Tiga

1142 Words
Hari ini Devan sengaja pulang kerja lebih awal. Devan ingin menagih janji Siska yang kemarin malam belum terlakasana. Devan takut kalau ia pulang malam, Siska akan kelelahan dan rencananya gagal lagi. Devan pulang dengan membawa seikat bunga dan memberikannya kepada Siska. “Wah, ini sangat cantik mas.” Ucap Siska saat menerima bunga dari Devan. “Apa kau menyukainya?” “Iya, ini sangat indah dan wangi.” “Oh ya, ini ada satu lagi.” Devan mengulurkan coklat berbentuk love dari sakunya. “Wah, terima kasih mas. Tapi tunggu, dalam rangka apa mas Devan memberikan semua ini? Tidak biasanya. Aku rasa hari ini bukan anniversary pernikahan kita. Ulang tahunku pun juga bukan?” Siska tampak heran. “Bukan dalam rangka apa-apa. Aku hanya ingin bersikap romantis padamu hari ini.” “Benarkah? Atau ada maksud terselubung dari semua ini?” Curiga Siska. “Hehehe. Tidak kok. Aku ikhlas memberinya.” Jawab Devan dengan senyum menyeringai. Siska menatap Devan yang matanya tersirat hasrat tersembunyi. “Hehm, sudah kuduga.” “Hehehe.” Devan cengengesan tak berdosa. “Ya sudah, aku mau ke kamar dulu mas. Mau nidurin baby Shahia dulu.” “Baiklah. Aku akan mandi dulu. Jangan lupa siapkan tenagamu untuk malam ini.” Siska pergi ke kamar dan menghampiri Dicka yang sedang bermain bersama baby Shahia.  “Dicka, bobok dulu ya sayang. Baby Shahianya juga mau bobok.” “Iya mih.” Dicka pun pergi ke kamarnya. Sedangkan Siska menidurkan baby Shahia. Tak butuh waktu lama, akhirnya baby Shahia pun tertidur pulas. Siska meletakkan baby Shahia di tempat tidurnya. Devan masuk kamar setelah selesai membersihkan diri. Terlihat Siska yang sedang duduk di pinggir ranjang. “Sayang, apakah anak-anak sudah tidur semua?” Tanya Devan dan duduk di samping Siska. “Sudah mas.” “Akhirnya. Itu artinya kita bisa memulai pekerjaan kita malam ini.” Siska menganggukkan kepala. Tak dipungkiri Siska juga merindukan sentuhan-sentuhan mesra Devan. Devan menangkup wajah Siska dengan kedua tangannya. Devan menempelkan bibirnya ke bibir Siska. Devan melumat bibir Siska dengan lembut. Menerima balasan dari Siska, Lidah Devan masuk ke dalam mulut Siska dan mengabsen satu persatu gigi Siska. Tak mau diam, tangan Devan meraba tubuh Siska. Kini keduanya sudah dilanda nafsu yang membara. Devan membaringkan dan menindih tubuh Siska dengan bibir masih menyatu. Puas di bibir, Devan bibir Devan pindah ke area sensitive Siska, yaitu bagian leher. Devan menciumi dan membuat tanda-tanda merah yang samar di area leher Siska. Sedangkan Siska hanya bisa menggeliatkan tubuhnya dan mendesah pelan menikmati sentuhan-sentuhan Devan yang ia rindukan. Nafsu Devan benar sudah tak terkendali saat ini. Devan ingin segera melampiaskan hasratnya. Namun tiba-tiba …. Tok tok tok Devan dan Siska saling menatap. “Mamih, ini Dicka.” Panggil Dicka dari luar pintu. “Dicka?” Siska dan Devan pun panik. “Kau betulkan dulu bajumu sayang. Aku akan membuka pintunya.” Ucap Devan. Siska dengan segera membetulkan kembali pengait bra nya dan mengancingkan piyamanya. “Iya sayang, sebentar.” Devan berjalan untuk membukakan pintu. Ceklek…. “Papih.” “Ada apa sayang?” “Bolehkan Dicka tidur bersama papih dan mamih?” “Loh… kenapa sayang?” “Tadi Dicka bermimpi buruk. Dicka takut pih.” “Loh... kok jagoannya papih takut sih. Anak papih kan pemberani. Kan cuman mimpi.” “Tapi mimpinya serem pih.” “Kalau begitu ayo papih temenin Dicka tidur.” Bujuk Devan. “Nggak mau pih. Dicka mau tidur dengan papih dan mamih disini.” “Tapi sayang…” “Malam ini aja ya pih?” “Hehm. Baiklah.” Devan pun menghela nafas panjang. Akhirnya ia mengalah dan membiarkan Dicka tidur bersamanya. Ia juga tak tega melihat anaknya ketakutan seperti itu. Dicka masuk dan menghampiri Siska yang sudah berpakaian rapi kembali. “Mamih…” “Ada apa sayang? Kenapa anak mamih belum tidur?” “Dicka mimpi buruk mih. Jadi Dicka terbangun.” “Kasian anak mamih. Pasti Dicka lupa berdoa sebelum tidur.” “Iya mih.” “Ya sudah. Ayo kita tidur. Besok Dicka harus sekolah.” Siska dan Dicka pun berbaring. Dicka tidur di dekapan Siska. ‘MISSION FAILED’ Gagal lagi, gagal lagi. Itu yang ada di benak Devan saat ini. “Sabar ya mas. Nggak boleh begitu sama anak sendiri” Ucap Siska saat melihat suaminya cemberut seperti anak kecil. “Kenapa aku yang harus selalu mengalah?” Rengek Devan layaknya anak-anak. “Lah kan kamu yang lebih tua dan lebih besar. Kamu bapaknya loh mas. Orang tuanya. Masa iya anaknya yang suruh ngalah sih?” “Ada apa mih? Papih kenapa marah?” Tanya Dicka. “Nggak papa sayang. Mungkin papih kamu sedang lapar.” Jawab Siska. “Kalau lapar ya makan dong pih. Kenapa marah-marah?” Ucap Dicka menatap Devan. Devan semakin kesal, sedangkan Siska tertawa kecil mendengar ucapan Dicka. “Iya sayang. Papih akan makan sendiri. Kamu tidurlah dengan mamihmu itu.” Ucap Devan yang kemudian berlalu berjalan menuju kamar mandi. “Loh kok papih malah ke kamar mandi mih? Katanya mau makan?” “Sudahlah. Biarkan papihmu itu. Sekarang Dicka tidur ya sayang.” “Iya mih.” Devan pergi ke kamar mandi untuk menuntaskan hasratnya yang seharusnya ditutaskan bersama Siska. Tapi tak sesuai ekspektasi, lagi dan lagi Devan harus menuntaskan hasratnya sendiri di kamar mandi. Tak lama kemudian Devan keluar dari kamar mandi. Sedangkan Dicka sudah tidur di pelukan Siska. Namun Siska belum tidur. “Sudah mas, nggak usah cemberut gitu. Kan masih ada hari esok.” “Aku sedang memikirkan sesuatu.” Ucap Devan dan membaringkan tubuhnya di samping Dicka. “Memikirkan apa?” “Haruskah kita pergi berbulan madu lagi? Supaya tak ada yang mengganggu.” “Nggak usah aneh-aneh mas. Baby Shahiakan masih sangat kecil.” “Aku yakin mama bisa menjaganya kok.” “Tapi aku masih tak tega meninggalkannya.” “Tapi….” “Sudahlah mas. Kita kan bisa melakukannya besok. Dicka kan tidur disini karena ia mimpi buruk tadi.” “Ya sudah.” Ucap Devan yang memutar badannya membelakangi Siska dan Dicka. “Jangan marah dan cemberut lagi dong.” Bujuk Siska yang tahu pasti saat ini Devan sangat kesal. “Nggak kok.” “Benarkah? Kalau begitu hadap sini dong.” “Aku sudah tidur.” “Yah, padahalkan aku pengen lihat ketampanan suami aku sebelum tidur. Siapa tahu nanti bisa mimpi bersama mas Devan sedang melakukan sesuatu gitu.” Devan yang mendengar ucapan Siska, langsung membalikkan tubuhnya meghadap Siska. “Benarkah?” “Iya kan bisa saja.” “Baiklah, kalau begitu tatap aku terus sebelum tidur.” “Senyum dulu dong, biar kelihatan tampannya.” Devan pun tersenyum. Akhirnya Siska bisa meluluhkan hati suaminya yang sedang merasa kesal. Tak lama kemudian mereka pun tertidur. TBC *****           TBC ***** Ada yang pernah ngalamin hal yang sama nggak dengan Devan? Gagal kikuk-kikuk karena ada yang ganggu? hehehe
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD