5-Dimarahin

1175 Words
“Masuk lewat pintu, Ryn! Bukan lewat jendela!” Sontak Auryn menurunkan tangannya lalu menjatuhkan botol itu dari genggamannya. Bibirnya tertarik menjadi senyum kecut. “Eh Mama,” kata Auryn seolah tak bersalah. Gadis itu mendekat ke wanita yang secara paras mirip dengannya itu. Auryn lalu menarik tangan Mamanya. “Mama kok belum tidur?” Audrey menatap anak keduanya dengan mata sedikit melebar. Wanita itu geleng-geleng, melihat Auryn yang pulang dengan baju bebas. Bukan seragam sekolah lagi. “Kenapa nggak bilang kalau mau pulang telat?” Auryn mengusap belakang telinganya lalu menunduk menyadari kesalahannya. “Emm. Lupa, Ma.” “Kamu tahu sekarang jam berapa?” Audrey menyalakan ponselnya lalu menghadapkan benda itu ke depan Auryn. “Jam sepuluh, Ryn!” decak Audrey. “Dari jam lima Mama nunggu kabar kamu. Tapi telepon dari Mama nggak kamu angkat.” “Maaf, Mamaku yang cantik” kata Auryn dengan senyuman. Berharap jika mamanya luluh dengan senyumannya. Audrey geleng-geleng menghadapi Auryn yang mirip dengan Dean ketika berbuat kesalahan itu. Bahkan lengkap dengan kalimat gombalnya. “Masuk! mandi terus tidur!” Mendengar perintah itu Auryn buru-buru masuk rumah. Dia berjalan cepat, takut sang mama melanjutkan omelan. “Sekolah shift malem lo sampai pulang jam segini?” Saat hendak membuka pintu kamar, gerakan tangan Auryn terhenti. Dia menoleh ke lelaki berkaos putih dan bercelana denim yang berdiri bersandar kusen pintu. Auryn lalu bertolak pinggang menatap Andreas yang sepertinya akan pergi itu. “Lo sengaja ya nggak buka jendela?” Andreas menggeleng pelan. “Gue bahkan udah turun buat bukain pintu belakang. Tapi gue udah denger mama marahin lo,” kata Andreas tak berbohong. “Daripada gue kena marah juga, ya udah gue balik!” lanjut lelaki beralis tebal itu. “Lo ya! Nggak ada kasihan-kasihannya ke adek sendiri,” jawab Auryn kesal. Dia merasa selama ini tak punya kakak. Bahkan kakaknya terkesan seperti musuh, selalu membuat masalah. “Kalau kayak gini aja baru ngakuin gue kakak lo,” kata Andreas sambil menggeleng pelan. Mata hitam Andreas lalu mengamati penampilan adiknya. “Ada ya sekolah pamerin paha sama pundak?” Auryn menunduk mlihat baju yang dibelikan Redo. “Gak usah sok peduli!” “Oke-oke. Emang lo dari mana pulang sampai jam segini? Nggak berbuat yang aneh-aneh kan?” tanya Andreas dengan alis yang hampir menyatu. Mendengar pertanyaan itu Auryn menghela napas panjang. Dia menurunkan kedua tangannya dari pinggang. “Emang gue elo yang suka modus? Biarpun gue nakal, gue masih tahu batasan kali,” jawab Auryn. “Terus lo ke mana?” “Gak usah kepo!!” setelah mengucapkan itu Auryn balik badan. Membuka pintu kamar yang beradai di depan kamar Andreas. Selepas kepergian Auryn, Andreas geleng-geleng. Lelaki itu ingat masa SMA-nya yang sering pulang larut. Brak! Auryn menutup pintu kamar dengan kencang. Dia melepas tas yang masih bertengger di punggungnya. Auryn melempar tas itu ke ranjang setelah itu dia berdiri menghadap kaca. Ingatannya berputar saat seharian berjalan bersama Redo. Dia senang karena Redo memanjakannya, bahkan cowok itu terkesan mengalah. Yah meski cowok itu sangat congkak. Gadis itu mengambil ponsel dari tasnya dan melihat banyaknya chat yang masuk. Saat bersama Redo dia sama sekali tak ingat dengan benda itu. Hanya fokus berbicara dengan Redo sambil nge-vlog. Fokus Auryn lalu tertuju ke chat dari Yohan. Tiba-tiba dia ingat dengan pacar pertamanya yang tadi buru-buru pulang. Yohan: Ryn, sorry tadi gue balik duluan. Mama gue tadi berobat, gue jemput dia dulu. Auryn membuang napas pelan. Dia telah sangka ke Yohan. Ah lebih tepatnya Auryn termakan omongan Redo. Auryn lalu membalas chat itu dengan perasaan bersalah. Auryn: Iya, Han. Maaf gue baru bales pesan lo. Semoga mama lo cepat sembuh ya. Drtt!! Ponsel itu langsung bergetar. Menampilkan chat baru dari Yohan. Yohan: kenapa balesnya lama? Auryn: Sorry gue tadi ngevlog Yohan: oh gitu. Gue kira lo ke mana. Ya udah cepet tidur. Good night Auryn. Drtt!! Redo: Makasih untuk hari ini, Ryn. Bete lo sekarang ilang kan? Auryn: Sama-sama. Udah ilang kok. Benar bete Auryn sekarang hilang. Namun dia menyesal kenapa sempat kesal ke Yohan karena lelaki itu tak terbuka.   ***   “Jadi sistem penapasan hewan amfibi tergambar sebagai berikut.” Gadis berambut panjang digerai tampak melebarkan matanya. Saat matanya dipaksa terbuka sempurna, kelopak mata itu seketika turun. Auryn kembali membuka mata dan mencoba memfokuskan diri menghadap ke slide yang berwarna biru laut itu. Pandangan Auryn mulai terasa kabur. Dia melihat slide itu berwarna abu-abu, tak lama slide itu menggelap. Mata Auryn terpejam. Dia tak bisa lagi memaksa matanya untuk terjaga. Tak lama dia membuka matanya lalu menoleh ke sekeliling, melihat teman sekelasnya yang tampak bosan. Arah pandang Auryn lalu tertuju ke depan. Melihat wanita munggil berkaca mata yang berdiri menerangkan. “Hoam!” Auryn menutup mulutnya saat menguap. Auryn memposisikan diri menempel dengan ujung meja. Satu tangannya lalu menyangga dagu. Dia mulai menunduk dan mulai memejamkan mata. Di samping Auryn, Wiska memperhatikan. Cowok berambut lebat itu terkekeh melihat wajah Auryn yang mengantuk. Wiska menggeser tubuhnya lalu menyenggol lengan Auryn hingga gadis itu membuka mata. Rasanya Auryn ingin marah ke cowok yang mengganggu tidurnya itu. Gadis berkantung mata itu menatap Wiska berusaha melotot, tapi tak berhasil. Membuat Wiska terkekeh. “Lo semalem nggak tidur?” tanya Wiska dengan suara pelan. Auryn kembali memposisikan tangannya untuk menyangga dagu. Dia mengangguk pelan sambil memejamkan mata. “Hmm.” Wiska semakin penasaran dengan alasan Auryn sampai tidak tidur. Selama mengenal Auryn, gadis itu selalu ceria setiap datang ke sekolah. Wiska menundukkan wajahnya, menatap mata Auryn yang terpejam. “Emang ngapain sampai nggak tidur?” bisik Wiska. Kali ini Auryn tak mendengar bisikan Wiska. Gadis itu telah terlelap. Sedangkan Wiska masih menatap Auryn menunggu gadis itu menjawab. Namun, sampai cowok itu bosan gadis itu tak kunjung menjawab. Wiska lalu menegakkan tubuhnya. Dia menatap Bu Armin yang menjelaskan sistem pernapasan. “Duh, males banget gue. Ngapain sih hewan napas pakai dibahas detail,” gerutunya pelan. Duk! “Aduh!” Auryn sontak terjaga saat tangannya tak menyangga dagu. Beruntung dagunya tak sampai mengenai meja. Karena tindakan itu kantuknya sedikit hilang. Gadis itu menegakkan tubuh lalu menatap ke depan. Mata hitamnya tertuju ke slide yang penuh dengan istilah latin. Auryn geleng-geleng, kepalanya semakin terasa berat setelah melihat istilah latin itu. “Bosen ya, Ryn,” kata Wiska yang sejak tadi memperhatikan Auryn. “Hmm. Gue mau tidur aja,” bisik Auryn sambil kembali menyangga dagunya lalu memejamkan mata. Wiska seolah tak rela Auryn kembali tidur. Cowok itu butuh teman mengobrol untuk membunuh kebosanan. “Ryn. Jangan tidur. Emang semalem dari mana? Main?” “Hmm,” jawab Auryn yang masih mendengar suara Wiska. “Sama siapa?” “Redo,” setelah menjawab itu Auryn terjaga. Dia menoleh ke Wiska yang menarik satu alisnya. “Sama abang gue,” ralat Auryn. Mendengar kelanjutan Auryn, Wiska tak serta merta percaya. Cowok itu penasaran mengapa Auryn menyebut wakil tim basket itu. “Lo ada hubungan ya sama Redo?” tebak Wiska. Auryn mendengus. Dia menggeleng, masih dengan tangan menyangga dagu. “Jujur! Lo jadian ya sama Redo?” tanya Wiska sambil menarik ujung seragam Auryn. “Beneran?” bisik Wiska seolah kepo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD