Semira Dihantui

2209 Words
"Andi, kamu dari mana saja, kenapa baru muncul sekarang? semua ini salah kamu, kamu yang memperkenalkan aku dengan Dukun sialan itu. Kamu liat diriku sekarang, aku hamil Ndi, hamil anak Dukun k*****t itu, aku harus bagaimana sekarang?" keluh Semira saat Andi datang menemuinya. "Maafin aku Mir, aku lagi ada kerjaan di luar kota, makanya aku gak ada kasih kabar ke kamu, maafin aku ya, terus kamu mau gimana sekarang?!!" tanya andi berusaha menghilangkan ke khawatiran yang terlihat jelas di wajah wanita yang disukainya ini. "Bantu aku, cari cara buat gugurkan kandungan ini?" Aku gak mau punya anak dari Dukun keparatt itu." ucap Semira yang terlihat sangat kesal. "Iya Mir, tentu saja aku akan bantu kamu, kamu yang tenang yaa, kita akan pikirkan sama-sama gimana cara baiknya." "Sialan Pak No, bagaimana mungkin dia bisa merebut keperawanan Mira, padahal aku sedang berusaha mendapatkan itu." gumam Andi di sela-sela memikirkan solusi untuk Mira. "Ndi ...Andi!! Aku gak minta kamu melamun, tapi pikirkan, gimana caranya aku bisa mengugurkan kandungan ini." "Hm ... apa kamu sudah minta tolong ke Bu Imam, kali aja dia tahu caranya Mir." ucap Andi spontan. "Iya juga ya, oke, sebentar." Segera dirinya bergegas menuju dapur dan menemui Bu Imam. Bu Imam yang tengah fokus menggoreng ikan terkejut dengan teriakan Semira dari arah luar, "Bu ... Ibu ....!!" "Iya Mbak Mira, ada apa toh, teriak-teriak!!?" sahut Bu Imam. Ibu harus bantu aku ya, bantu aku cari cara gugurkan kandungan ini." "Ya Allah mbak, apa itu keputusan yang benar, kan anak dalam kandungan Mbak Mira gak salah toh." "Aku gak minta nasehat Ibu, tapi cari kan cara, solusi dan aku sudah pikirkan masak-masak, aku tidak akan melahirkan anak ini. Jadi Ibu harus bantu aku, apa pun caranya, kandungan ini harus aku gugurkan, titik!" ucap Mira semakin bertambah kesal. "Tapi saya gak tahu Mbak, tapi biasa kalau mau gugurkan kandungan itu bisa pake nanas muda, tapi gak tahu itu benaran apa nggak, tapi kalo Mbak mau, nanti aku carikan setelah selesai ini." ucapnya lagi sambil melirik ke arah wajan penggorengan. "Ya udah beli nanas mudanya yang banyak ya Bu." sambil menyodorkan 2 lembar uang kertas ke Bu Imam. "Gimana Mir, apa kata Bu Imam, dia ada solusinya nggak!" "Katanya sih nanas muda, tapi itu belum pasti juga." Semira terlihat sangat stress dengan kejadian yang di alaminya akibat kebodohannya. "Kamu yang sabar ya Mir, aku selalu suport kamu, yah .. meski kadang aku sibuk dengan tugas tugasku, tapi percayalah jika tak ada urusan, aku gak mungkin tinggalin kamu sendirian dan maaf juga soal Pak No. Mestinya aku yang duluan menghajar Dukun sialan itu. Gara-gara dia, kamu harus kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupmu. Dan kamu jangan khawatir aku siap kok jadi kekasih atau bila perlu jadi suamimu." ucap Andi bersemangat menunjukkan rasa sukanya untuk yang kesekian kalinya kepada Semira. "Makasih ya Ndi, kamu memang cowok yang baik, mestinya dulu aku pilih kamu ketimbang Mas Rono. Tapi mau gimana, semua sudah terjadi. Lagian sebenarnya aku juga salah, Semua bermula dari diriku dan Hipnotis Pak No membuat aku sama sekali tak berdaya, jadi jika ada yang mau disalahkan, yaitu diriku sendiri." Dua bola mata nya berkaca-kaca, dia diam dan tertunduk dia mulai menyadari mungkin ini balasan untuk dirinya karena sudah merencanakan hal yang buruk pada Rono juga pada Andini mantan sahabatnya itu. ••• Keesokan harinya Bu Imam sudah menyediakan air parutan nanas mudah untuk segera diberikan pada mbak Mira. "Ini cuma diminum gitu aja kan Bu, gak dicampur dengan apa pun kan, terus reaksinya gimana, biasa ajakan?" tanya Semira, terdengar was-was, pikirnya jika setelah meminum nanti dia malah kejang-kejang terus mati. "Yo nggak toh Mbak, kata temanku, ya ... reaksinya paling mules mules aja terus keluar flek seperti orang datang bulan gitu," ucap Bu Imam menjelaskan seperti yang ia ketahui. Tanpa membuang waktu dia langsung meminum air nanas muda buatan bu Imam. Sesaat dia terdiam, menunggu reaksi dari air nanas yang barusan dia minum. "Kok, gak ada reaksinya Bu!" "Ya belum toh Mbak, baru juga diminum, Mbak tunggu saja ya, Ibu balik dulu, semua pekerjaan sudah Ibu selesaikan, nanti sore Ibu kesini lagi, Ibu mau ke hajatan tetangga dulu." ucap Bu Imam sembari pamit pergi meninggalkan Semira seorang diri. ••• "Hiks ... Hiks ... Hiks ...." Suara tangisan perempuan terdengar jelas di telinga Semira, hingga dia terbangun dan mencoba mencari asal suara itu. 'Siapa yang menangis di siang bolong begini. Apa itu suara tangisan Bu Imam?' gumam nya dalam hati. Saat dia mencoba melangkahkan kakinya keluar menuju pintu, matanya tertuju pada satu sosok perempuan yang ada di samping kursinya, yang hanya kelihatan separuh saja, hanya rambut dan kakinya yang terlihat karena sebagian lagi tertutup oleh kayu tempat tidurnya dan Semira mendengar sangat jelas asal suara itu dari arah situ. "Hiks ...Hiks ... Hiks ...." "Hey kamu siapa, kenapa kamu nangis di situ?" tanya Semira pelan, sambil mencoba mendekat melangkahkan kakinya perlahan ke arah perempuan itu, yang ternyata, ketika dia perhatikan lagi sosok itu mirip sekali seperti Andini. "Andini ... itu kamu kan!?? Bukannya kamu sudah meninggal, kenapa kamu ada disini?!" Perempuan itu hanya tertunduk dan terus menangis terlihat sepertinya dia sedang memeluk sesuatu. 'Apa benar dia Andini, tapi ... Andini kan sudah meninggal, apa yang dia peluk itu, apa dia hantu yang akan menggangguku. kalo Andini masih hidup, berarti dukun sialan itu menipuku lagi.' Benak Semira dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan. Posisinya semakin mendekat, sedikit lagi tangannya menyentuh bahu Andini, tapi Semira malah dikejutkan dengan Andini yang tiba-tiba mencoba menyerangnya. "Ambil anak kamu Semira ... ambil!! Aku tidak ingin anakmu, aku ingin kamu yang menemani aku di sini." Semira hampir terjatuh kebelakang karena kaget melihat wajah Andini yang rata, mata hidung dan mulutnya menyatu tak beraturan. Ditambah, Andini terus-terusan menyodorkan bayi mungil yang sama sekali tak bergerak itu kearahnya, hingga dia benaran jatuh dan terduduk. Semira mencoba menutup kedua matanya. Dia mencoba mengisi pikirannya bahwa dia pasti sedang bermimpi. "Perrgiii ... kamu sudah mati ... kamu sudah mati!!" teriaknya. "Mbak, Mbak Mira!! Sadar Mbak, Mbak Mira kenapa?" teriak Bu Imam sambil menggoyangkan bahu kiri nya. Berkali-kali dia ucapkan itu hingga dia tersadar karena kehadiran Bu Imam. Semira terlihat benar-benar ketakutan. Bu Imam bergegas meninggalkan nya lalu kembali lagi dengan membawakannya segelas air. "Ini Mbak, ayo di minum," Bu Imam membantu meminumkan air putih itu ke mulut semira yang memegang gelas dan terlihat gemetaran. "Mbak Mira kenapa? Kayak habis lihat hantu saja." "Iya Bu, aku memang habis liat hantu, hantu nya Andini." "Ah Mbak Mira, knapa mba Andini jadi hantu, mungkin Mbak lelah, karena memikirkan soal janin yang ada di perut Mbak, besok pagi kita ke bidan Nur saja, mastikan keadaan Mbak. Lagian Mbak ada-ada aja, mana ada hantu di siang bolong begini." Bu Imam segera meraih lengan kanan Semira saat di lihatnya wanita itu hendak bangkit dan berusaha berdiri. Beliau membopong tubuh Semira yang masih terlihat gemetar menuju ke pembaringan. Semira masih saja ke pikiran soal penampakan Andini yang terus mengganggunya. Dia belum selesai dengan Rono tapi sudah dibuat pusing dengan sosok Andini yang datang dengan wajahnya yang rata. [Entah apa yang sudah dilakukan Pak No, hingga Andini mati dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Mata, hidung dan mulutnya nyaris rata, entah ilmu apa yang digunakan. Ketika Andini datang meneror ku, linangan darah itu tak berhenti mengucur dari matanya, tapi buat apa aku pikirin, dia sudah mati dan pantas mendapatkan hukuman seperti itu. Tinggal si Rono saja, mestinya Rono lebih dulu mati, tapi kemana laki-laki b***t itu] Pikiran Semira terus saja dipenuhi oleh mereka. Sulit sekali dia melupakan, bagaimana kedua orang itu mengkhianati dirinya. Padahal semua kepercayaan sudah dia berikan, cinta, uang dan segalanya. "Tok! Tok!!" Suara ketukan di pintu membuyarkan semua lamunannya. "Ya Bu, ada apa?" "Hari ini jadi gak ke rumah Bidan Nur?" "Hm .." dia terdiam sejenak seperti memikirkan sesuatu. "Menurut Ibu gimana, Apa aku harus kesana, sepertinya ramuan parutan nanas itu tidak manjur Bu," ucap Semira sambil menarik nafas dalam lalu mengeluarkannya. "Sebaiknya kita ke Bidan Nur saja dulu, siapa tahu dia punya solusi yang pas buat Mbak Semira." "Iya, Bu." ucap nya dengan nada lemas. ••• "Kandungan Mbak, baik-baik saja, gak ada masalah. Jadi gak ada yang perlu dikhawatirkan." ucap Bidan Nur, membuat Semira sedikit kecewa. "Buu!! Tujuanku kemari itu mau gugurkan kandungan." ucap nya dengan nada ketus. "Astagfirullah ... Kenapa mau di gugurin mbak." "Bu bidan bantu aku ya, aku gak mau melahirkan anak Dukun c***l itu. Kalau Bu Bidan gak mau bantu, mending aku mati saja." ucap Semira dengan nada mengancam. Mendengar itu tentu saja, Bidan Nur kebingungan, tapi mendengar kata 'Dukun c***l' langsung pikiran dia menuju ke satu nama yaitu Pak No. "Ternyata orang tua itu bikin masalah lagi." Bidan Nur berusaha menenangkan Semira yang terlihat sudah tidak bisa lagi menahan perasannya, wanita itu akhirnya menangis dan menceritakan asal mula bagaimana dia bisa menggunakan jasa Pak No. "Saya memang gak bisa merasakan apa yang Mbak Mira rasakan, tapi percayalah saya tahu itu sulit, Mbak harus tetap tenang. Kalau Mbak masih bersikeras ingin menggugurkan kandungan Mbak, itu bisa berisiko ke diri Mbak sendiri nantinya." "Aku gak mau anak ini Bu, aku udah bilang mending aku mati saja dari pada harus mengandung dan membesarkan anak dari hubungan yang tidak pernah aku harapkan, ibu dengar sendiri kan ceritaku barusan." Bukannya tenang Semira malah jadi semakin tidak karuan. "Tapi saya gak bisa kalo harus di suruh untuk menggugurkan kandungan mbak Mira, sama saja saya membunuh dan itu gak mungkin saya lakukan." ucap Bidan Nur menjelaskan dengan perlahan agar dia tidak semakin emosi dengan keadaannya sekarang. Mendengar itu Semira hanya terdiam dan sesekali terdengar isak tangisnya. Dia sapu air matanya dan beranjak dari ruangan Bidan Nur. "Ya sudah jika Ibu tidak bisa membantu aku, makasih Bu!!" Semira keluar dan mengajak Bu Imam yang tiba-tiba terlihat bingung melihat gelagat Semira. "Gimana Mbak, Bidan Nur bilang apa?" Semira hanya diam saja tak menjawab sedikit pun. Melihat itu, Bu Imam tidak lagi berani bertanya apa pun. Dia lebih memilih diam ketimbang kena semprot majikannya. Sepanjang jalan mereka hanya saling diam. Bahkan sampai saat di rumah pun Semira hanya tetap diam. "Mbak, mau makan apa biar nanti saya siapin?" ucap Bu Imam berusaha memecah kesunyian yang sedari tadi tidak membuatnya merasa tidak nyaman. "Nanti saja Bu." jawab Semira pelan dan berlalu menuju ruangannya. Dia terlihat sangat sedih. ••• Dirumah sebesar itu dia memang tinggal sendiri, Bu Imam hanya sesekali menginap di situ, padahal dia sudah berapa kali menawarkan kepada beliau untuk tinggal disini bersamanya. Tapi Bu Imam selalu menolak, katanya ...biar rumahnya kecil yang penting rumah sendiri. Waktu magrib sudah tiba, Semira terbangun karena suara Azan yang berkumandang. 'Duh, aku lupa kalau Bu Imam gak ada.' gumam nya dalam hatinya sambil menutupi satu persatu semua jendela yang masih terbuka. Begitu di jendela yang terakhir mata nya tertuju pada wujud seorang perempuan yang mirip sekali dengan Andini. Jarak mereka kurang lebih sepuluh meteran. Dia yakin matanya masih tajam untuk memastikan bahwa yang dia lihat itu adalah Andini. Sekali lagi dia kucek kedua matanya untuk memastikan bahwa penglihatannya salah, yang salah karena pengaruh hari yang mulai gelap, dan benar saat melihat kembali ke tempat semula, sosok yang dia kira adalah Andini sudah tidak ada di sana. Cepat-cepat dia kunci dan menutup tirai jendelanya. Perasaan dia mulai gak enak, dia takut kalau Hantu Andini muncul seperti hari itu, tanpa wajah dan membawa seorang bayi. Semira segera bergegas menuju kamar tidurnya. Perasaannya semakin gak enak, dia tarik selimutnya. Pikirnya gak mungkin ada Hantu di lampu yang terang benderang begini. Dia berusaha untuk tidak memejamkan ke dua matanya. Dia berusaha untuk tetap terjaga. Selama ini dia memang jarang membaca doa. Tapi kali ini dia berusaha terus menerus membaca surat-surat pendek itu, hanya itu yang dia baca berulang ulang, ayat ayat pendek yang hanya sebagian saja dia hafal. Pukul 2 dini hari Semira masih terjaga, padahal dia sudah tidak kuat menahan kantuknya. Berkali-kali matanya merem melek tertutup dan terbuka sendiri, bahkan dia rela menahan dirinya untuk tidak buang air kecil. Sesekali dia membuka selimut yang menutupi kepalanya, mengamati apa ada sosok Andini. Tapi dia tidak menemukan sosok yang di takuti nya itu sedari tadi. Atau mungkin memang tidak ada, mungkin saja memang dirinya yang halu. Ketakutannya membuatnya hilang akal. Meski hatinya bertutur demikian tetap saja dia tidak bergerak dari tempat tidurnya. Al hasil jam 4 subuh baru dia terlelap dengan sendirinya. Ketika dia terbangun dia terlihat bingung, kenapa pintu dan jendela kamarnya sudah terbuka, Apa Bu Imam sudah datang. Dia bangkit dan keluar berjalan pelan menuju pintu kamarnya yang langsung terhubung ke ruang tamu. Dia melihat Bu Imam sedang asyik berbincang dengan seseorang yang tak pernah dilihatnya. Siapa orang itu? Untuk melepas rasa penasarannya dia menghampiri mereka. Begitu melihat kehadiran Semira Bu Imam langsung memperkenalkan perempuan yang terlihat lebih tua dari dirinya. "Kenalin Mbak, ini Astuti kakak ipar Andini, dia datang kesini ingin menyampaikan sesuatu ke Mbak." ucap Bu Imam sambil melirik ke arah Astuti. "Astuti" Perempuan itu tersenyum sembari mengulurkan tangannya ke arah Semira. Semira menyambutnya dengan senyuman yang terlihat sedikit di paksakan. "Semira." balasnya memperkenalkan diri. "Saya datang kemari untuk menyampaikan ini." ucap perempuan itu dengan nada datar, sambil memberikan sepucuk surat berwarna putih yang tanpa amplop itu. "Apa ini?" tanya Semira dan mengambil surat itu tapi tidak langsung dibacanya, dia masih belum siap harus mengingat kembali apa yang ingin dia lupakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD