Chapter 4 - Always Meet Him

1460 Words
Lovely Pov Aku merebahkan kepala ke atas meja. Sungguh, rasa pusing bekas semalam masih berdenyut tak karuan. Kalau sampai Bunda tahu, mungkin sepanjang hari aku bisa habis kena ceramah. "Lov?" tegur Fioren yang muncul dari arah pantry. Aku lantas mengangkat kepala dan perlahan memijitnya dengan dua tangan sekaligus. Saat ini, aku memang berada di apartemen Fioren. Setelah semalam katanya aku mabuk berat, Fioren pun akhirnya membawaku pulang ke apartemennya. Beruntung, saat aku terbangun aku berada di kamar sahabatku, bukan berada di kamar p****************g yang akan membiarkan tubuhku telanjang layaknya di dalam cerita novel dewasa yang pernah k****a. Bahkan untuk membayangkannya saja aku gak mampu. "Minum ini, Lov, lumayan ... bisa hilangin rasa pusing lo," ujar Fioren sembari menyodorkan cangkir berwarna putih ke hadapanku. Sejenak, aku mengernyit sambil meneliti isi di dalam cangkir tersebut, "Ini apa, Fi?" tanyaku mendongak. Bukan maksud tak sopan, hanya saja aku harus tahu dulu isinya apa sebelum kuteguk nanti. "Tenang aja, itu s**u madu. Gue sih biasanya langsung manjur kalo habis minum itu, rasa pusing bekas minum minuman alkohol yang gue konsumsi seketika lenyap kalo udah minum s**u madu," tutur Fioren menjelaskan. Mengangguk, aku pun mencoba untuk meraih cangkir yang Fioren sajikan sesaat lalu. Secara perlahan, aku pun mulai menyesapnya sedikit demi sedikit. Seketika, rasa hangat pun langsung menjalar ke seisi perutku. "Tadi malam nyokap lo telepon," celetuk Fioren yang sudah duduk di seberangku. Kontan, aku menurunkan cangkir yang saat ini sedang menangkring di mulut. Mendengar kata Bunda, aku pun langsung menatap Fioren begitu serius. "Serius nyokap gue telepon?" tanyaku membeo. Fioren mengangguk, "Iya. Tapi lo gak usah khawatir ... Gue udah bilang kalau semalam, abis kerjain tugas bareng ... lo ketiduran. Untungnya nyokap lo percaya, dan gue gak harus repot-repot cari alasan lain buat meyakinkannya," urai sahabatku itu sambil mencomot camilan yang tersaji di atas meja.                                                                                                 --- Author Pov "Rio!" Tok tok tok, Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat anggun dan cantik di usianya sekarang, kini tengah sibuk mengetuk pintu kamar anak lelakinya. "Rio bangun, Sayang! Ini sudah siang loh. Memangnya kamu gak ada kelas?" seru wanita itu berusaha membangunkan seseorang yang ia yakini masih bergelung nyenyak di atas ranjang sana. "Anak bandel itu susah dibangunin lagi ya, Mi?" tegur pria tegap yang baru saja muncul dari kamarnya. Melihat istrinya berada di depan kamar si anak, ia pun menghampiri. Pria itu adalah Billy Abrar Andromeda, seorang pengusaha kenamaan yang sudah mempunyai banyak cabang perusahaan di setiap penjuru negara. Ia merupakan salah satu pemilik saham terbesar di kampus elit di mana anaknya berkuliah selama ini. Billy adalah suami dari Fista Andromeda. Wanita cantik yang kini sedang kesal karena anaknya tidak juga berhasil ia bangunkan. "Biarkan saja dia, Mi. Nanti juga anak itu bangun sendiri. Paling tadi malam dia habis hura-hura lagi di club malam," tukas Billy tampak jengkel. Entah harus bagaimana lagi ia menghadapi anak laki-lakinya itu. Fista menghela napas, "Mami tuh khawatir deh, Pi...." ujar Fista berbalik membelakangi pintu. Billy pun mengernyit, "Khawatir? Apa yang dikhawatirkan, hem?" "Soal kelakuan anak kita itu loh, Pi. Semakin besar, Rio malah jadi semakin liar. Papi tau sendiri kan pergaulannya seperti apa, dan Mami belum bisa bikin dia berhenti apalagi menjauh dari hobi buruknya itu," keluh Fista menunduk sedih. Giliran Billy yang menghela napas panjang, lantas ia meraih tubuh istrinya ke dalam pelukan hangat yang selalu mampu membuat Fista merasa nyaman dan terlindungi. "Hanya dengan adanya kehadiran seorang gadis hebat saja yang akan mampu menghentikan kebiasaan buruk anak kita, Mi. Meski kita belum tahu sosok gadis itu berada di belahan dunia mana, tapi setidaknya kita harus percaya ... Rio akan berubah ketika hatinya sudah tertambat pada gadis itu," papar Billy teramat percaya diri.                                                                                                                ---- Lovely baru saja memarkirkan Scoppy pinknya di depan pagar rumah. Ia melepas helm dan sepintas mengintip keadaan rumah di balik pagar tersebut. Jarum jam sudah mampir ke angka 11, sementara Lovely baru bisa pulang ke rumah setelah rasa pusing yang melandanya hilang total tak berbekas lagi. Di tengah aksi mengintipnya, tiba-tiba sebuah tepukan kecil mendarat di pundak Lovely. Membuatnya refleks terlonjak, lalu tubuhnya berbalik ke belakang. "Kena...." pekik Lovely kala mendapati adiknya yang kini tengah berdiri dengan seragam putih-abunya. Lovely mengernyit, sejenak ia melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Padahal baru jam 11, tapi kenapa adiknya sudah pulang? "Di sekolah ada rapat besar khusus para guru, Kak. Mengingat gak ada guru pengganti yang bertugas, jadi ... semua murid dibubarin deh," celetuk Kena seolah tahu apa yang tengah dipikirkan kakaknya saat ini. Mendengar penjelasan Kena yang tanpa diminta, Lovely pun hanya ber-Oh ria sambil manggut-manggut. "Kakak kenapa malam gak pulang? Bunda cemas tau gara-gara teleponin Kak Lovey tapi gak diangkat terus," dengus Kena sembari bersedekap. Kontan, Lovely mendadak gugup ditanya seperti itu. Pasalnya, selama ini Lovely paling tidak bisa berbohong. Maka, ketika Kena menginterogasinya seperti barusan, Lovely pun dilanda bingung harus memberi jawaban seperti apa. Drrt drrt drrt drrt, Berterimakasihlah pada si penelepon. Dengan adanya panggilan tersebut, Lovely dapat mengalihkan perhatian Kena yang dilihatnya masih menunggu jawaban. "Bentar, Ken ... Kakak angkat telepon dulu. Kamu duluan masuk gih! Tolong masukin juga motor Kakak sekalian ya," titah Lovely yang lekas diangguki Kena. Setelah Kena masuk sambil menggiring motor sang kakak, sambil menjawab panggilan Lovely pun menyusul masuk seraya berkata, "Iya, halo?" "Lagi di mana, Lov? Ngampus gak?" tanya si penelepon to the point. "Aku di rumah kok, Mbak. Kebetulan ada kelas sore. Emang kenapa?" "Syukurlah, kalo gitu ... kamu bisa tukeran sift sama Mbak gak? Mendadak Mbak ada urusan yang gak bisa dibatalin nih. Gimana? Kira-kira, kamu bisa gak?" Untuk sesaat, Lovely merenungkan permintaan partner kerjanya itu. Sepertinya, Lovely tidak bisa menolak. Mengingat selama ini partner kerjanya itu cukup sering membantu Lovely juga di kala sedang kesusahan. Maka, tidak ada alasan bagi Lovely untuk menolak permintaannya. "Gimana, Lov?" "Emm ... boleh deh, Mbak. Sekitar 15 menit lagi, aku langsung on the way ke kafe ya," putus Lovely setuju. "Oke deh. Makasih ya, Lov. Mbak janji, nanti sore ... Mbak langsung masuk gantiin shift kamu," katanya terdengar girang. Sementara itu, Lovely hanya tersenyum meski senyumannya itu tidak dapat dilihat oleh orang yang kini berniat untuk menyudahi percakapan via teleponnya.                                                                                                                   ----- Delta Pov "Rio berangkat, Mi!" teriak gue sambil berlari ke garasi guna keluarin mobil. Ini sudah jam 2 siang, dan gue baru mau berangkat ke kampus sekarang. Sialan emang! Gara-gara bibir seksi si Lovely yang bikin gue jadi gak bisa tidur, gue pun akhirnya bangun kesiangan. Untung hari ini gue ada kelas sore. Kalau misalkan kelas pagi, kemungkinan besar nyokap gue udah pasti bakal suruh tukang kebun di rumah buat dobrak pintu kamar gue dan mengguyur gue pakai air yang dinginnya kebangetan. Yeah ... nyokap memang paling gak suka kalau gue sudah malas-malasan berangkat ke kampus. Maka gak jarang deh nyokap gue yang cantik itu mencak-mencak semisal gue terlambat walau hanya satu menit pun. Porsche gue sudah melaju keluar halaman rumah. Gue lihat, sekarang baru pukul 2 lebih 15 menit. Enaknya, ke mana dulu ya sebelum pergi ke kampus? Kalau langsung ke kampus, gue yakin bakalan bosan. Mana si Fedrik lagi gak ada kelas juga hari ini. Di tengah gue yang sedang asyik menyetir, tiba-tiba saja gue teringat sama kafe Girly di mana si bibir seksi kerja part time di sana. Ya, gue memang selalu tahu tentang apa saja yang bersangkutan dengan cewek itu. Maka, dengan kecepatan penuh gue pun langsung memelesatkan lajuan menuju kafe Girly berada. Tak lama kemudian, gue pun sampai. Setelah keluar dari mobil kesayangan gue, dengan langkah santai gue mulai berjalan memasuki kafe. Aroma khas para wanita pun langsung menyeruak menusuk indra penciuman gue. Wajar jika kafe ini dinamakan Kafe Girly, toh baunya juga memang girly banget. "Selamat datang, ada yang bisa saya bantu, Mas?" sambut salah satu pelayan yang mendatangi gue yang bahkan baru duduk di meja paling ujung. Gue mendongak. Sejenak, gue pun mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Maaf, saya boleh minta tolong gak sebelumnya?" tanya gue berusaha sopan. Pelayan itu lalu tersenyum sok manis di tengah anggukannya. Kemudian, sambil menunjukkan muka sok imutnya, dia pun balik bertanya, "Apa yang bisa dibantu, Mas?" "Ehem," deham gue sesaat, "Saya mau, yang layanin saya si pelayan berambut cokelat itu. Kamu bisa kan tukeran sama dia? " tunjuk gue tepat ke arah sosok cewek berseragam serupa yang saat ini lagi anteng membersihkan meja. Mendengar permintaan gue, raut sok imutnya pun langsung memudar. Tapi, gak membuat gue merasa bersalah apalagi harus mengurungkan niat. "Tunggu sebentar," katanya datar. Gue mengangguk dan dia pun pergi dengan langkah dientak. Sambil menunggu si bibir seksi datang, gue pun lihat-lihat buku menu yang tersedia di setiap meja. Sampai akhirnya, "Selamat datang, ada yang bisa saya ban--" "Hallo sexy lip? Tuhan emang selalu punya rencana buat kita, buktinya ... kita sering bertemu di mana pun tempatnya berada," tutur gue menyeringai, sukses membuat si bibir seksi menganga tak percaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD