Episode 3

1061 Words
Setelah Darman menjelaskan panjang lebar mengenai kontrak kerja dan juga gaji yang akan diberikan setiap bukan padanya, Titan cukup tercengang. Ternyata gaji yang akan didapatkan sungguh diluar dugaan. Meskipun ia harus menjadi sekretaris dari lelaki tengil bernama Bagas, tapi tak apa mengingat gaji yang akan ia terima sungguh menggiurkan dan bisa menutupi semua kebutuhannya dan juga adik-adiknya. "Hari ini sudah mulai boleh bekerja, kalau ada yang tidak kamu mengerti bisa tanya Risa. Dia masih bekerja selama satu minggu kedepan untuk membimbingmu." Jelas Darman. "Saya mengerti. Terimakasih karena sudah memberikan kesempatan untuk bekerja di perusahaan ini." Titan dan Darman saling berjabat tangan. Untuk selanjutnya ia dibawa ke tempat yang akan menjadi ruang kerjanya. Tepat di lantai sembilan, Titan di persilahkan masuk pada sebuah ruangan yang cukup luas dan sangat rapi, disana sudah ada seorang perempuan cantik tersenyum melihat kedatangannya. "Titan, itu Risa. Dia yang akan mengajarimu selama satu minggu kedepan. Jika ada yang tidak kamu mengerti, jangan sungkan untuk bertanya padanya." Titan mendekat, mengulurkan tangannya pada Risa. "Titan, mohon bantuannya." Uluran tangan Titan disambut hangat oleh Risa. "Risa, senang berkenalan denganmu." Mereka berdua saling berjabat tangan. "Kalau begitu saya tinggal, kalian bisa ngobrol-ngobrol sambil belajar." "Iya Pak Darman. Terimakasih." Darman tersenyum, lalu meninggalkan Risa dan juga Titan. Titan merasa canggung setelah Darman meninggalkannya, beruntunglah Risa ternyata sangat ramah dan mudah mencairkan suasana, sehingga kecanggungan diantara mereka berdua segera mencair. "Sebelumnya kamu bekerja dimana?" Tanya Risa di sela-sela ia merapikan beberapa dokumen. "Hampir dua bulan aku menjadi pengangguran dan sebelumnya aku sempat bekerja di sebuah perusahaan batu bara selama tiga tahun." "Wow lama juga ya. Kenapa berhenti?" "Ada sedikit masalah, jadi aku memilih berhenti." Dengan canggung Titan menjawab. Sebenarnya bukan hanya sedikit masalah yang dihadapi saat itu, melainkan masalah besar yang hampir saja mengguncang jiwanya. Namun seakan sudah biasa dan terlatih dengan kondisi memprihatinkan, akhirnya Titan mampu melewati itu semua meskipun sampai hari ini ia masih tidak yakin, apakah ia sudah benar-benar melupakannya atau tidak. "Oh begitu,, semoga kamu betah ya kerja disini." Beruntunglah Risa tidak bertanya lebih jauh lagi. Titan sudah merasa bosan setiap kali ia harus mencari alasan untuk menjelaskan mengapa ia sampai berhenti dari perusahaan dengan sebutan gaji tertinggi di Negri ini. "Semoga aja ya,," balas Titan tidak yakin, bagaimana ia bisa yakin di hari pertamanya bekerja ia hampir saja beradu mulut dengan calon Bos besarnya. Ah,, ralat, bukan hanya hampir tapi sudah. Mengingat kejadian memalukan tadi pagi sudah membuatnya sakit kepala, lalu bagaimana ia akan melewati hari-harinya nanti. Titan hanya bisa menghela lemah, semoga saja ini bukanlah pertanda buruk untuk kelangsungan hidupnya. Sementara itu di ruang kerja Bagas, ia dan Darman masih membahas beberapa project yang mengalami sedikit masalah. Bukan masalah besar, namun Bagas bukan orang yang mau menunggu atau membiarkan masalah sekecil apapun tanpa diselesaikan dengan segera. Sepertinya gelar perfeksionis, yang ia sandang selama ini memang tidak salah. Bagas selalu ingin semua pekerjaan berjalan seperti yang ia inginkan dan sempurna. "Aku masih ragu dengan calon sekertaris yang baru saja kamu rekrut itu." Ucap Bagas di sela-sela kegiatannya menatap layar komputer. Meskipun tatapannya hanya tertuju pada layar tersebut, namun Bagas masih bisa membagi fokusnya dan berbicara dengan Darman. "Maksudnya Titan?" Tanya Darman memastikan. Bagas hanya menggumam, sebagai jawaban. "Dia cukup kompeten dalam bekerja, bahkan dia memiliki pengalaman kerja yang lumayan bagus. Kenapa?" Bagas menghentikan kegiatannya, ia menghela dan menoleh pada Darman. "Yakin? Dilihat dari penampilannya saja kurang meyakinkan." "Kualitas seseorang tidak bisa hanya dilihat dari sisi penampilannya saja. Dia memang berbeda dengan Risa, tapi aku bisa menjamin dia bisa mengimbangi kualitas kerja seperti Risa." Bagas tidak menjawab, meskipun sebenarnya ia sangat ragu dengan pilihan Darman. Namun mengingat Darman tidak pernah salah dalam memilih calon sekretarisnya, ia hanya bisa pasrah. Meskipun Titan jauh dari kata ideal untuk menjadi sekretarisnya. "Penampilan bisa diubah, yang penting dia mau bekerja keras dan cepat dalam bekerja." Darman mencoba meyakinkan, ia tahu bagaimana selera Bagas dalam memilih calon sekretarisnya. Mengingat perusahaan mereka yang bergerak di bidang industri hiburan, jelas Bagas sangat mementingkan penampilan. Namun Darman justru berpikir sebaliknya, untuk apa penampilan menarik tapi kemampuannya dibawah rata-rata. Daraman jelas akan memilih seseorang dengan kualitas kerja meyakinkan, meski penampilannya kurang menarik. Lagi pula Titan tidak termasuk dalam kategori kurang menarik, gadis itu cantik dan manis. Hanya saja cara berpakaiannya saja yang terlihat sangat kolot, dan terlalu tua untuk usianya yang masih sangat muda. Selesai berdiskusi dengan Darman, Bagas segera memanggil Titan untuk membawakan beberapa dokumen yang harus diperiksa. Namun begitu pintu terbuka bukan sosok Titan yang muncul, melainkan Risa. "Apa sekarang namamu berubah menjadi Titania?" Sindir Bagas, begitu Risa datang dan menghampiri meja kerjanya. "Tidak. Aku masih Risa, dan selamanya akan menjadi Risa." Balas Risa, sambil menyerahkan dokumen yang diminta Bagas. Bagas mendongak, menatap Risa dengan tatapan tajam. "Aku akan merindukan tatapan seperti ini. Tajam, dan penuh intimidasi." Risa tersenyum lembut, namun Bagas justru berdecak dan membuang muka. "Tidak usah basa-basi. Jika urusanmu sudah selesai, silahkan keluar." Bagas tidak ingin menatap lebih lama sorot mata Risa. Sorot mata yang selalu memancarkan kehangatan yang selama ini selalu menemaninya. "Apa kamu benar-benar membenciku?" "Apa kamu benar-benar ingin tau?" Bagas balik bertanya. "Aku tidak ingin tau, karena sampai kapanpun kamu akan tetap mencintaiku." "Mencintai istri orang lain tidak termasuk dalam hidupku. Kamu sudah memilih, berarti aku juga harus menentukan." Risa mengangguk lemah, ia tahu Bagas sangat kecewa padanya. Namun dibalik keputusan mendadak yang ia ambil, ada sejuta rahasia yang disembunyikan dari Bagas. "Aku tidak akan mengelak, karena semua yang terjadi memang salahku. Tapi jika suatu saat kamu tidak bisa menemukan penggantiku, datanglah padaku. Aku akan menjadi Risa seperti yang kamu mau." Bagas tertawa geli mendengar ucapan Risa. Ia memang sangat mencintai Risa, namun ia tidak mungkin menjatuhkan harga dirinya dan menjalin hubungan rahasia dengan seorang wanita yang sudah berstatus sebagai istri orang lain. "Ternyata selama ini kamu tidak mengenalku dengan baik." Ejek Bagas. "Justru aku sangat mengenalmu dengan baik. Aku tahu bagaimana perasaanmu padaku," "Benarkah?" Risa melangkah lebih dekat, menyandarkan diri di tepian meja kerja Bagas. Tangan lentiknya menyentuh d**a hingga ke rahang Bagas dengan perlahan. Mendapat sentuhan seperti itu, Bagas tidak mengelak, ia justru membiarkan Risa melakukan apa yang ia inginkan. "Kamu hanya akan mencintaiku, seorang." Ucap Risa sambil menarik dasi yang dikenakan Bagas. "Hanya ada aku dan selamanya aku yang ada di hatimu." Risa semakin mencondongkan tubuhnya. Deru nafas keduanya terdengar jelas, bahkan ketika jarak bibir mereka hanya tinggal beberapa senti saja, namun sebelum bibir itu saling bersentuhan, tiba-tiba pintu terbuka dengan sangat keras. "Bapak mencari saya?" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD