“Manusia-manusia bodoh,' decih Alexa puas menyaksikan korban berjatuhan di perbatasan. Derap langkah pasukan Alexa kembali dari perbatasan dengan membawa kemenangan. Tentu saja mereka tak terkalahkan. Pasukan Alexa sangat ditakuti. Tak mudah menghabisi mereka, karena setiap kali mati pasti bangkit kembali.
Waktu Tirta dan pasukan manusianya melakukan p*********n tiba-tiba, Alexa sangat marah, tentu saja dikhianati sahabat kecilnya untuk kesekian kali siapa tak geram. Ditambah kabar pernikahan Tirta dan Ratu Azurastone semakin memantik sumbu pendek dalam hati. Alexa masih bisa terima dijadikan kambing hitam atas keserakahan lelaki itu. Tapi mendapatkan seseorang mengingkari janji padanya, ia akan sangat membencinya. Untuk itu tanpa segan Alexa kerahkan pasukan pantang mati ke medan perang. Membantai manusia-manusia lemah itu, kemudian menyisakan sedikit dari mereka sebagai belas kasih.
“Tirta menikahi Ratu Natasha, menurutmu apa maksudnya? Terdengar seperti Tirta memang menginginkan Ratu Natasha sejak awal bukan menginginkan tahta. Dia bisa saja membunuh ratu di malam sama dia menusukkan pisau ke leher rajanya. Mengapa pada ratunya tidak?”
Perkataan Kaja terngiang-ngiang, mengiringi gambaran di atas air dimana mayat-mayat tergeletak tak utuh lalu riak airnya berganti menjadi seorang prajurit mengendarai kuda hitam, jubahnya berkibaran. Perkataan Kaja ada benarnya juga. Tirta bukan menginginkan tahta melainkan mengingingkan Ratu Azurastone. Sialnya Alexa turut ambil bagian dalam rencana Tirta dengan iming-iming janji. Sungguh dia tidak belajar dari masa lalu. Bagaimana Tirta pernah membohonginya. Kaja sangat menyayangkan Alexa terlalu mempercayai orang lain.
“Hari ini dia juga terlihat pura-pura melawan. Bukan Tirta sekali menyerah di medan perang,” ujar Kaja bergerak kesana-kemari sembari menyangga dagu. “Dia datang untuk meminta kembali anak tirinya—maksudku Gyusion, bukan? Sebenarnya mudah sekali bagi dia, cukup datang pada Ratu Alexa dan memberi sedikit rayuan manis lagi lalu dia akan mendapatkan Gyusion. Perang ini telah berlangsung alama, tapi dia tidak melakukan itu. Seolah sengaja membiarkan Gyusion tetap di sini.”
“Maksudmu?” Sepasang mata Alexa menyala terang.
Kaja menutup mulutnya dengan tangan, menggeleng-gelengkan kepala konstan.
Alexa mendengus. “Lanjutkan ocehanmu itu!”
Perlahan Kaja melepaskan tangannya, ini langka sekali raganya berbentuk manusia dalam waktu agak lama. Biasanya bila tersinggung dengan perkataannya, Alexa akan langsung mengubahnya lagi menjadi burung. Jadi jangan macam-macam memancing amarah sang ratu jahat ini. Sayangnya mulut Kaja selalu gatal, terlebih sesuatu terjadi janggal di depan matanya.
“Maksudku begini, Tirta bisa datang dan meminta pada Ratu Alexa secara baik-baik. Tidak perlu mengacungkan senjata. Bukannya kalian teman dekat? Dengan begitu nama Tirta akan semakin dielu-elukan sebagai pahlawan karena berhasil membawa pulang pangeran dari orang jahat tanpa menewaskan satupun prajuritnya.”
Alexa melirik ganas lagi di atas singgasananya akibatnya Kaja meringis. “Tapi apa yang dia lakukan tadi?”
Ya, memang benar. Mudah bagi Alexa memasuki Negeri Darkness. Lelaki itu tahu jalan rahasia menuju dunia sihir ini. Alexa sadar Tirta tengah merencanakan sesuatu.
“Tentu saja dia tidak akan melakukan itu. Dia tidak mau mereka tahu bahwa kalian berteman.” Kaja belum selesai bicara ternyata.
“Aku juga tidak akan semudah itu melepaskan Gyusion. Apapun yang berada di tanahku, akan jadi milikku selamanya.” Alexa memejamkan mata tak ingin mendengarkan apa pun lagi.
Melihat ratu bergeming di singgasana, Kaja pamit undur diri keluar kastil. Pintunya dibuka oleh dua penjaga berpakaian lengkap siap berperang. Di teras kastil Kaja menghela napas lesu, menoleh kembali ke pintu tinggi yang tertutup rapat. Kali ini terpaksa dia berjalan kaki. Sepertinya Alexa lupa mengembalikan bentuknya menjadi seekor burung.
***
“Aku dengar Kerajaan Azurastone menyerang Kastil Alexa.”
Dua wanita itu menggelar tikar di halaman depan pondok kayu. Meski langit Negeri Darkness selalu redup, awan-awan hitam membumbung di atas kepala seakan hujan siap menguyur tubuh kerdil mereka setiap saat. Mereka berusaha menikmati semua itu, mungkin mulai terbiasa. Ini demi si bayi menggemaskan yang rewel sejak pagi, suasana luar sedikit menenangkannya. Terlebih Alexa sangat benci kebisingan. Biasanya jika Gyusion menangis kencang sekali, mereka diberi hukuman oleh ratu hutan.
“Mereka kalah. Tumpukan mayat prajurit Azurastone jadi benteng baru di perbatasan." Lolita menanggapi. Penyihir yang mahir dalam ilmu kegelapan itu memang suka berkata kejam.
“Mengerikan!” Naya menangkup wajahnya sendiri.
Gyusion bermain dengan Rabbit. Naya mengelus rambut hitam Gyusion, mendengar kata Azurastone, mengingatkan Naya pada kakaknya yang malang.
Kakaknya amat sabar dan penyayang. Naya dari dulu sangat nakal, oleh karena itu Kakek Great Dragon mengirimnya pada kakaknya. Mereka selalu berlatih bersama menjadi memori menyenangkan. Suatu hari kakaknya memberikan Naya seekor kelinci atas keberhasilannya menguasai sebuah jurus. Naya menyukai kelinci putih yang kini dia beri nama Rabbit. Kenakalannya bisa teralihkan jika mempunyai hewan peliharaan.
“Naya!”
“Ya?” Naya mengerjap.
“Kau dari Azurastone, bukan?”
Naya mengangguk lesu, sedetik kemudian menggeleng. Hal itu mengundang keheranan Lolita.
“Aku tinggal di daratan tinggi Land of Dawn. Lalu Kakek mengirimku pada kakakku di Azurastone. Tidak lama. Aku kembali ke daratan tinggi, dan mendengar kakakku tewas.”
Bahu temannya lantas jatuh begitu lesu. Kisah hidup Naya tidak jauh malangnya dari mereka. Lolita langsung memberi pelukan pada Naya.
Tawa Gyusion pun membuyarkan pelukan mereka. Mereka melupakan satu anggota lagi. Melihat Gyusion merangkak lincah mengejar Rabbit, mereka tergelak. Bayi itu selalu bahagia sekaligus tak mengerti apa-apa.
Di sisi lain Alexa menyaksikan interaksi makhluk-makhluk kecil itu dari atas tebing Fallin The Moon. Pemandangan di sana menyadarkan dia pada sebuah kenyataan bahwa Gyusion akan tumbuh besar dan jika bisa dia ingin menghentikan hal tersebut. Biar Gyusion tetap seorang bayi yang mengemut jempolnya saat tidur. Menangis keras karena lapar. Tertawa renyah menyaksikan tingkah konyol pengasuhnya demi menghentikan tangis Gyusion. Yang terpenting Alexa tidak ingin kehilangan binar di mata Gyusion ketika menatap rupa mengerikannya. Apalagi tangan mungil Gyusion menyentuh tanduk di atas kelapanya... Alexa termenung, memikirkan kembali perasaan jenis apa ini.
“Mungkin itu perasaan seorang ibu,” celetuk Kaja tiba-tiba, wajahnya konyol seperti biasa.
Alexa meliriknya sekilas, seharian mendengarkan seekor burung sangatlah membosankan. Terlebih Kaja kurang bisa diam.
“Kembalikan sayapku, melelahkan sekali berjalan menaiki bukit ini.” keluh Kaja tak didengarkan lawan bicaranya.
Kening Alexa mengkerut dalam, dua penyihir itu lagi-lagi meninggalkan bayi manusia sendirian di dunia luar. Gemuruh awan hitam menjadikan warnanya makin pekat. Gyusion memanjangkan leher, berharap seseorang mengambilnya di tengah udara dingin ini. Dia hanya mampu bergumam, menggigiti mainan kayu dengan mata berkaca-kaca. Takut pada gulungan awan hitam di langit yang mendekat ke arahnya.
Wanita di atas Fallin The Moon menghela napas. Kekuatan sihirnya menyorot ke langit menyebabkan sebuah pancaran sinar hijau menembus kegelapan awan.
“Apa yang kau laku—“
Alexa tidak bisa menghentikan hujan. Tapi Alexa bisa menarik awan cerah disertai pelangi kecil melindungi bayi di tengah tanah lapang itu dari hujan.
“wah!” Kaja terperangah. Membiarkan raga manusianya basah kuyup diguyur hujan deras. Kaja semakin yakin Alexa tak seburuk yang mereka katakan.
Sedangkan di sana Gyusion tertawa renyah, menggapai-gapai awan putih menyerupai kembang gula mengapung di atas kepalanya. Hanya sekitar Gyusion duduk tak terbasahi oleh hujan lebat. Bibir Alexa kontan berkedut kecil. Melihat bagaimana hal sepele bisa membuat makhluk lemah itu berbinar terang. Tak lama pengasuh Gyusion tergopoh-gopoh berlarian di tengah hujan lebat. Mereka baru teringat ada bayi yang mereka tinggalkan karena keseruan bermain. Mereka sempat termangu di tempat, tak percaya pada keajaiban di depan mata. Sebelum keberadaannya disadari Alexa membalikan badan. Ia pergi diikuti Kaja yang bersiul senang.