Dua

961 Words
Saat ini Dicka sedang bermain dengan adiknya baby Shahia yang sudah berusia 8 bulan. Siska meminta Dicka untuk menjaga adiknya, karena Siska sedang mandi. Siska baru sempat mandi malam hari karena seharian mengurus rumah dan anak-anaknya. Devan yang baru pulang kerja melihat Dicka dan baby shahia bermain. “Dicka, dimana mamih? Kok kamu yang jagain baby Shahia,” “Mamih lagi mandi pih.” Devan pun menghampiri Dicka dan baby Shahia dan ikut bermain bersama mereka. Tak lama kemudian Siska keluar dari kamar mandi. “Mas Devan, kamu sudah pulang? Maaf aku baru selesai mandi.” “Iya Sis. Tak apa?” “Mas Devan mau aku masakin apa buat makan malam?” “Terserah kamu aja.” “Baiklah.” Siska pun pergi menuju dapur untuk menyiapkan makan malam untuk Devan. Sedangkan Devan masih bermain dengan anak-anaknya. Siska memasak nasi goreng untuk Devan, karena cepat dan mudah dimasak. Siska merasa sangat lelah malam itu. Setelah selesai, Siska kembali menghampiri Devan. “Mas, makannya sudah aku siapkan di meja makan.” “Baiklah. Aku akan mandi dulu.” Setelah selesai mandi, Devan langsung menuju ke meja makan dan menyantap nasi goreng yang telah disiapkan oleh Siska. Sedangkan Siska sedang menidurkan baby Shahia, sedangkan Dicka sudah peri kekamarnya dan tidur. Siska meletakkan baby Shahia yang sudah tertidur pulas di tempat tidurnya, dan Siska membaringkan tubuhnya ke ranjang. Tubuhnya rasanya mau remuk. Tak lama kemudian Devan masuk ke dalam kamar. Devan menyusul Siska berbaring di ranjang dan memeluk Siska dari belakang. “Sayang, apa kau sudah tidur?” Tanya Devan karena posisi Siska membelakanginya. “Belum mas.” Jawab Siska. “Apa kau sangat lelah juga hari ini?” “Aku rasa begitu mas. Ada apa?” “Apa kau yakin tidak butuh baby sitter untuk membantumu menjaga anak-anak?” “Tak perlu mas. Aku tak ingin anak-anakku nanti malah dekat dengan orang lain daripada dengan mamihnya sendiri. Lagian aku kan nggak kerja dan hanya dirumah. Aku rasa aku masih sanggup merawat mereka sendiri.” “Hehm, baiklah kalau itu memang keputusanmu.” Ucap Devan sambil menciumi leher Siska. “Mas…..” Devan tak mendengarkan Siska dan terus menciumi leher Siska, kemudian bermain di telinga Siska. Tubuh Siska menggeliat karena merasa terangsang oleh sentuhan-sentuhan bibir Devan. “Mas, hentikan mas.” “Aku pengen banget sayang.” “Tapi mas…” “Sekali saja ya?” Pinta Devan. “Aku capek banget mas. Badanku rasanya sudah pegal semua. Besuk saja ya?” “Tapi…” “Aku mohon mas.” “Tapi janji ya besuk?” “Iya mas.” “Baiklah.” Ucap Devan tak ikhlas. “Aku tidur dulu ya mas. Aku benar-benar capek hari ini.” “Iya, selamat malam.” Tak butuh waktu lama, Siska sudah hanyut dalam mimpinya. Sedangkan Devan hanya bisa menghela nafas panjang. Lagi-lagi ia harus menahan kekecewaan. Sebenarnya Devan sangat ingin bercinta dengan Siska. Rasanya sudah lama sekali ia tak dapat jatah dari Siska. Sejak hadirnya baby Shahia, Siska selalu sibuk mengurus baby Shahia. Setiap ia pulang kerja, pasti Siska sudah sangat kelelahan. Devan juga tak tega jika harus memaksa Siska menuruti nafsunya. Pada akhirnya Devan akan selalu menahan hasratnya, atau terkadang menyelesaikan hasratnya sendiri. ***** Sang mentari sudah menunjukkan sinarnya. Semua orang sudah siap untuk memulai aktifitasnya lagi. Begitupun dengan keluarga Devan. Hampir setiap pagi suasana di rumah Devan sangatlah ramai. Devan yang sering bertengkar dengan Dicka karena hal-hal kecil. Seperti hanya pagi ini. “Sayang, tolong pakaikan dasiku.” Teriak Devan. “Mamih, sepatuku mana?” Teriak Dicka tak mau kalah. “Sayang….” Teriak Devan lagi. “Mamih aku dulu.” Dicka tak mau kalah. Yah, hampir setiap pagi, mereka selalu bertengkar untuk mendapat perhatian dari Siska. Devan, sang ayah yang tak mau mengalah kepada anaknya. Dan Dicka yang juga keras kepala seperti ayahnya. Siska yang melihat kelakuan keduanya hanya bisa geleng-geleng kepala. Rasanya Siska seperti mempunyai tiga anak, karena kelakuan Devan tak jauh beda dengan Dicka. Kini Devan sudah siap dengan setelan jasnya, Dicka yang sudah siap dengan seragamnya. Oh ya, Dicka sekarang sudah sekolah. Dan Siska yang sedang menggendong baby Shahia. Semua sudah berada di meja makan untuk sarapan. “Mamih, apa Dicka sudah terihat tampan?” “Tentu dong sayang, kau selalu tampan.” “Tampan mana Dicka dan papih?” “Tentu saja tampan anak mamih dong.” “Tuh pih dengerin, sudah kubilang, kalau Dicka lebih tampan dari papih.” Ternyata saat menuju meja makan, Devan dan Dicka sudah berdebat tentang siapa yang lebih tampan. Dicka yang merasa lebih tampan dari papihnya, dan Devan yang tak mau mengalah dengan anaknya. Sepertinya rasa percaya diri Dicka didapatkan dari Devan. “Tampan papih dong, nyatanya mamih kamu cinta sama papih.” “Itu dulu pih, sebelum Dicka ada.” Siska yang melihat perdebatan mereka pun kesal sendiri. “Haish, kalian bisa berhenti dulu nggak bertengkarnya. Habiskan makanan kalian, lalu segera berangkat. Nanti bisa terlambat lagi.” Mereka pun terdiam dan melanjutkan makannnya Setelah selesai sarapan, kini Devan dan Dicka sudah siap untuk berangkat. Tiap pagi Devan mengantar Dicka ke sekolahnya dulu, sedangkan pulangnya, Siska yang menjemputnya. “Mamih, Dicka berangkat dulu ya?” Pamit Dicka dan mencium tangan Siska. “Iya sayang, belajar yang pinter ya. Jangan nakal di sekolah.” “Siap mih.” Dicka pun masuk ke dalam mobil duluan. “Sayang, aku berangkat dulu ya.” “Iya mas. Hati-hati ya.” “Papih kerja dulu ya.” Ucap Devan pada baby Shahia dan menciumnya. Kemudian Devan juga mencium kening Siska sebelum berangkat, seperti yang ia lakukan setiap harinya. Devan dan Dicka sudah berangkat dan meninggalkan rumah. Setelah mobil Devan tak terlihat lagi, Siska dan baby Shahia pun masuk. Rumah sedikit tenang jika tak ada Devan dan Dicka. TBC *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD