5. Ingin Dilihat

1158 Words
Ratu Natasha sadar tidak bisa terus-menerus menangisi kematian raja dan kehilangan putra satu-satunya. Cermin jangkung dalam ruangan menampilkan wajahnya yang muram. Benda itu tidak bisa diajak berbohong. Nasib ribuan rakyat berada dalam genggamannya sekarang. Singgasana kosong, orang-orang serakah menggaungkan siasat-siasat demi mendudukinya. Setelah kepergian sang raja, kedudukan tertinggi jatuh pada ratu. Jika didiamkan, saja bukannya tidak mungkin mereka saling menebas leher saudara sendiri demi singgasana raha. Ratu Natasha mendesah risau, jemarinya bertautan tak tenang. Hari itu langkah Ratu Natasha memasuki sebuah ruangan yang tiba-tiba mencekam. Saking hening, gesekan jubah panjang di atas marmer pun terdengar. Kedatangan sang ratu diikuti para dayang sontak membuat semua hadirin berdiri. Mereka pejabat tinggi istana, beberapa wajahnya tampak tak asing. Ratu Natasha mendadak terserang sesak. Beginikah perasaan raja semasa hidup? Tertekan setiap saat, pundaknya berat oleh tanggung jawab. Semua orang abai pada keberadaan pemimpin. Mereka saling berteriak menyuarakan pendapat merasa paling benar. Melirik gulungan-gulungan dokumen menumpuk di sisi meja kerja raja. Ratu Natasha belum menyentuh laporan-laporan itu. Bayangan Raja Ryasion termenung disertai kerutan dalam di dahinya sambil membuka lembar demi lembar gulungan di meja kembali melintas. Sungguh, menghadapi dunia dengan lapang d**a sulit dilakukan. Dirasa sudah cukup kenyang mendengarkan, Ratu Natasha berdiri. Tanpa peduli pada keributan yang entah kapan usai, akhirnya mulutnya terbuka. “Aku ingin menyelamatkan pangeran.” Kepala-kepala itu secepat kilat menoleh ke ujung meja. Ratu mereka kini tampak berbeda. “Serang Kastil Alexa. Bawa pangeran kalian hidup-hidup, lalu kita urus sisanya,” ujar Ratu Natasha gemetar menatap satu-satu mata di sana. “Kenapa kalian diam?” Perdana menteri menelan kasar saliva, membasahi tenggorokan. Begitu pun mereka, satu per satu kembali duduk. Semua telah mengetahui, Alexa berada di balik kekacauan ini. Ketidakberdayaan melawan ratu dari ribuan pasukan mayat hidup membuat siapapun bergidig. “Maaf Yang Mulia Ratu izinkan saya bicara. Hal itu akan sulit dilakukan, mengingat kita baru mendapatkan kekalahan dan hampir kehilangan setengah dari jumlah pasukan. Alexa bukan lawan yang mudah, Yang Mulia. Pasukan setianya akan kembali hidup, dan tidak akan merasakan sakit seperti manusia kebanyakan.” “Maka kalian bisa kerahkan seluruh pasukan istana melawan Alexa sampai habis. Mereka pasti punya kelemahan. Cari!” Rahang mereka hampir jauh, perkataan Ratu Natasha sangat emosional, melenceng dari kepentingan rakyat dan istana. “Yang Mulia Ratu, kemungkinan Pangeran Gyusion hidup—“ sanggah seorang prajurit perempuan menggantung ketika mendapat sorot terluka ratunya. “sangat kecil.” “Lalu kita harus diam saja, membiarkan calon raja kalian berada dalam bahaya? Atau kalian memang mengharapkan ini sejak awal, memperebutkan kursi itu? Aku—“ Dagu lancipnya tertoleh, tanpa menatap kembali orang-orang dalam pertemuan dia kembali bicara, “sepertinya akan lebih baik kerajaan ini dipimpin Dyrroth.” Ratu Natasha mengusap pipinya kasar entah sejak kapan basah meninggalkan aula pertemuan. Dia terus berjalan melewati lorong berpilar besar. Sampai akhirnya kakinya melemah hampir limbung jika tidak berpegangan pada sisi dinding. Para dayang diminta menyingkir. Salah satu usahanya mempersiapkan ketegaran, jangan sampai siapapun melihat kondisi lemahnya. Sekarang dia sendiri. Tirta menyaksikan semua dalam diam. Dimana ratu duduk termangu di tengah perdebatan alot tanpa tatakrama para petinggi, lalu pergi membawa punggung ringkihnya hilang di balik dua bilah daun pintu berukir emas. Tak habis di sana, semua orang kembali membicarakan soal raja baru. Tirta menyandarkan punggung, bukannya terlalu terburu-buru menunjuk siapa yang pantas jadi raja? Manusia memang seserakah itu. Tanah yang menimbun raja mereka saja belum sepenuhnya kering. Tapi kejamnya dunia memang sulit dijeda. “Bagaimana menurutmu, Tirta?” “Apa?” Tirta menoleh pada Lukas, lelaki sejuta pesona itu menelengkan kepalanya sedikit seolah menunjukan sesuatu. Dan oh, semua orang di meja panjang pertemuan tengah menatapnya. Tirta bertanya-tanya mengapa sikap mereka seperti sudah menemukan hewan buruan? Tepukan keras di bahu ia dapatkan. Yang pasti mereka punya rencana. Sialnya rencana mereka sejalan dengan pemikiran Tirta : merebut kursi kekuasaan. Kini Tirta berusaha mempertahankan wajah kebingungan dan pura-pura tak mengerti. Drama yang terlanjur dia mulai harus dia lanjutkan. *** Beginilah cara dewa menyayangi hamba kesayangannya. Tirta yakin. Rencana dia akhir-akhir ini selalu berjalan lancar sebab dukungan dewa, bahkan pada tahap impian terbesar. Menjadikan Natasha miliknya akan segera terwujud. Tirta menatap diri sendiri di pantulan cermin. Benda itu bicara bagaimana perawakannya kokoh berpadu zirah. Tangannya menyugar rambut gondrong agak basah itu. Tirta juga tak terkalahkan. Seorang pahlawan yang puja-puja, tersohor dan tinggal satu langkah lagi menjadi seorang raja. Bukan Tirta yang menawarkan diri. Semua suara bergerak sesuai alur, tetapi sesuai keinginannya. Tirta tetap duduk manis di kursinya memerhatikan wajah linglung sang ratu jelita. Banyak suara menyerang ratu bersamaan. Kuasa yang lemah mendesak ratu pada jurang keputusasaan. Di sana Tirta siapkan iming-iming perlindungan. Agar Ratu Natasha benar-benar menganggapnya harapan. Bukan pembunuh suaminya .... Sontak Tirta menoleh, siapa itu. Ruangannya sepi, sayup-sayup terdengar para prajurit berlatih beradu pedang terdengar dari halaman depan barak tentara. Hentakan kaki puluhan orang memasuki lapangan mengiuti komando. Suara pandai besi menempa hasil alam sesekali terdengar nyaring. “Sudah siap?” Fanny membuka pintu dengan kasar. Terkesiap Tirta dibuatnya. Gadis itu terkekeh hingga matanya setengah hilang. “Ya,” jawab Tigreal menyusul langkah Fanny keluar ruangan. Pembunuh. Tigreal berhenti kembali, bisikan itu amat dekat dengannya. Sekali lagi dia edarkan penglihatan, mencari sesuatu yang ganjil, tetapi tak ia jumpai. Tirta menggeleng, mungkin hanya halusinasi saja. Ditutuplah pintu ruangan rapat-rapat. *** “Mungkin ada cara lain, Ratu.” Tirta membuntuti langkah anggun sang ratu memasuki taman istana. “Pernikahan ini tak perlu ada bila ..., bila hanya akan menyakiti Yang Mulia Ratu.” Ratu Natasha menoleh. Posisinya tepat di bawah cahaya matahari menerobos daun-daun. Balutan kain serba putih membuatnya bagai jelmaan dewi berlatar bunga-bunga cerah bermekaran. Tirta yakin tak salah menyukai orang. Perlahan lelehan bening di pelupuk mata indah Ratu Natasha menelusuri sisi wajah. Bertahan sejenak di ujung dagu sebelum terjatuh mengenaskan ke tanah. Satu-satunya orang yang melihat kelemahan ratu pun mematung. Tirta merasakan denyut yang tak bisa dia jabarkan. Dia hanya mampu meneratkan genggaman pada gagang pedang. “Rakyatku lebih penting sekarang, Tirta. Aku juga tidak yakin ini berhasil, tapi aku menaruh harapan besar padamu. Maaf telah membawamu pada beban besar ini.” Tirta sangat menunggu saat-saat ini, sungguh. Ketika Ratu Natasha tak punya pilihan selain dirinya, namun mengapa rasanya jauh menyakitkan daripada melihat wanita itu tersenyum lebar bersama laki-laki lain. Apa karena hati wanita itu enggan berpaling. Hingga menatap apapun dengan pandangan kosong. Meski Tirta menyematkan cincin di jemari kurusnya. Tak ada tatapan berarti. Lalu hubungan mereka berajalan begitu adanya. Tirta menjadi bayangan semu melindungi sang ratu. Segala keputusan kerajaan dilimpahkan pada Tirta. Sekarang semua telah didapatkan, tetapi kekosongan itu tetap tinggal di dalam hati. Terutama bila mengingat bagaimana dirinya di mata Ratu Natasha. Tirta hanya sebatas raja di istana, bukan raja di singgasana hatinya. Ketika pintu istana terbelah senyum tulus yang biasa menyambut pulang berperang tidak pernah Tirta peroleh. Hanya ada harapan besar di mata sewarna madu itu, juga helaan kekecewaan yang tak bisa disembunyikan dari raut wajahnya. Pasukan Azurastone gagal membawa pangeran kembali. Sedangkan Tirta gagal mendapatkan seseorang secara utuh. Natasha. Entah kapan wanita itu melihatnya sebagai seseorang pria. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD