Episode 2

1072 Words
Titan masih menatap gedung kantor yang akan menjadi tempatnya bekerja. Mengerutkan kening sejenak sebelum akhirnya ia benar-benar memasuki gedung berlantai sepuluh itu. Dari luar gedung itu tampak biasa saja, tapi begitu ia memasuki lobi, matanya dibuat kagum dengan interior yang begitu indah dipandang mata. Mewah dan sangat elegan. Titan tidak menyangka sedikitpun dirinya akan diterima bekerja di tempat seperti ini, karena ia hanya mengisi data dan beberapa formulir saja, tanpa mencari tahu latar belakang atau asal usul tempatnya bekerja. Yang ia tahu, perusahaan itu bergerak di bidang industri hiburan bernama Sun Entertainment. Meskipun ia tidak begitu memahami industri hiburan di Negeri ini, tapi Titan cukup berpengalaman di dunia kerja. Menghampiri seorang perempuan yang bertugas sebagai resepsionis, Titan bertanya kemana ia harus pergi. Setelah diantar seorang perempuan, ia kini berada di sebuah ruangan atau lebih tepatnya sebuah ruang kerja seseorang bernama Darman Adiputra. Titan tidak mengenal seorang lelaki bernama Darman tersebut, yang ia tahu menurut si resepsionis tadi ia hanya perlu menemui Pak Darman dan setelah itu ia akan diberi tahu dimana ia akan diposisikan. Hampir lima belas menit lamanya Titan menunggu, tapi tanda-tanda lelaki bernama Darman belum juga muncul. Sesekali ia menatap sekeliling ruangan, tidak ada satu hal pun yang bisa menggambarkan bagaimana sosok Darman itu. Titan kembali teringat ketika ia bekerja di salah satu perusahan yang bergerak di bidang konstruksi, awalnya ia mengira seseorang bernama Albert itu, lelaki muda tampan bak pangeran-pangeran negeri dongeng, mengingat namanya saja sudah sangat begitu indah. Namun Titan dibuat terkejut begitu ia bertemu dengan Albert, ekspektasinya tentang lelaki tampan hilang sudah begitu muncul sosok lelaki tambun bertubuh gempal, dengan rambut separuh. Dan siap nya, lelaki itu yang akan menjadi bos nya. Titan bergidik ngeri membayangkan lelaki gendut bernama Albert, lelaki tua yang tidak tau umur dan sering menggodanya, membuat ia merasa takut hingga akhirnya ia memilih berhenti. Titan berharap kali ini lelaki bernama Darman bukan seperti bapak-bapak tua yang ia bayangkan barusan, atau setidaknya meski sudah berumur semoga saja tidak genit dan mata keranjang seperti Albert. Suara pintu terbuka, membuyarkan lamunan Titan. Seorang lelaki bertubuh tinggi tegap, berjas abu-abu masuk kedalam ruangan. Titan sempat tertegun, pangeran dari negeri mana yang tiba-tiba muncul di hadapannya, atau mungkin dia salah satu aktor dari perusahaan ini. Rasanya tidak mungkin lelaki tampan di hadapannya ini bernama Darman, dari nama dan bentuk wajahnya saja sudah dipastikan bukan. "Kamu sedang apa?!" Suara barito yang menggema, terasa menembus telinga hingga ke hati. Titan mengerjap dan tersenyum ramah, "Saya Titania, karyawan baru. Mohon bimbingannya." Titan membungkuk memberi salam. Beberapa detik lamanya Titan merasakan tidak ada jawaban dari si lelaki tampan itu. Titan mendongak dan mendapati si lelaki tampan itu tengah bersedekap menatapnya dengan satu alis terangkat. Tatapannya tajam, seolah mata lelaki itu tengah mengintrogasinya lewat tatapan matanya. Titan salah tingkah, meskipun tatapan lelaki itu terkesan meremehkannya tapi tetap saja ditatap lelaki tampan masih saja membuatnya salah tingkah. "Jadi kamu karyawan baru itu?" Suaranya indah di dengar, tapi kenapa nada bicaranya terkesan meremehkan. Titan tidak ingin mempermasalahkan soal nada bicara, mungkin saja lelaki tampan itu memang memiliki logat bicara seperti itu. "Iya, betul. Saya karyawan baru, kalau boleh tau saya diposisikan dimana ya?" Lelaki dihadapannya mendengus pelan, bahkan kini ia berkacak pinggang membuat harga diri Titan tersentil. "Bahkan kamu tidak tau dimana kamu akan ditempatkan?" Titan mengangguk, sejujurnya ia ingin sekali menjawab namun itu hanya akan memperburuk keadaan. Karena bagaimanapun juga ia harus memberikan kesan baik di hari pertamanya bekerja. "Darman memang tidak becus mencari pekerja." Ucapnya pelan, namun masih bisa Titan dengar dengan jelas. Tapi tunggu dulu, barusan dia menyebut nama Darman jadi lelaki tampan nan tengil ini bukan Darman? Titan yang awalnya hanya menunduk kini memberanikan diri menatap lantang lelaki yang ada di hadapannya itu. Meskipun tinggi mereka jauh berbeda, Titan hanya sebatas pundak lelaki itu, tidak lantas membuat Titan menatap wajahnya secara langsung. "Jadi anda bukan Pak Darman, lalu anda siapa?" Tanya Titan lantang. Rasa hormatnya hilang seketika begitu ia mengetahui lelaki tengil itu bukan Darman yang sedang ia tunggu. "Saya tau anda ini siapa. Dengar ya, saya sudah mendengar banyak tentang orang-orang sejenis anda ini, yang hanya mengandalkan tampang dibanding otak. Mungkin penampilan saya tidak semenarik kaum Anda, tapi dari segi otak saya jauh lebih unggul!" Dari penampilannya Titan yakin lelaki itu hanya salah satu aktor yang berada di bawah naungan Sun Ent, dan Titan sudah sering mendengar perangai seorang artis yang selalu merasa dirinya paling baik dibandingkan orang lain, persis lelaki di hadapannya ini. "Apa kamu bilang barusan?" "Anda hanya salah satu pekerja disini bukan? Status kita sama, jadi jangan bertingkah seolah anda adalah bos besar!" Titan tidak akan merasa takut seperti dulu lagi, ketika banyak orang yang menindasnya. Ia bukan Titan lemah yang mudah menangis seperti dulu, kini ia adalah Titan si pemberani. Begitulah rapalan mantra yang sering Titan hafalkan setiap kali ada orang yang berniat menjatuhkannya. Titan sudah siap siaga dengan segala senjata untuk membalas ucapan dari si lelaki tengil itu. Namun baru saja lelaki di hadapannya itu hendak membuka mulut, tiba-tiba saja pintu terbuka. "Oh kalian sudah disini rupanya." Seorang lelaki paruh baya datang dengan menenteng beberapa map di tangannya. "Dari aman saja?!" Dengan nada kesal lelaki itu protes. Titan hanya bergumam kecil, 'benar bukan lelaki itu memang salah satu aktor tengil yang bekerja di perusahaan ini.' gumamnya sambil tersenyum kecut "Saya tadi baru selesai meeting, maaf sudah membuat Anda menunggu. Kalian sudah bertemu jadi saya tidak harus mengenalkan lagi bukan?" Suara lelaki yang diyakini bernama Darman itu terdengar halus dan sangat berwibawa. Sangat berbeda dengan si Aktor. "Kamu Titania bukan?" "Iya, Saya Titania. Panggil saja Titan." Titan segera menerima jabatan tangan Darman dengan antusias. "Saya Darman, dan ini Bos kamu namanya Bagas. Kamu akan menjadi sekretaris pribadinya, menggantikan Risa yang akan segera berhenti." Mata Titan seakan loncat dari tempatnya. Apa yang ia dengar barusan, sekretaris? Bos? Dan siapa yang dimaksud Bos oleh pak Darman? Rasanya kepala Titan berputar, ia mengerjap berulang kali mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar. "Senang bekerja dengan Anda, saudari Titan." Bagas menekankan nama Titan di ujung kalimat, membuat Titan merinding mendengarnya. Jika saja Titan memiliki kekuatan menghilang mungkin akan ia pergunakan saat ini juga. Titan akan menghilang dan tidak akan pernah lagi datang ke tempat ini. Namun nyatanya kekuatan konyol itu hanya ada di negeri dongeng, di dunia nyata tidak pernah ada. Dan tadi dia sempat mengumpat mengatai Bosnya dengan sebutan 'Hanya mengandalkan tampang dibanding otak?' Rasnaya Titan sudah menjerumuskan dirinya ke dalam sangkar binatang buas, yang sewaktu-waktu bisa membunuhnya. "Matilah aku." Umpatnya dalam hati. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD