Ayo pilih mau handphone yang mana?" Ucap Rayza tersenyum sangat manis. ??? Mendengar panggilan De membuat hati Qiran berdesir. Entah apa perasaan apa yang hinggap di dadanya. Yang jelas rasa itu menjurus pada kebahagiaan. Mungkin karena Qiran selama ini tak memiliki sosok kakak, sehingga kini dia merasa begitu bahagia dengan panggilan Rayza untuknya. "Yang ini aja." Ucap Qiran menunjuk pada handphone dengan layar 5 inch dan logo apel di bagian belakang. Jelas saja itu handphone kelas atas. Rayza kembali mendengus kesal. Gadis yang satu ini jika diberi hati minta jantung. "No no no... Itu terlalu mahal. Lagian mau buat apa? Handphone itu yang penting bisa buat chat dan nelpon itu cukup." Ucap Rayza menolak. Bukannya dia tak mau membelikan barang mahal untuk Qiran. Apalagi alasannya karena uangnya tak cukup. Jujur saja dengan profesi doktor dia memiliki pundi-pundi uang yang cukup banyak. "Ih pelit banget sih?" Ucap Qiran memanyunkan bibirnya. Mendengar Jawa Qiran membuat Rayza mendekatkan bibirnya ke telinga Qiran. Dan membisikkan sesuatu. "Ingat kamu belum kerja. Memangnya mau gajian kamu aku ambil terus buat bayar handphone?" Ucap Rayza berbisik. Lagi-lagi ucapan Rayza berhasil membuat hati Qiran kembali membara. Menyesal Qiran mengatakan Rayza kesurupan malaikat. Karena nyatanya pria itu memang manusia menyebalkan. "Yaudah Kakak... Ade mah nurut aja ma Kakak..." Ucap Qiran tersenyum manis di hadapan Rayza, tapi kaki gadis itu kembali menginjak kaki Rayza. Membuat Rayza tersenyum sambil meringis menahan sakit. "Yang ini aja Mbak... Sekalian pasang template glasses dan covernya ya." Ucap Rayza menunjuk salah satu handphone dengan harga kisaran 2 juta rupiah. Qiran bernafas lega, setidaknya Rayza membelikannya handphone yang tidak ketinggalan jaman. Sungguh Qiran tak bisa membayangkan jika dia memakai handphone keypad yang sudah tak jaman. Makin hancur saja reputasinya. Sedangkan Rayza sibuk menatap deretan simcard. Dia hendak memilih salah satu simcard dengan nomor yang mudah diingat. Tentu saja itu untuk Qiran. "Sekalian pasang SIM card nya ya Mbak... Yang ini kartunya Mbak." Ucap Rayza menunjuk salah satu SIM card. Setelah membelikan Qiran handphone. Tak terasa mereka berbelanja cukup lama. Bahkan hari sudah masuk waktu Shalat Zuhur. Mereka pun melangkahkan kaki menuju Mushola yang ada di Mall. Usah Shalat Zuhur, Rayza mengajak Qiran makan siang di restoran. "Mau makan apa?" Ucap Rayza sambil membuka iPad berisi menu makanan yang disajikan di restoran. "Terserah." Jawab Qiran singkat. "Kamu apa aja doyan kan?" Tanya Rayza terdengar menyebalkan di telinga Qiran. "Iyaa..." Jawab Qiran. Akhirnya Rayza pun memilih menu untuk mereka sesuka hati. Usai memesan menu melalui iPad yang disediakan, Rayza pun menyodorkan kotak Handphone yang baru saja dibelinya kepada Qiran. "Ini untukmu. Agar kita mudah berkomunikasi." Ucap Rayza. "Terima kasih, ngomong-ngomong soal gaji. Kamu gaji aku berapa perbulan? Terus bayar handphonenya dicicil berapa kali?" Tanya Qiran polos. Dia berusaha menerima kenyataan bahwa dirinya sekarang sudah resmi menjadi pembantu rumah tangga pria tampan tapi sayang menyebalkan. "Aku ga akan potong gaji kamu. Anggap saja ini sebagai bukti bahwa aku orang baik." Ucap Rayza terkekeh karena omongannya sendiri. Dia merasa hanya Qiran yang mampu merubah sikapnya. Biasanya dia adalah pria irit bicara. Tapi di hadapan Qiran membuatnya cerewet. Rayza nyaman bicara dengan Qiran. Bahkan berdebat pun membuatnya bahagia. Qiran sukses membuatnya menjadi Sosok yang lain. "Ish... Ish... Ish... Orang baik kok ngomong-ngomong. Dasar sombong." Cibir Qiran dengan mata menyipit. Sungguh Rayza gemas melihat ekspresi wanita di hadapannya. "Oke mari kita bahas soal pekerjaan kamu. Tugas kamu adalah menyiapkan sarapan pagi dengan masakan tangan sendiri, mencuci dan menyetrika pakaian, mencuci piring, beres-beres rumah termasuk kamar aku dan antar jemput aku kerja." Ucap Rayza. "Hah? Antar jemput juga? Katanya aku jadi pembantu kok jadi supir juga?" Ucap Qiran kesal. "Kan aku sudah berbaik hati sama kamu, beliin baju, beliin handphone, ngurus kamu sakit sampai sembuh. Jadi wajar dong kalo kamu juga harus memberikan sesuatu yang lebih padaku." Ucap Rayza. "Ish... Katanya orang baik, nyatanya perhitungan juga." Qiran mengumpat. "Tenang... Kamu boleh kok kuliah lagi, nanti biar aku yang bayar biayanya." Ucap Rayza kembali. Dalam sekejap netra coklat gadis itu berbinar. Sungguh ini mimpi indah di siang bolong. Qiran kembali mengiyakan bahwa pria di hadapannya memang kesurupan malaikat. "Kamu serius?" Tanya Qiran penasaran. "Se... Ri... Us..." Jawab Rayza. Rayza merogoh saku belakang celananya kemudian mengambil dompet di sana. Pria itu tampak serius membuka dompetnya dan mengambil sebuah kartu. "Ini ATMnya. Aku akan transfer ke ATM ini jika gajian." Ucap Rayza. Qiran pun segera meraih ATM untuknya. ATM itu tampak elegan dengan warna gold yang rupawan. Jujur saja antara percaya tidak percaya. Bagaimana mungkin seorang pembantu diberikan ATM gold untuk gajian? Pembantu di rumahnya saja gajian dengan uang cash. Tapi Qiran enggan bertanya. Dia pun segera menyimpan ATM itu ke dalam tas kecil miliknya. "Owh ya aku lupa bilang. Mulai hari ini kamu tinggal di apartemen sebelahku ya? Tidak mungkin kita tinggal satu atap kan? Aku khawatir kau khilaf." Ucap Rayza membuat Qiran speechless. "Yang benar saja, mana mungkin aku khilaf lalu menyerang mu. Yang ada kau malah yang menyerang ku... Ihh... Mengerikan." Ucap Qiran bergidik ngeri. Selang beberapa saat kemudian, pesanan makanan dan minuman mereka datang. Ayam bakar satu ekor utuh, cah kangkung jamur, tempe dan tahu goreng dan sambal mangga. Tak lupa minumannya, jus mangga dua gelas. Melihat dan mencium aroma makanan yang lezat membuat perut Qiran merengek minta diisi. "Ini untukmu." Ucap Rayza menyodorkan sepiring nasi dan tempe tahu. "Aku makan ini?" Tanya Qiran kesal. "Tadi kamu bilang terserah." Jawab Rayza santai. "Ya tapi ga tempe tahu juga. Giliran kamu beli ayam satu ekor. Jahat banget sih?" Ucap Qiran kembali mengomel. Tapi sayangnya Rayza malah terkekeh. "Becanda De... Ini kita makan bersama-sama kok..." Ucap Rayza memotek paha bawah ayam untuk Qiran. "Ini untuk Ade. Kalo mau lagi bilang saja nanti Abang potek lagi buat Ade." Ucap Rayza. Panggilan Ade lagi-lagi terucap dari bibir Rayza yang biasa pedas. Tapi kali ini terdengar begitu manis dan segar. Dan lagi-lagi desir di dadanya kembali menghantui. Rayza memang selalu mampu membuatnya bahagia. Dan terlebih lagi pria itu menjuluki dirinya dengan sebutan Abang. Qiran jadi merasa seperti anak SMA yang menjajakan dunia pacaran. "Makan yang banyak ya... Besok cucian banyak lho." Ucap Rayza menggoda Qiran. Dan sukses membuat Qiran kembali mendelik tajam. Pria ini memang selalu sukses mempermainkan hatinya. Qiran pun segera melahap nasi, ayam dan cah kangkung dengan lahap. Bukan karena lapar tapi karena emosi. Sehingga semua pelampiasan emosi itu beralih kepada nasi. Dia pun menenggak habis jus mangga tanpa sedotan. Sama sekali tidak manis untuk ukuran dinner dengan kekasih. Dan pastinya mereka memang bukan sepasang kekasih bagi Qiran. "Wow... Sepertinya kau sangat lapar. Atau masakan di sini terlalu lezat?" Ucap Rayza tak ditanggapi oleh Qiran. Bahkan gadis itu sengaja bertahan dengan suara besar agar Rayza malu. Tapi sayangnya pria itu tampak tak peduli dan tersenyum manis sekali tanpa mengurangi kesan anggun dari caranya menyantap makanan. "Besok kau berangkat kuliah jam berapa?" Tanya Rayza. "Jadi aku mulai kuliah besok?" Bukannya menjawab gadis itu malah balik bertanya pada Rayza. "Iya... Kau sudah tidak masuk kuliah tiga hari. Jika kau terus bolos, kau akan sulit mengejar materi." Ucap Rayza sok bijak di telinga Qiran. "Aku pikir nunggu gajian baru boleh kuliah." Gumam Qiran heran. "Kan sudah kubilang. Aku orang baik." Ucap Rayza terlalu percaya diri. Bahkan Rayza sendiri tak mengenal sosok yang ada dalam dirinya. Sungguh bukan dirinya yang biasa. Hal itu membuat Qiran kembali beedecih. "Seharusnya kau mengucapkan terima kasih." Ucap Rayza. "Terima kasih." Ucap Qiran singkat. "Yang manis dong... Terima kasih Abang..." Ucap Rayza. Qiran pun menghela nafas. Dan kembali mengulang ucapannya. Bahkan dengan nada yang sama seperti yang dicontohkan oleh Rayza. "Terima kasih Abang..." "Iya Ade ku Sayang..." Mendengar kata terakhir yang diucapkan Rayza membuat Qiran terkejut. Sebenarnya dia salah dengar atau sedang berhalusinasi? Qiran pun ingin memastikan telinganya. "Tadi kamu bilang apa?" Tanya Qiran. "Memangnya aku bilang apa?" Tanya Rayza. "Tadi tuh aku dengar kamu bilang sesuatu." "Ga usah halu deh... Masih siang..." Ucap Rayza pergi ke kasir untuk membayar makan siang mereka. Melihat Rayza yang menghindar, Qiran yakin telinganya masih normal. "Tapi masa iya dia bilang Sayang ke gue?" Ucap Qiran bermonolog saat Rayza membayar makan siang mereka, sedangkan Qiran masih duduk di kursi makan. Di sisi lain... Rayza berusaha mengontrol perasaannya. Sungguh dia tak menyangka bisa kelepasan memanggil kata "Sayang" pada Qiran. Dia berharap semoga saja Qiran melupakan hal itu dan tak banyak bertanya. Beruntung Rayza sudah menyuruh orang untuk menyiapkan barang-barang Qiran ke apartemen yang baru saja dia beli. Sehingga Qiran bisa langsung dia ungsikan. Akhirnya Rayza bisa bernafas lega.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD