Surat dan Kematian

2204 Words
Di cerita sebelumnya Semira kedatangan tamu, yang tak lain adalah kakak ipar dari Andini. Semira tidak pernah menyangka jika Andini meninggalkan sepucuk surat untuknya. Dia terdiam kaku sambil memandang surat dari Andini yang dia biarkan tergeletak di atas tempat tidurnya. Ada keinginan untuk membuka dan segera membacanya tapi niat itu selalu tertahan saat dia teringat kembali saat dirinya melihat sahabat karibnya itu tidur dengan Rono lelaki yang sangat dia cintai. Dia gak habis pikir kenapa mereka tega. Semira beranjak dan mengambil surat Andini. [Kalian tidak pantas ada di hati ku, pantasnya di sini" ucap Semira sembari melempar surat berwarna putih itu ke tong sampah] Andini kembali fokus dengan kandungannya, berpikir keras tuk menemukan cara agar semua ini berakhir, usahanya untuk menggugurkan kandungan nya tak membuahkan hasil. Sementara Perutnya mulai terlihat membesar. [Apa nanti yang akan orang katakan, jika melihat keadaan ku begini. Semua pasti akan mengunjungi ku] ••• Waktu sudah menunjukkan pukul 15.30. Semira tertidur pulas di kursi panjang miliknya. Baru saja rasanya dia tertidur sebentar eh ...sudah terbangun karena mendengar suara ketukan yang keras dari pintu depan "Tok ... Tok ... Tokkk!!" Itu pasti Bu Imam, dia kan sudah berencana akan tidur di sini malam ini, untuk menemani nya. "Tok ...Tok!!' Suara ketukan di pintu itu semakin keras terdengar. "Iya, Bu sebentar ...." teriak nya. Jemarinya mencoba menggapai gagang pintu, saat dia membuka pintu itu, dia tidak mendapati siapa pun di depan pintu rumahnya. Hanya saja dia melihat Bu Imam berdiri tepat di tempat yang sama saat dia melihat Andini hari itu. "Bu ... Ibu!!" Semira meneriaki Bu Imam yang berdiri membelakanginya, lalu kemudian berjalan perlahan menerobos kabut malam. Dia segera keluar dan menutup kembali pintu lalu berjalan pelan mengejar Bu Imam. Sesekali dia teriak memanggil nama wanita itu tapi sama sekali beliau tidak mengindahkan teriakan Semira. [Mau kemana Bu Imam, kenapa dia tidak mendengar teriakkan ku, mau kemana dia malam-malam begini. Sebaiknya biar aku ikuti saja dia] Semira melihat Bu Imam berjalan perlahan menuju jembatan yang ada di tengah kampungnya dan berhenti tepat di tepi jembatan, melihat itu segera Semira mendekatinya. “Bu!! Ibu mau ngapain? Kenapa ibu ngelakuin ini.” ucap nya saat melihat Bu Imam menggeser langkahnya maju untuk bersiap-siap melompat ke bawah. Sementara perempuan yang di kira Bu Imam oleh nya hanya diam sesaat lalu dia menoleh ke arah Semira saat Semira mencoba menggapai lengan Bu Imam. “Andini ... Itu kamu, kenapa kamu berpakaian seperti Bu Imam?” tanya Semira saat mengetahui bahwa wanita yang di lihat sedari tadi itu bukan Bu Imam melainkan Andini. “Kenapa kamu selalu muncul dan meneror ku, apa tidak cukup kamu sudah menghancurkan kehidupanku. Apa masih kurang?!” teriak Andini Andini hanya terus menatap mata Sahabatnya itu, sekarang posisi mereka saling berhadapan, Andini sama sekali tidak menjawab pertanyaan nya. “Jawab Andini, kenapa kamu diam, apa salahku ke kamu?” Semira terus saja berteriak hingga terlihat butiran darah keluar dari kedua mata mantan sahabatnya itu, awalnya perlahan kemudian semakin deras. Tentu saja Semira panik dan ketakutan melihat itu, dia mencoba menarik Andini agar menjauh dari posisinya yang ada di tepi jembatan, namun, sayang belum sempat digapainya lengan Andini. “Byurrr!!” Perempuan itu sengaja menjatuhkan dirinya ke bawah dan hilang di keheningan malam. “Andini ... Andiniii..!!” teriak Semira histeris Semira berkali-kali memanggil nama sahabatnya itu, ada rasa penyesalan yang mendalam dengan apa yang sudah dia lakukan pada Andini. Semestinya Rono yang mati bukan dia. “Hiks ... Hiks ... Hiks ... Semira bersimpuh menangisi apa yang di alaminya sekarang. Dia bangkit lalu menuju ke tempat di mana tadi Andini berdiri sebelum melompat. Semira menatap ke bawah, hanya ada air sungai yang tenang di selimuti kabut malam, matanya masih basah oleh rasa penyesalannya. "Mungkin tak ada pilihan bagiku, mungkin sebaiknya aku ikut denganmu Andini, dengan begitu aku bisa menebus kesalahan yang sudah aku lakukan padamu." Tanpa banyak bicara lagi, Semira langsung melompat dan .... “Brukk!!” Semira merasakan sakit di bagian kepala dan lengannya karena tersadar telah terjatuh dari tempat tidurnya. Semira bangkit sambil memegangi kepala dan lengannya, sesekali dia merintih kesakitan. Dia bergegas keluar kamar menuju meja makan, Bu Imam sudah menyediakan serapan dan secangkir kopi untuknya sebelum beliau pergi menyirami tanaman. Semira duduk sambil menyeruput kopi, pikirannya masih tertuju pada mimpinya yang tadi. Ternyata Arwah Andini benar-benar menghantuinya. Pikirannya semakin kacau, belum lagi masalah kandungannya. dia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Sejak mimpi itu Semira merasa Andini benar-benar ingin dia mati, tiba-tiba dia teringat surat Andini, segera dia bergegas kembali ke kamarnya, tempat sampah yang ditujunya sudah terlihat kosong, dia bergegas keluar mencari surat Andini di tumpukan sampah dalam tong. “Duh!! Kemana surat itu, apa iya sudah dibakar oleh Bu Imam?” Baru saja hendak menemui beliau, Bu Imam sudah berdiri di belakang nya “Mbak Semira pasti lagi cari ini ya?” tanyanya sambil menyodorkan surat berwarna putih itu ke arahnya. “Oh, surat itu sama ibu ya?” “Iya mbak kemarin pagi pas bersih-bersih kamar mbak, saya lihat surat ini dalam keranjang sampah, saya pikir mungkin mbak gak sengaja menjatuhkannya ke dalam situ.” “Iya Bu, makasih ya.” ucap Semira sambil berlalu menuju ke kamarnya. Perlahan dia buka kertas putih itu. [Teruntuk Sahabatku Semira Maafkan aku karena sudah menjadi sahabat yang buruk bagimu Selama ini, aku sudah berusaha menghindari Mas Rono, tapi kamu seperti tidak mengerti setiap tanda yang aku berikan. Setiap kali aku pergi dengan Mas Rono, setiap kali itu juga aku tersiksa karena harus membohongi kamu. Semua itu bermula ketika aku mengetahui bahwa Mas Rono sudah menguras tabunganmu sedikit demi sedikit. Saat itu aku bilang padanya jika dia tidak berhenti maka aku akan menceritakan semuanya padamu. Tapi Mas Rono licik dia menjebak ku dengan mencampur minuman yang dia berikan padaku, dan saat aku tak sadar saat itu dia meniduri ku hingga akhirnya aku hamil. Aku berusaha mengakui semuanya sama kamu tapi lagi-lagi Mas Rono mengancam ku. Maafin aku ya Mir .. aku mungkin layak menerima kebencian dari mu, tapi aku bersumpah kejadian yang kamu lihat hari itu saat aku bersama mas Rono itu juga di luar keinginanku. Saat aku sakit, aku sempat bermimpi bahwa kau akan membunuhku. Makanya aku ikhlas jika akan mati karena kebencian mu. Sekali lagi maafin aku ya Mir. Dari sahabat yang menyayangi mu Andini] Semira menangis sejadi-jadinya ternyata selama ini dia sudah salah terhadap Andini. Usai membaca Surat dari Andini, Semira merasa bersalah, dia hanya bisa meratapi kesalahannya. Kenapa waktu itu dia tidak mendengarkan penjelasan Andini sewaktu dia berkali-kali minta maaf. Semira lebih banyak melamun di kamarnya, dia bahkan tidak perduli dengan janin yang di kandungnya. Tok ... Tok ...Tok ....!! “Mbak ayo makan dulu, Ibu sudah sediakan makanan buat mbak makan, buka pintunya mbak, atau mau Ibu bawakan ke sini.” teriak Bu Imam sambil mengetok pintu kamar. Semira hanya diam, dia hanya mendengarkan teriakan Bu Imam dari luar. Dia sama sekali tak bernafsu untuk melakukan apa pun, kedua matanya sampai membengkak karena dia hanya menangis dan terus menangis. Bu Imam berharap majikannya merespon teriakannya, sengaja dia masih berdiri di depan pintu kamar Semira, tapi Semira sama kali tak merespon. Semira masih terdiam, duduk di sudut ruang kamarnya, dia terus memegang surat Andini. “Maafin aku Andini, kebodohan ku menghancurkan Persahabatan kita,” Semira melipat kedua tangannya diatas lutut dan menjatuhkan kepalanya di situ. Lagi-lagi isak kecil tangis Semira terdengar. “Hiks ... Hiks ... Hiks ....” ••• Sudah beberapa hari ini Semira mengurung dirinya di kamar, rasa bersalahnya pada Andini membuat nya sangat terpukul. Ternyata apa yang dia lihat hari itu tidak sepenuhnya benar seperti itu. [Mas Rono memang b******k, jika tidak karena dia, mungkin Andini masih hidup sekarang.Tapi kemana laki-laki itu? Kenapa dia bisa menghilang begitu saja. Kabur kemana dia? Atau jangan-jangan dia sudah mati juga] Semira merasa sangat lelah memikirkan semua itu, sekarang dia hanya berharap hantu Andini datang membawanya pergi. Tapi yang dinanti tak kunjung datang. Semira sudah meninggalkan semua aktivitas nya, dia sudah tidak mempedulikan keadaannya. Masalah kehamilannya ,sudah di ketahui oleh banyak warga. Rupanya setiap malam sejak kejadian terakhir dia ketemu Andini di tepi Jembatan, Semira selalu datang ke tempat itu hanya untuk menemui Andini. Malam ini dia datang kembali berharap bisa bertemu Andini ... Semira menangis, entahlah ... dia merasa dia adalah manusia paling jahat, karena sudah bersikap kejam pada Andini. “Din ...maafkan aku, rasa sakit, rasa kecewaku, karena kejadian hari itu, membutakan segalanya. Aku sudah menuduh mu tanpa tahu cerita yang sebenarnya, mestinya hari itu aku memberimu kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Semua ini salah aku Din ... Maafkan aku ya?” Semira berdiri tepat di tepi jembatan ... Isak tangisnya menambahkan suasana jadi sedikit menyeramkan. Tanpa hitungan atau aba-aba dia melangkahkan kakinya dan .... Byurrr!!” Semira membiarkan dirinya jatuh. dia pasrah, keinginannya cuma satu bertemu dengan Andini. Suasana kembali sepi, tenang tak ada suara apa pun selain suara binatang malam. ••• “Ini dimana?" ucap Semira saat terbangun dari tidurnya. Kenapa dia berada di tepi sungai, siapa yang sudah menolongnya dari kematian yang sengaja ingin dia lakukan. dia sendiri bingung saat ingin pulang sama sekali dia tak ingat kemana jalan pulang. Semira hanya duduk termenung di bawah pohon bambu, yang diapit beberapa pepohonan kering yang menyisakan ranting-ranting rapuh. Semira terkejut karena tiba-tiba dia melihat Sosok Andini, sahabat nya yang telah dia bunuh. “Andini ... kamu disini juga?” teriaknya kegirangan. Andini yang di sapa, terlihat biasa saja. “Iya Mir, ini aku, kenapa kamu disini?” tanya Andini balik “Aku sengaja ingin menemui kamu Din, aku ingin minta maaf, aku sudah ...” “Udah gak apa-apa Mir, jika aku jadi kamu juga aku pasti melakukan hal yang sama, sudah lupakan saja, setidaknya kamu sudah tahu kan kebenarannya.” ucap Andini menjelaskan. Tiba-tiba beberapa sosok muncul entah dari mana datangnya, awalnya Semira bingung dan takut, tapi setelah Andini menjelaskan siapa mereka, dia tidak takut lagi “Mereka dari mana Din, kenapa semua berpakaian sama dengan mu, dan kenapa wajah dan tubuh mereka sebagian hancur, dan kenapa dengan wajahmu Din. Apa yang dukun sialan itu lakukan padamu, semua ini salahku.” ucap Semira sambil menatap ke bawah dengan tatapan kosong. “Pak No menutup wajahku dengan tempurung kelapa Mir. Makanya wajahku seperti ini. Tapi kamu jangan khawatir Mir, jasad kami yang rusak sewaktu masih hidup tidak mempengaruhi kami disini. Siapa pun yang jahat dengan kami maka dia akan melihat kami dalam keadaan buruk, begitu juga sebaliknya.” ucap Andini menjelaskan. Semira tertegun saat melihat wajah sahabatnya itu sudah berubah kembali seperti dulu, cantik dan manis. ••• Sementara di Sungai orang-orang sudah ramai, beberapa dari mereka berusaha menyelamatkan Semira, ternyata sewaktu dirinya menuju ke jembatan, Bu Imam melihatnya, hanya saja beliau terlambat, Semira sudah menceburkan dirinya ke dalam sungai. “Ya Allah, selamatkan mbak Mira dan kandungannya,” pinta Bu Imam tak henti-hentinya mengucap dalam hati. “Allahuakbar!! Mbak Mira ketemu Bu!!” teriak Pak Imam dengan teriakkan nya yang spontan. Bu Imam yang mendengar itu tentu saja mengucap syukur, apa lagi dia mengetahui jika Semira masih hidup. Beberapa warga termaksud Bu Imam, bergegas mengantar nya ke puskesmas terdekat. Sampai disana, Semira belum juga sadar, tubuhnya terlihat pucat, sebagian warga terutama Ibu-ibu sibuk mengomentari perut nya yang kelihatan besar. “Sengaja dia bunuh diri, malu anaknya dukun c***l toh!” bisik Bu Sri. “Iya mbak, tapi kasihan, kan anaknya gak salah yo.” timpal Bu Joko. “Ya biar gitu tetap saja malu, aku, kalo jadi mbak Semira , ya gitu juga, mending aku mati.” Bisik Bu Sri lagi. “Ssstttt ....!!” Bu Sri memberi kode untuk segera diam saat Bu Imam berjalan melewati mereka. “Innalilahi Wa innailaihi Raji'un ..” ucap sebagian warga yang mendengar perkataan dokter yang menyatakan bahwa Semira meninggal dunia. Bu Imam beserta suaminya berusaha untuk tidak menangis di depan banyak orang, meski demikian wajah sedih mereka tidak bisa ditutupi. Malah sesekali Bu Imam menyeka air matanya yang tak ingin dilihatkan nya pada siapa pun. Pak Imam terlihat sibuk mengurusi jenazah majikannya. Beliau dan beberapa warga bersiap-siap akan membawa jenazah Semira ke rumahnya. ••• Semira yang sudah mengetahui dirinya telah tiada hanya bisa menangis. Tapi tak larut karena dia merasa, bersama dengan Andini adalah keinginannya untuk menebus semua kesalahannya. Lagi pula dia tidak mengkhawatirkan masalah yang lain apalagi soal harta yang di milikinya. Karena sebelum merencanakan semuanya, Semira sudah menulis surat wasiat untuk dia tujukan pada Bu Imam. Tiga hari setelah Semira di makamkan .... “Pak ... Pak!! Ini apa toh, Ibu temukan di kamar mbak Semira!” teriak Bu imam sambil menunjukkan surat yang bertuliskan nama mereka ke suaminya. [Kepada : Bapak dan Ibu Imam Maafkan aku jika selama ini menyusahkan kalian. Terima kasih sudah mau mengurus aku dengan baik. Aku tidak bisa membalas kebaikan kalian, ini beberapa sertifikat dan tabungan yang sudah aku sertakan surat pernyataan. Tolong kalian pergunakan dengan baik dan jangan di tolak. Sebagian dari ini tolong kalian berikan pada Panti yang biasa aku kunjungi. Salam! Semira] Usai membaca surat itu tentu saja mereka berdua menangis terharu tanpa bisa berkata apa-apa. Sementara Semira, terlihat bahagia karena sudah mendapatkan maaf dari sahabatnya Andini dan mereka tinggal bersama selamanya di pohon bambu di tepi sungai itu dengan beberapa para gentayangan lainnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD