3. Kehilangan Kekasih

1412 Words
Kekalahan telak didapatkan Kerajaan Azurastone. Korban jiwa peperangan kali ini banyak berjatuhan dari pihak mereka. Serangan begitu mendadak tak mampu ditangani. Lawan melakukan kecurangan, sehingga mereka membalas serangan tanpa persiapan. Raja Ryasion terpaksa menarik mundur pasukan. Raja berhasil kembali bersama beberapa prajurit yang tersisa. Salah satunya panglima kebanggaannya, Tirta. Tampaknya berita kekalahan Kerajaan Azurastone lebih cepat sampai ke telinga rakyat. Ketika iring-iringan pasukan melintas di jalan utama kerajaan, mereka disambut tatapan kecewa. Bukan lagi sorak-sorai kegembiraan seperti saat mereka mengalahkan dua kerajaan besar. Memang sudah biasa orang-orang hanya ada pada saat bahagia saja. Langit kelam bukan hanya senada dengan duka mendalam, tetapi juga kekalahan yang tak termaafkan. Jalanan menuju istana cenderung lengang. Rakyat Azurastone segera menutup pintu dan jendela sebagai bentuk nyata kekecewaan mereka. Terutama pada sang raja. Kekalahan Azurastone dikait-kaitkan dengan kelahiran sang pangeran yang duga membawa kutukan. Tuduhan itu terllau kejam untuk bayi suci tak mengerti apa-apa. Di pintu istana, tak ada sambutan Ratu Natalia. Seorang pelayan menyampaikan keberadaan ratu dan pangeran kecil di kamar. Raja Ryasion melanjutkan langkah ke tempat peristirahatan raja diikuti para tentara. Pintu berukir emas itu terbelah, langsung menampilkan pemandangan seorang wanita mendekap bayi mungil. Seperti biasa senyum tulus ratu menjadi favorit raja. Bagai menemukan oasis di tengah padang pasir, mampu menghilang dahaga. Terlebih tangis Gyuseon ikut menyambut. “Aku kalah," keluh Raja Ryasion pada permaisuri. Beberapa langkah di belakang, Tirta berdiri menunduk. Telinganya mendengarkan percakapan penuh kasih sayang mereka dalam diam. Ratu menggenggam tangan raja, menularkan kehangatan di sana. Ini yang Ryasion suka dari permaisurinya, apa pun yang terjadi, Natalia akan terus mendukung. “Rajaku selalu menang.” Lenguhan makhluk kecil dalam dekapan ratu menarik atensi mereka. Keduanya terkekeh pelan. Lalu Raja Ryasion memanggil Tirta. "Tirta, Kemarilah." Sedikit ragu Tirta mendekat. Ryasion merasakan kecanggungan Tirta langsung menarik lengan sahabatnya hingga terkesiap. "Lihat keponakanmu telah lahir!" Ryasion menepuk pundak sahabatnya keras. Tatapan Tirta terpaku pada bayi yang membuka mata tepat saat dirinya tiba. Ia tahu bayi itu telah lahir beberapa hari lalu. Ini pertemua pertama mereka. Anehnya, mereka seperti sudah saling mengenal. *** Satu kerajaan hangat membicarakan Gyuseon. Kelahirannya dituding sebagai pembawa kekalahan ayahnya di medan perang. Lidah orang memang lebih tajam. Namun raja dan ratu tidak peduli. Bagi mereka anak adalah anugerah. Malam itu bertepatan bulan purnama terang sempurna, mereka saling menautkan jemari. Di bawah cahaya bulan yang sama seseorang menyaksikan kemesraan sang raja dan ratu dari kejauhan. Tirta tak kuasa sebenarnya. Oleh karena itu ia menarik diri ke dalam kegelapan. Kain biru terang dalam ruangan temaram mengurungkan niat Tirta. Di sana bayi dari wanita yang ia cintai tengah terlelap. Bentuk wajah seonggok daging kecil itu perpaduan ayah dan ibunya. Kenyataan itu mengiris perasaan Tirta. Dia meraih senjata di sisi keranjang bayi Gyuseon. Alat bertarung yang dipilih bayi ini saat acara adat itu sangat payah, hanya sebilah pisau sederhana. Tirta berdecih sambil memerhatikan lekuk sederhana benda tajam itu. Entah apa yang merasuki Tirta, pisau itu mengarah pada Gyuseon. Bayi itu tak terusik oleh dingin pisau mengenai kulit tipisnya. Sangat mudah bagi Tirta lenyapkan makhluk kecil ini, tetapi bayangan senyum Ratu Natalia ketika mendekap bayinya mengurungkan semuanya. Akhirnya ia mengeyahkan pemikiran membunuh bayi tak berdaya itu. Mana mungkin ia merenggut senyum Ratu Natalia. Tirta yakin akan tiba saatnya menghabisi Gyuseon dengan tangannya sendiri. Pasti, tapi bukan sekarang. Sebelum itu ia harus memikirkan cara agar keberadaannya telihat oleh wanita yang ia cintai. Natalia harus melihatnya sebagai seorang pria, bukan seorang sahabat ataupun seorang pengawal kerajaan. “Apa yang kau lakukan?” Tirta tersentak, hampir saja pisau dalam genggamannya terjatuh. Raja berjuluk putra naga berdiri membelakangi sinar rembulan. Menjadikan tubuh tegapnya sebagai bayangan untuk putranya yang terlelap. Raja Ryasion menyipit, menyakini penglihatannya tidak salah, tadi ia melihat Tirta berseringai licik sambil menodongkan pisau pada bayinya. Perlahan Tirta mengambil langkah keluar dari tirai pembatas ruangan, dia melirik sang ratu di tempat tidur tengah terlelap tak terganggu oleh keributan ini. Ramuan itu ternyata bekerja lebih cepat. Tirta melebarkan seringai. Sedikit memuji pekerjaan seseorang. “Ada yang ingin kau bicarakan denganku?” tanya Raja Ryasion lagi begitu mereka berhadapan. Tirta menggeleng. Senjata assassin di tangannya berkilat terkena sinar bulan. Haruskah dia mengakhiri segalanya sekarang juga. Hatinya menimbang, tapi jika tak sekarang terlanjur ketahuan juga. “Aku pikir telah mendapatkan segalanya,” Tigreal akhirnya bersuara dan satu alis Raja Ryasion terangkat tinggi tak mengerti. “Panglima terkuat, memenangkan setiap peperangan, menjadi pahlawan yang dipuja rakyat. Tapi aku merasa hampa, aku kekurangan. Ternyata aku belum memiliki segalanya. Aku menginginkan ratumu, Yang Mulia.” Jarak di antara mereka terus terpangkas perlahan. Raja Ryasion masih meraba arah pembicaraan mereka. Tirta yang seperti ini tidak biasanya. "Apa yang kau bicarakan, Kawan?" Tirta kerkekeh. Kawan. Baginya, sejak wanitanya dicuri, status kawan telah hilang. "Kau mengambil wanita yang aku cintai, Raja." Sontak Raja Ryasion terbelalak, hampir limbung jika tak berpegangan pada tiang keranjang bayi. Gusion sedikit terusik sebab tempatnya terlelap mengayun. Ia melihat keseriusan dari cara Tirta bicara. “Kau sungguh mencintai permaisuriku? Atau kau menginginkan posisiku?” “Aku ingin permasurimu, Yang Mulia. Sekaligus mendapatkan posisimu juga sepertinya tidak buruk. Aku akan menjadi seorang raja terkuat dan dipatuhi. Bukan raja lemah sepertimu." “Jadi kapan kita mulai?” interupsi seseorang di jendela. Dia melipat tangan di depan d**a. “Kau datang?” Mata Tirta berbinar, dibalas senyuman lebar wanita itu. Sorot terang di kedua bola mata wanita itu langsung dikenali Raja Ryasion. Dia Ratu Alexa dari Negeri Darkness. Dari cara wanita itu menggelayut pada lengan kekar Tirta dan Tirta yang tak tampak keberatan, sepertinya mereka saling mengenal. Bagaimana bisa? Sejak kapan? Raja Ryasion terkejut dengan semua ini. "Kau?" Tanpa bisa dibaca, Alexa mengangkat tangan. Lantas rantai besar berwarna hijau terang muncul dalam genggamannya, Alexa mengayunkan rantai itu hingga melingkar erat di tubuh gagah Raja Ryasion. Mengunci pergerakkan raja Azurastone sekaligus menyakitinya. Dari urat-urat yang mencuat di leher dan pelipis, tak perlu dijelaskan lagi bagaimana sakitnya. Raja Ryasion menggeram, anehnya tak satu pun penjaga datang. “Aku telah membuat orang-orangmu istirahat sejenak, Yang Mulia. Giliran Yang Mulia sekarang, istirahat dalam damai selamanya.” Wanita itu berujar serak serta s*****l dengan masih bergelayut di lengan kokoh Tirta. Tirta diam saja memerhatikan sahabatnya sekarat. Ia memalingkan wajah saat tersirobok dengan tatap sendiri Ryasion. Dari cermin di sudut ruangan, Ryasion menatap pantulan permaisurinya di tempat tidur. Geramannya bercampur antara marah dan kesakitan. “Izinkan aku mengakhiri rasa sakitnya, Yang Mulia," bisik Tirta mendekatkan wajah di bahu Ryasion. Raja Ryasion melihat pisau yang dia hadiahkan pada putranya berkilat di udara. Semua berlangsung cepat, bagaimana senjata tajam itu mengayun dan menembus satu sisi lehernya. Tak pernah ia sangka satu-satunya orang yang ia percaya di dunia melakukan ini. Ayunan pisau serta muncratan darah terekam menjadi siluet hitam putih di tembok. Cairan merah melesat ke seluruh penjuru ruangan. Tirta mengerjap, terengah-engah ia setelah Raja Ryasion yang selalu ia jaga tumbang di tangannya sendiri. Tangannya berlumuran darah gemetar, lantas pisau tersebut dalam genggamannya meluncur jatuh menciptakan dentingan. Sesaat mata mereka beradu, sontak Tirta mundur selangkah. Ingatan-ingatan pertemuan mereka dari awal hingga kini silih berganti menyerangnya. Ego itu telah mengalahkan semua. Tirta telah menghabisi sahabat sekaligus saudara sendiri. "Maafkan aku." Tirta terduduk di hadapan sahabatnya yang tak lagi bernyawa. Air matanya berjatuhan. Alexa hanya menyaksikan semua sambil bersandar pada pilar. Tak menyangka Tirta punya keberanian sebesar ini. *** Duka bersama hujan berpadu dalam keserasian. Isakan kehilangan Ratu Natasha tak henti menggiring sang raja ke tempat peristirahatan terakhir. Raja bijaksana dan agung itu ditemukan tewas dengan luka dalam di leher. Kabar mengguncangkan keduanya adalah sang putra mahkota Azurastone menghilang. Semua penghuni istana baru menyadari tragedi ini pagi tadi. Mereka menunduk dalam memberi pernghormatan terakhir. Beberapa wajah tampak tak asing berada di barisan paling depan. Negeri ini bertubi-tubi mendapat duka mendalam. Ratu Natasha bersimpuh di depan pusara, jubah putih yang menutup kepalanya sedikit menghalangi tatapan iba mereka. Sebenarnya semalam, samar-samar dia melihat kejadian itu. Ketika ia di ambang batas sadar, ada cahaya hijau terang memasuki ruangannya. Siluet itu menghilang usai menghampiri keranjang putranya. Jemari yang tadinya menggepal perlahan melonggar. Kepalanya menengadah di saat tak dirasa lagi hujan menghantam tubuh, sementara di sekitarnya keadaan hujan deras. Ternyata ada sesosok pria menjulang tinggi berdiri di dekatnya, melebarkan jubah merah. Tirta. Pandangan panglima itu lurus dan tanpa suara. Sikap dinginnya seakan tak tersentuh agak menakutkan bagi sebagian orang. Si kuat, pemberani dan tak terkalahkan, imej itu melekat pada Tirta. Ratu Natasha ingin segera beranjak karena rasa canggung. Namun sakitnya kehilangan membuat ia tak mampu berdiri. Ia harus bertahan sedikit lebih lama di tempat peristirahatan terakhir orang terkasih. Menangisi kepergiannya yang terlalu mendadak. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD