Panik

1315 Words
"Cepat masuk ke kamar! Rapikan kamarku! Dan setrika semua pakaian yang ada di lemari! Kau jadi Asisten rumah tangga! Ini uang untukmu membeli baju, aku tidak rela kau memakai pakaianku." Ucap Rayza kemudian pergi meninggalkan apartemennya. ??? Ucapan pria yang bahkan belum Qiran ketahui namanya membuat Qiran membisu. Sungguh Qiran tak menyangka rupanya dia dijadikan sebagai seorang pembantu. Bahasa kerennya asisten rumah tangga. Dan kini dia merasa bodoh karena sejak tadi berpikir akan dijadikan sugar babby oleh pria itu. Wajahnya memerah malu, tapi melihat kepergian Rayza membuatnya tertawa. "Sialan... Gue jadi pembantu coy... Hahaha... Sumpah sial banget nasib gue sekarang,” ucap Qiran kesal. Tapi setidaknya dia bernapas lega karena tidak menjadi seorang sugar babby Si om-om. Qiran menatap uang berwarna pink yang ada di tangannya. Mengibas uang itu untuk berkipas ria. Dan tak ada angin sejuk yang tercipta sama sekali. "Dua ratus ribu mau buat beli apa? Baju? Emang ada baju harga segitu? Beli di mana?" gumam Qiran mengomel. Sungguh bibirnya tak berhenti berceloteh mengutarakan isi hati yang begitu kacau. Gadis itu pun akhirnya melangkahkan kakinya menuju dapur. Berharap ada sesuatu yang bisa dia makan. Karena saat ini perutnya meminta jatah. Bahkan mereka sudah bernyanyi ria. Menciptakan suara kruyuk yang nyaring. Dengan tergesa-gesa gadis itu membuka tudung saji di atas meja. Tapi sayang tak ada satupun yang bisa dia santap di sana. Akhirnya Qiran memilih kembali bergerak ke arah kulkas. Dan hasilnya nihil. Tak ada bahan makanan sama sekali di sana. "Ni orang kerek banget apa ya? Sama sekali ga ada yang bisa dimakan. Cuman air putih? Minum air gitu biar kenyang? Yang ada kembung iya,” ucap Qiran kembali berceloteh. KRUYUUK... Lagi-lagi suara perutnya berbunyi. Ditambah dengan rasa perih yang menyiksa. Qiran benar-benar lapar sekarang. Apalagi sejak kemarin dia mogok makan karena menolak perjodohan. Akhirnya gadis itu kembali bergerak ke lemari dapur. Berharap ada sesuatu yang bisa dia makan. Dia benar-benar lapar saat ini. Dan akhirnya. Hatinya melonjak bahagia saat melihat sebungkus spageti yang bisa dia masak. Tapi sayangnya saat dia akan memakan spageti itu, Qiran bingung bagaimana cara memasaknya. Akhirnya dia membaca cara memasak yang ada di bagian belakang pembungkus makanan itu. Qiran bergerak mencari teflon untuk memasak dan mengisinya dengan air. Tapi... Setelah meletakkan teflon itu di atas kompor. Qiran tidak tahu bagaimana cara menyalakan apinya. "Bodoh banget sih Lo Qiran. Cara nyalain kompor aja ga tahu?" ucapnya bermonolog. "Ah... Kalo ada hape sih gue bisa browsing. Sial banget. Mana udah laper banget,” ucapnya kembali bermonolog sambil mengusap perutnya yang terasa perih. Dengan kesal Qiran akhirnya membuang air yang sudah dia siapkan untuk merebus spageti itu. Qiran pun mengambil mangkuk dan berinisiatif untuk memasak spageti menggunakan air dispenser yang panas. Tapi sayang dispenser itu belum on. "Aaah... Dispensernya ga on. Gimana mau panas. Gimana sih cara nyalain dispenser?” ucap Qiran ingin menangis karena kesal. Sungguh ini mimpi buruk baginya. Dan lebih sialnya lagi, ini di dunia nyata bukan mimpi. KRUYUK... Lagi-lagi perutnya berbunyi. Sungguh Qiran meratapi nasibnya yang begitu malang sekarang. Biasanya saat dia lapar, dia tinggal berteriak minta dibuatkan makan. Dan dalam sekejap makanan yang dia inginkan datang tanpa harus repot-repot di dapur. Tapi sekarang, bahkan sudah repot-repot di dapur pun dia belum bisa makan apa pun. Karena sudah terlalu lapar, akhirnya Qiran memakan spageti itu tanpa di masak. Dia memakan helai demi helai spageti dengan dicolek saus bolognese. Dan aksi itu cukup untuk meredakan rasa laparnya. Tapi selang beberapa menit setelah itu. Ada rasa perih yang membelit perutnya. Bahkan rasa perih itu seperti mencabik-cabik lambungnya. Perutnya mulai bergejolak ingin memuntahkan lahar dari dalam sana. Qiran merasa asam lambungnya kembali kambuh. Mungkin karena aksi mogok makan yang kemarin dijalaninya. Ditambah dengan makan makanan tidak sesuai dengan aturan makannya. "Aaahh... Perut gue... Hiks... Aduuuh sakit banget,” ucap Qiran menundukkan tubuhnya. Rasa perih itu sedikit berkurang saat tubuhnya ditekuk. Akhirnya Qiran meringkuk di atas sofa sambil menangis karena rasa perih yang mendera organ pencernaannya. Cukup lama Qiran menahan sakit hingga akhir gadis itu tertidur karena kelelahan. Di sisi lain... Selesai mengantarkan Qiran ke apartemennya, Rayza segera pergi ke pemasaran apartemen tempat dia tinggal. Pria itu hendak membeli satu unit apartemen lagi yang letaknya tepat di samping apartemennya. Rayza berpikir tidak mungkin dia tinggal satu atap dengan seorang gadis. Rayza takut tak kuasa menahan gejolak kelelakiannya jika berdekatan dengan wanita apalagi satu atap. Selesai mengurus pembelian apartemen, pria itu menemui Martin di kediamannya. "Assalamualaikum,” ucap Rayza saat memasuki ruang tamu mewah milik pria yang menjadi calon mertuanya. "Waalaikum salam, Nak.Duduklah!" Ucap Martin. Rayza pun segera mencium punggung tangan calon mertuanya, kemudian mendudukkan dirinya tepat di hadapan sang calon mertua. "Di mana kau menemukan Qiran? Mengapa kau tidak bawa bocah itu kemari. Biar saya hukum dia,” ucap Martin langsung pada intinya. Pria itu terlihat begitu emosi karena kepergian Qiran yang entah ke berapa kali. Rayza sengaja tak mengajak Qiran kembali ke rumah ini. Sungguh dia tak ingin Qiran kembali menjadi objek amukan pria di hadapannya. Walaupun sepenuhnya semua ini salah Qiran. "Maaf, tapi saya minta ijin pada anda. Biarkan Qiran tinggal beberapa waktu dengan saya. Saya janji akan membantu anda membuat Qiran menjadi pribadi yang lebih baik,” ucap Rayza yakin. Hal itu justru malah membuat wajah pria di hadapannya memerah karena marah. Rayza tahu hal ini akan terjadi. Tak akan ada seorang ayah yang membiarkan putrinya tinggal satu atap dengan seorang pria yang bukan suaminya. "Tenang saja, Pak. Saya tidak tinggal satu atap dengan putri anda. Saya sudah membeli satu unit apartemen untuk tempat tinggal putri anda." Ucap Rayza meyakinkan. Tapi tak serta merta dipercaya oleh Martin. "Sungguh saya tak habis pikir dengan jalan pikiranmu. Dan saya tak bisa percaya begitu saja melepas putri saya pada anda. Walaupun anda adalah dokter pribadi saya,” ucap Martin. "Silahkan anda lihat berkas ini. Ini adalah berkas pembelian satu unit apartemen untuk tempat tinggal putri anda." Martin pun mengecek dokumen yang disodorkan oleh Rayza. Memastikan dokumen itu asli. Dan rupanya Rayza memang jujur. Dan mau tidak mau dia mempercayakan putrinya pada pria itu. "Jika terjadi hal buruk pada putri saya. Kau akan saya tuntut,” ucap Martin menggertak Rayza. "Saya siap akan semua konsekuensinya,” ucap Rayza yakin. Dan saat itu pula Martin pergi meninggalkan Rayza sendiri di ruang tamu. Entah apa yang akan dilakukan pria itu. Rayza menunggu dengan sabar. Hingga akhirnya pria itu kembali menemuinya. "Ini surat perjanjian. Silahkan kau baca,” ucap Martin. Rayza pun membaca isi surat perjanjian itu. Kemudian membubuhkan tanda tangan di atas materai yang sudah disiapkan. Semua isinya adalah tentang keselamatan Qiran. Dan juga kehormatan gadis itu. Rayza berani membubuhkan tanda tangan karena dia memang tak ada niat menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Selesai membubuhkan tanda tangan, Rayza menatap wajah Martin yang murung. Rayza yakin saat ini pria itu sedang memikirkan putrinya. "Anda jangan terlalu banyak pikiran. Qiran aman bersama saya. Saya akan berusaha mendidik Qiran menjadi sosok yang lebih baik. Saya janji. Dan saya yakin bisa melakukannya. Saya akan memberi kabar akan kondisi Qiran agar anda yakin Qiran baik-baik saja. Tolong perhatikan kondisi kesehatan anda,” ucap Rayza. "Qiran belum makan sejak kemarin sore karena tak mau dijodohkan dengan anda. Saya khawatir asam lambungnya kambuh. Apalagi saya belum mengaktifkan ATM dan kartu kreditnya,” ucap Martin mengkhawatirkan putrinya. Dan ucapan Martin membuat Rayza terkejut. Itu artinya Qiran belum makan apapun sampai saat ini. Terlebih lagi di apartemennya tidak ada makanan. Karena Rayza sudah lama tinggal di rumah orangtuanya. Rayza pun sangat mengkhawatirkan Qiran. Pasti gadis itu sedang kelaparan. Walaupun Rayza cukup lega karena meninggalkan uang untuknya. Semoga saja Qiran menggunakan uang itu untuk membeli makan. Sungguh Rayza panik, tapi dia harus menjaga ekspresi wajahnya agar Martin tidak curiga dan menjadi semakin khawatir. "Baiklah Pak Martin. Saya datang kemari hanya untuk menyampaikan hal ini. Terima kasih karena anda sudah mengijinkan Qiran untuk tinggal dalam pengawasan saya,” ucap Rayza. "Hmm... Jaga Qiran baik-baik. Saya percayakan dirinya pada anda." "Baik Pak... Saya permisi. Assalamualaikum." "Waalaikum salam."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD