Part 2

700 Words
"Makanya kalau jadi orang itu jangan pelupa." Virlia sok mengomeli Nola meskipun dirinya sudah ketar ketir karena tatapan menghunus Nathan. Pokoknya demi Nola, dia akan berusaha mengalahkan rasa takutnya. "Maaf. Lain kali Nola akan selalu berusaha mengingatnya." Nola yang pada dasarnya memang pelupa hanya bisa meminta maaf. Gadis cantik itu menoleh ke arah Nathan dan tersenyum tidak enak. "Maaf ya, pak. Nola tidak bisa pulang bersama Pak Nathan." Nathan berusaha menahan wajah kesalnya dengan memunculkan sebuah senyuman. "Iya, tidak apa-apa. Mungkin di lain waktu kita bisa pulang bersama." "Memangnya apa hubungan Pak Nathan dengan Nola sampai ada kata lain waktu?" Sela Virlia. Nola mengerjap polos. "Kan Nola sudah bilang Lia, hubungan Nola dan Pak Nathan itu mahasiswi dan dosen. Lia bagaimana sih?" Nathan dan Virlia sama-sama menatap Nola datar seolah gadis itu sangat aneh. Nola menjadi kebingungan melihat reaksi aneh keduanya. Berakhir menggaruk pipinya yang tidak gatal sama sekali. "Kenapa kalian menatap Nola seperti itu?" Tanyanya heran. "Dahlah, aku mau makan dulu daripada esmosi meladeni kamu." "Emosi, Lia. Bukan esmosi." Koreksi Nola. "Terserah aku dong." Nola mengerucutkan bibir kesal melihat cibiran sahabatnya. "Tidak boleh terserah, Lia. Kita sebagai anak bahasa Indonesia yang baik, harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik juga." Nathan tersenyum mendengar balasan pintar gadis pujaannya. "Dengarkan perkataan temanmu. Sebagai anak bahasa Indonesia yang baik, harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik pula." Kekompakan Nathan dan Nola membuat Virlia mendengkus kesal lalu mengabaikan mereka. Fokus pada makanan di depannya sambil bermain ponsel. Nathan kembali menatap wajah manis Nola. "Kamu juga makanlah. Saya mau pergi ke perusahaan dulu." "Perusahaan?" Beo Nola. Nathan mengangguk. "Berarti selain menjadi dosen, bapak juga bekerja di perusahaan?" Tanya Nola kepo. "Yah, begitulah." "Bapak bekerja sebagai apa di perusahaan?" "Direktur." "Wah, hebat. Lalu kenapa Pak Nathan juga menjadi dosen di sini? Apakah bapak tidak capek melakukan dua pekerjaan sekaligus?" Tanya Nola polos tapi bagi Nathan itu adalah sebuah perhatian yang berharga. "Saya menjadi dosen di sini karena disuruh sama Daddy. Tenang saja. Saya tidak akan capek karena saya hanya menjadi dosen mata kuliah KJMC di lima kelas." Jelas Nathan tanpa merasa keberatan. Padahal biasanya ia paling malas berbicara panjang lebar kalau bukan hal penting. "Pak Nathan hebat. Bisa mengurus kuliah dan perusahaan secara bersamaan. Nola saja yang hanya menjadi pelajar sering merasa kelelahan." Curhat Nola. Nathan menopang dagunya. Merasa tertarik untuk berada lama di sana. Mengabaikan pekerjaan yang menanti di perusahaan untuk sementara. "Oh ya? Kenapa kamu merasa kelelahan? Apakah karena tugas yang terlalu banyak?" Nola mengangguk kuat. "Itulah salah satu alasannya, pak." "Lalu, alasan lainnya apa?" Nola meniup poninya sebal. "Nola capek bolak balik pulang ke rumah." "Kenapa kamu tidak minta di antar sopir saja?" Kekeh Nathan. Nola menggeleng lemah. "Nola tidak ingin dianggap anak manja, pak." "Padahal tidak perlu memikirkan pandangan orang lain. Yang perlu kita lakukan di dunia ini adalah fokus pada diri sendiri." Nola mengerjap polos. "Begitu ya, pak?" Nathan mengangguk pelan. Nola terdiam sejenak. "Tapi, Nola memang tidak ingin diantar sopir sih hehe." Cengirnya. Nathan tersenyum gemas seraya berusaha menahan tangannya mati-matian untuk tidak mencubit pipi Nola mengingat di sini masih banyak pasang mata yang menatapnya. Nathan tidak ingin membuat Nola merasa terganggu oleh penggemarnya. "Bagaimana kalau saya saja yang mengantar jemput mu?" Nola menggeleng. "Jangan, pak. Nola tidak mau membebani Pak Nathan. Lagipula pekerjaan Pak Nathan kan banyak." Nathan menggeram di dalam hati mendapatkan perhatian Nola untuk kedua kalinya. "Uhuk! Uhuk! Pedas banget ya ampun!" Jerit Virlia sembari mengipasi bibirnya sendiri. Nathan mendengkus kesal melihat Virlia kembali menganggu waktunya dengan Nola. "Makanya Lia, jangan menambahkan banyak cabe ke dalam kuah bakso Lia. Gini kan jadinya." Omel Nola tapi wajahnya menyiratkan kekhawatiran. Bagaimana tidak khawatir jika melihat mata sahabatnya berair dengan wajah merah. "Nih, minum dulu teh Nola." Ucapnya kala melihat gelas Virlia sudah kosong. Virlia menerima minuman Nola dengan cepat dan menghabiskan semuanya dalam satu kali teguk. "Huh, baru deh agak lega." Desahnya pelan. Nola juga ikut menghela nafas lega melihat keadaan Virlia sudah membaik. "Aku mau Memesan makanan dan minuman dulu. Jangan biarkan orang duduk di sini, oke?" Titah Nathan. Nola mengangguk patuh. Nathan tersenyum kecil dan bangkit dari duduknya. "Pesanin aku dan Nola minum sekalian ya, pak. Minuman kami udah habis nih." Cengir Virlia sedangkan Nola mengangguk membenarkan. -Tbc-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD