BARBECUE

2276 Words
Yasmin perlahan membuka kedua kelopak matanya yang masih terasa berat. Alarm yang dipasangnya di ponsel berjasa besar untuk membuatnya terbangun dari buaian alam mimpi. Yasmin memencet tombol OFF di layar ponsel untuk mematikan alarm yang terus berbunyi tanpa henti. Di layar ponsel tertera deretan angka 6:30. Gadis itu kembali menyusupkan dirinya masuk ke dalam selimut yang hangat. Ia berusaha kembali tidur. Ketukan keras terdengar dari balik pintu. "Yasmin ... Yasmin." Suara seseorang memanggil sambil mengetuk daun pintu, lebih tepat terdengar seperti 'gedor' ketimbang ketukan, terdengar sangat bising di telinga Yasmin. "Aduuuh! Ya ... sebentar." Yasmin terpaksa beranjak dari tempat tidur dengan perasaan malas yang menyiksa. "Apa?" Yasmin membuka pintu dan menampakan wajahnya yang kusut karena mengantuk. "Anak gadis tidak boleh bangun siang! Susah dapat jodoh. Ayo mandi kita sarapan," ujar Mirza sambil tersenyum. Senyuman itu sangat manis sebenarnya, namun entah kenapa justru terlihat sangat menjengkelkan di mata Yasmin. "Iya … bawel!" Yasmin menutup pintu tepat di depan wajah Mirza yang masih berdiri dan terdiam mematung . "Ya Tuhan, dosa apa yang kulakukan hingga mempunyai teman kerja seperti dia." Mirza menggerutu. Ia kembali ke duduk ke mess room menunggu Yasmin datang. Yasmin mandi, dan merapikan dirinya. Ia mematutkan diri di depan cermin. Tak ada gaya berpakaian yang spesial dari Yasmin. Setiap hari sama. Kaos T-shirt dengan celana pendek sedikit di bawah lutut atau sedikit di atas lutut. Tapi dia juga memakai blus dan celana panjang. Dan pagi ini, dia  tak memakai apapun  yang terlihat berbeda. Masih style yang sama, celana pendek dan kaos T-shirt. Yasmin tidak memakai riasan apa pun, terkecuali hanya olesan tipis lip balm tanpa warna untuk mencegah bibirnya yang pecah-pecah karena terus berada di ruangan yang ber-AC. Yasmin mengikat rambut keritingnya dengan gaya poni tile, kemudian ia memakai arloji sport dan gelang aksesoris dari jalinan tali temali. Tak lupa Yasmin menyemprotkan sedikit parfum di pergelangan tangan lalu menyapukan ke leher dan bagian bawah telinga. Yasmin berjalan di koridor menuju mess room.  Sesekali ia tersenyum saat berselisihan dengan beberapa kru yang melintas. "Good morning" Yasmin memasuki mess room dan menyapa serta tersenyum kepada beberapa kru. Mereka sedang berbincang sambil menikmati kopi atau teh dengan gelas mereka yang unik, di atas piring terdapat beberapa potong roti yang dibuat chief cook. "Good morning, Miss." Beberapa wajah memandangi yasmin dengan hangat. Mata mereka berbinar melihat seorang gadis hadir di antara mereka.Yasmin hanya menyapa. Ia terus melangkah menuju ruang makan. Saat Yasmin melewati para kru, mereka mencium aroma padang rumput di pagi hari dari tubuhnya. Seolah kerinduan mereka akan daratan terobati. Yasmin memilih parfum dengan aroma lembut dan khas tanpa kesan manis maupun sexy. Ia sadar untuk tidak memancing ular besar keluar dari sarangnya. Mirza mengikuti Yasmin dari belakang. Ia menarik kursi lalu duduk di atasnya. Yasmin melanjutkan melangkah ke clean pantry. "Yasmin kau mau buat kopi?" tanya Mirza bersuara sedikit nyaring. Yasmin menoleh, "Iya,  kau mau?" "Ya tolong buatkan untukku." "Dengan krimer?"  "Ya," Mirza menatap layar ponselnya dengan serius. "Good morning, Yasmin. Your smell so good" (kau wangi sekali) Robert tersenyum dan menyapa. "Thank you robert," Yasmin tersenyum dan tersipu. "Mau makan? Aku memasak nasi lebih banyak untuk kita." Robert tersenyum, dia tampan sekali.  "Terima kasih, Robert. Kau baik sekali, berapa banyak kru Philipina di kapal ini?" Yasmin berbicara seraya memasukan bubuk kopi ke dalam gelas. "Cuma dua, aku dan mess boy satunya." Robert berbincang sembari mencuci gelas kotor bekas kru minum. "Yasmin kau mau sarapan? Aku bisa membuatkan cornet untukmu, atau mau omelet?" "Kau tenang saja tidak usah repot-repot. Jika aku mau, aku bisa memasaknya sendiri. Kau bilang saja dengan chief cook-mu-itu, izinkan aku masuk ke dapurnya untuk memasak, dan beri aku kunci cadangan kalau-kalau aku lapar di tengah malam, jadi  aku bisa membongkar isi kulkas untuk memasak sesuatu." "Hahahaha, kau tidak perlu memasak, biar aku siapkan untukmu. kalau kunci cadangan, kau bisa minta ke Kapten," ujar Robert sambil tersenyum. "Hahaha, aku hanya bercanda," ucap Yasmin menepuk lengan Robert. "Kau tau, Kapten berpesan kepada kami untuk melayanimu dengan baik, sepertinya dia menyukaimu," ujar Robert menggoda Yasmin. "Ah kau ini, jangan bicara sembarangan!" Yasmin tersipu. Dia membawa dua gelas kopi di tangannya dan melangkah menuju ruang makan. "Ini kopimu." Yasmin menyurungkan gelas berisi kopi panas kepada Mirza. "Tumben sekali kau terlihat rapi, biasanya rambutmu seperti surai singa," ujar Mirza bicara dengan nada sinis sambil memperhatikan Yasmin dengan saksama hingga ujung kakinya. Dia sangat mirip sipir penjara saat ini. "Dasar bawel! Sepertinya kau sakit kalau sehari saja tak mengolok-olokku," Yasmin cemberut. "Kau mau kemana pagi-pagi sudah pakai sepatu Safety?" tanya Mirza.  "Aku mau jalan-jalan di deck, sekalian cuci mata liat bule-bule cakep. Tebar pesona dikit," Yasmin mengangkat kedua alisnya dan tersenyum nakal. "Heh, mana ada yang mau sama gadis macam kau ini, Gadis tapi selalu mengaum seperti singa!" ujar Mirza, seulas senyuman sinis mengembang di bibirnya. "Hahaha, itu namanya pertahanan diri. Aku kan tidak punya siapa-siapa. Yatim-piatu, sebatang kara pula tanpa saudara. Aku beruntung kau mau jadi temanku," Yasmin kembali tersenyum dan menyuap roti kedalam mulutnya. "Syukurlah … kau menyadarinya," Mirza mengangkat bahu. "Kau beruntung tapi aku yang rugi besar! Gara-gara kau, tidak ada wanita yang mau mendekatiku. Mereka pikir aku mempunyai selera yang buruk karena dekat denganmu. Kau membawa pengaruh buruk dalam hidupku!" Mirza menggelengkan kepalanya. Seakan nasib buruk benar-benar sedang menimpanya.  "Alah! Dasarnya kau yang jomblo kelas berat. Karena itu kau berteman denganku. Aku lagi yang disalahkan. Tapi …  tak masalah, aku merasa memiliki seorang kakak lelaki yang bawel dan cerewet."   Mereka kemudian asyik berbincang, bercanda dan tertawa lepas. "Ssttt …" Mirza meletakkan jari telunjuk di bibirnya, "Yasmin, pelankan suaramu! Bagaimana bisa seorang gadis tertawa begitu keras dengan mulut terbuka lebar seperti itu? Tersedak lalat, baru kau tau rasa!" Mirza menoleh ke kiri dan kekanan.  Mirza merasa malu dengan pembawaan Yasmin yang sama sekali tidak seperti wanita pada umumnya yang dia kenal. Yang dia tau, wanita jika tertawa menutup mulut mereka, bahkan kalau bisa tidak tertawa gelak cukup tersipu saja. Tapi Yasmin? Dia bagaikan langit dan bumi dengan mereka, sungguh berbanding terbalik. "Ah … mana mungkin ada lalat di kapal?" Yasmin menutup mulutnya dia kembali tertawa terpingkal-pingkal melihat wajah Mirza yang merah karena menahan malu semua kru memandangi mereka. Tanpa mereka sadari, seseorang melangkah masuk dan duduk membaur di antara para kru yang lainnya. Dia memperhatikan mereka berdua hampir tak berkedip. Ia tersenyum melihat Yasmin, gadis itu sama sekali tidak menjaga citra dirinya. Ia terlihat lepas memperlihatkan kepribadiannya saat bersama Mirza. 'Mereka pasti berteman dekat'  ia bicara di dalam hati. Yasmin tak menyadari ada sepasang mata yang memandangi dirinya dengan kekaguman. Setelah beberapa saat, Yasmin berdiri dari kursinya dan melangkah pergi, Yasmin keluar dari ruang makan dan berada di mess room. Pandangan mereka bertemu …  "Kapten," sapa Yasmin mengangguk dan tersenyum simpul.  "Yasmin," ucap Deniz sambil tersenyum. Dia memandangi wajah Yasmin kulitnya yang kecoklatan. Iris matanya yang berwarna coklat terang menjelajahi tubuh Yasmin. Ia merasa menggila sesaat. "Kau sudah sarapan?" tanya Deniz, dia memandangi wajah Yasmin sangat lekat. Yasmin teringat perkataan Robert tentang Deniz yang menyuruh Robert menyiapkan makanan untuknya. "Sudah, Kapten. Terima kasih," Yasmin mengangguk. Ia melangkah pergi. Deniz menghirup aroma yang tertinggal dari tubuh Yasmin saat ia berlalu.  'Wangimu seperti padang rumput di pagi hari'  Deniz bergumam di dalam hati, dia tenggelam dalam imajinasi. Kru yang berada di sana memperhatikan wajah Kapten mereka, dan semua orang mengerti, Deniz sangat menyukai Yasmin. Mereka sebenarnya bertanya-tanya kenapa Kapten mereka tiba-tiba sering berada di mess room mereka, padahal biasanya ia jarang turun. Deniz lebih sering berada di kamarnya, terkecuali saat makan siang dan makan malam yang dilakukan pada jam 5 sore. Deniz biasanya menikmati sarapan di dalam di kamarnya, dia juga menikmati waktu coffe time di kamarnya. Jika ia ingin membicarakan masalah pekerjaan, Chief Officer atau kru yang naik ke ruangannya. Kamar Kapten sangat besar, empat kali  lipat jika dibandingkan dengan kamar kru biasa. Kamarnya dibagi dua, dan diberi sekat dinding pemisah. Sebagian kamarnya digunakan sebagai kamar tidur dan sebagian lagi untuk kantor pribadinya. "Kapten, apakah kita tidak akan pergi mencari gadis-gadis?" Salah satu kru bertanya. "Tidak, disini terlalu jauh dari daratan, tidak seperti di Brazil atau Mexico, hanya 30 menit dari daratan. "Uhh … sayang sekali." Dia berdecak dan menggelengkan kepalanya, "jika para wanita di sini seperti Yasmin. Mungkin aku bisa lupa jalan pulang ke rumah." Seorang kru berujar.  "Hahahaha." Para kru tertawa lepas. Mereka menertawakan diri mereka sendiri. "Kapten, aku dengar kau akan pergi ke kota."  "Iya besok aku akan ke kota, ada urusan yang harus aku selesaikan." ujar Deniz sambil berdiri dari kursinya. "Katakan kepada semua kru, hari ini kita bermain basket. Kita juga mengadakan pesta barbeque di dek samping." "Jam berapa, Kapten?" "Jam 4 sore, sudah mulai bermain dan mulai membakar daging." Setelah Deniz menyelesaikan kalimatnya dia kembali ke ruangannya. Semua orang merasa senang. Deniz suka berpesta. Terkadang di perairan tertentu yang dekat dengan daratan, mereka turun secara bergantian untuk bersenang-senang. Kapten mereka selalu menjadi idola dari para gadis-gadis. Namun, mereka tak pernah melihat wajahnya bersemu kemerahan seperti hari ini sebelumnya. Yasmin melangkah pergi keluar kapal. Dia berjalan-jalan di dek luar. Cuaca pagi sedang baik, sinar matahari tidak terlalu panas dan menyengat. Yasmin berkeliling kapal yang panjangnya mencapai ratusan meter. Ia mengenakan kacamata hitam untuk menghalau sinar mentari yang menyilaukan. Puas berkeliling, ia duduk di bangku yang terbuat dari besi. Yasmin menikmati setiap aroma laut yang dibawa angin menyentuh indra penciumannya. "Siapa namamu?" tanya beberapa kru sambil mendekatinya. "Yasmin," ujarnya sambil menaikan kacamata dan meletakan di puncak kepala. "YESEMIN? Nama yang cantik. Aku Oskan," ujar seorang lelaki menepuk dadanya pelan. "Terimakasih, tapi apa cuma namaku yang cantik?" Yasmin tersenyum dan menaikan kedua alisnya. "Hahahaha, tentu saja tidak. Kau cantik luar biasa. Bahkan bunga melati kalah cantik darimu." Osman tersenyum sambil menyapukan pandangannya ke seluruh tubuh Yasmin. Yasmin tertawa gelak, "Apakah ini rayuan?"  matanya mendelik, namun bibirnya tersenyum. "Ini bukanlah rayuan tapi kenyataan," ujar Oskan kembali tersenyum. "Kau belum tau saja, she is Lioness(singa betina)" Tiba-tiba Mirza telah hadir di antara mereka dan menyanggah pujian untuk Yasmin, seakan dia tak rela Yasmin dipuji. "Ouch, Lioness?! Sangat menarik," tatapan mata Oskan berubah menjadi nakal, "terkam aku dan mengaumlah, Sayang. Aku ingin mendengarnya," Oskan menyentuh selangkangannya. Yasmin tertawa mendengarnya. "Oskan! Ingat anak istrimu!" kru lain menimpali. Semua orang tertawa lepas.  Yasmin sudah terbiasa dengan gurauan para kru, dia selalu mendengar hal itu. Terutama dari para kru yang berasal dari eropa. Wajah Yasmin sangat cantik menurut mereka.  Kulitnya yang kecoklatan membuat mereka melayang dalam angan-angan yang menggila. Namun Yasmin tak pernah menanggapi mereka dengan serius. Dia hanya menganggap mereka teman kerja. Berbincang dengan mereka adalah obat kejenuhan bagi Yasmin. "Oskan, benarkah hari ini kita pesta barbeque?" Mirza bertanya kepada Oskan. "Yes, barbeque dan bermain basket, kau mau ikut?" Oskan bertanya. "Baiklah, kami ikut," Mirza sangat bersemangat. "Kami?" tanya Yasmin bingung, kedua alisnya mengkerut. "Iya, kau pasti ikut 'kan?" Mirza memastikan. "Tidak adil perempuan dan laki-laki bertanding." Yasmin menolak secara halus. "Bukannya kau sering menuntut kesetaraan gender?" sanggah Mirza dengan sinis. Sementara para kru hanya dapat memandang perdebatan mereka tanpa tau, apa sebenarnya yang Mirza dan Yasmin bicarakan. "Baiklah, aku ikut." ujar Yasmin bersemangat. ***** Waktu berlalu, Deniz selalu menyempatkan diri untuk datang ke mess room kru baik itu saat coffe time dua sehari. Saat makan siang juga begitu dia tidak langsung kembali ke kamarnya dia menyempatkan diri untuk duduk bersama kru. Deniz juga jadi lebih sering ke kantor para kru yang bekerja di dek paling dasar. Ia datang dan bergabung dengan Chief Officer, Yasmin dan teman-temannya untuk membicarakan pekerjaan. Dan itu bukanlah pemandangan yang biasa. Semua orang tahu Yasmin-lah tujuannya datang. Biasanya ia hanya cukup sesekali datang dan  hanya sekedar menyapa saja. Mereka mudah saja bila mengabarkan sesuatu, bisa lewat telpon atau radio. Saat sore mulai menjelang seluruh kru sibuk menyiapkan barbeque dan permainan basket. Semua ada empat tim. Tiga tim dari kru kapal dan satu tim Indonesia, yaitu Mirza dan Yasmin serta teman-teman mereka yang lain. Tim Yasmin dan Deniz memulai babak penyisihan pertama. Saat wasit mulai meniup peluit, bola dilempar ke atas. Mereka saling menepuk, dan mendrible. Sesekali Deniz dan Yasmin berebut bola. Dengan mudah Deniz merebut bola dari Yasmin. Namun tidak  saat bola berada di tangan Deniz, sangat sulit baginya untuk merebutnya. Terkadang Deniz mempermainkannya seolah memberikan bola dengan mudah. Deniz tersenyum puas melihat Yasmin yang frustasi. "Yasmin, awas!" pekik Deniz. Deniz tak dapat menolongnya jatuh terjerembab saat melihat kru lain tak sengaja menabrak punggungnya. Deniz mengulurkan tangannya "Kau tidak apa-apa?" wajahnya terlihat khawatir. "Ya, aku baik-baik saja." Yasmin meraih tangan Deniz kemudian berdiri. Seketika, seluruh kru tersenyum melihat tatapan mata mereka yang terlihat jelas saling menyukai. Mereka melanjutkan permainan. Dan tentu saja tim Deniz menang dengan telak dan mudah. Postur tubuh mereka memang lebih tinggi jika dibanding dengan postur tubuh orang Indonesia pada umumnya. Saat mereka istirahat, pertandingan penyisihan tim kedua dimulai. Mereka menikmati permainan itu sambil menikmati makanan yang tersedia. Deniz duduk berseberangan dengan Yasmin. Dia sedang berbincang dengan *Chief Engineer. Sesekali pandangannya tak lepas dari Yasmin.  'Hari kedua yang menyenangkan' ujar Deniz membatin. Mereka melanjutkan pesta hingga malam menjelang. Yasmin meninggalkan pesta lebih dulu. Dia berusaha menenangkan dirinya. Ia tak ingin terlalu lama memandangi wajah Deniz. Yasmin sangat menyadari ia menyukai Deniz. Tapi Yasmin menolak keras perasaan itu. "Aku tidak boleh menyukainya! Aku tidak boleh sampai jatuh cinta kepadanya," ujar Yasmin menggerutu sendiri di dalam kamarnya. Dia berusaha berperang melawan perasaannya sendiri. "Aku tidak boleh jatuh cinta kepada seaman." (pelaut) Yasmin bertekad di dalam hati. "Hati mereka bertambat di tempat kapal mereka singgah." Itu adalah ungkapan yang seringkali Yasmin dengar dari para kru.  Yasmin tak sanggup membayangkan mempunyai kekasih seorang pelaut yang selalu menambatkan hati pada setiap wanita yang ditemuinya. *** Chief Engineer / Kepala ruang mesin. Jabatan setara kapten. Sepatu safety/ terdapat pelindung untuk jari kaki yang terbuat dari besi
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD