Almarhum Renita 1981

1830 Words
Setelah kisah Andita, William dan beberapa lainnya. Hari ini si M membawa kisah baru tentang seorang anak perempuan yang juga sudah tiada dan tragisnya dia menyaksikan sendiri bagaimana ibunya mati bunuh diri karena depresi kehilangan orang-orang yang di sayang. Aku pikir tadinya dia si M mau melanjutkan kisah Andita Ningtias si Kuntilanak cantik, ternyata bukan. Padahal aku masih penasaran bagaimana kisah si Andita selanjutnya dan setiap bersama si M aku selalu menanyakan soal itu lebih dulu dari pada yang lainnya. Hari ini saat Si M muncul terasa tidak seperti biasanya. Kalau dia terlihat senang biasa dia usil dan suka ngagetin aku dengan bahagia tanpa merasa bersalah. Tapi kali ini aroma-aromanya dia pasti mau berbagi cerita sedih, sama seperti ketika dia akan menceritakan soal William dan mama William waktu itu. "Hari ini kisah siapa, sampai buat kamu terlihat muram seperti itu?" tanya ku padanya. "Renita." ucapnya singkat. Hingga akhirnya dia langsung membawaku ke kisah Renita. *** Pov : Renita Ibu sedang duduk termenung memandang ayah dan adik yang tengah asyik bermain. Pandangan ibu tak lepas menatap mereka, lalu mengukir senyum di wajah indahnya. Ibu terlihat sangat bahagia meski hanya memandangi mereka berdua, dan Renita yang saat itu berada di sudut ruang ikut bahagia, menyaksikan mereka semua terlihat bahagia. Lamunan ibu terhenti, beliau sigap berlari mendekat, saat melihat adik jatuh dari sepeda dan terluka. Tangis adik begitu pecah merisaukan hati ibu membuatnya gundah padahal hanya luka kecil saja, namun beliau begitu terlihat sangat khawatir, berbeda dengan ayah, ayah malah tersenyum dan memberi semangat pada adik. "Jagoan ayah yang kuat ya, jangan nangis." ucap ayah singkat tanpa menunjukkan rasa khawatir sama sekali. Sementara ibu secepat kilat menemukan obat lalu dengan triknya bersama ayah menghibur adik dengan senyumannya yang mempesona. Ibu memang luar biasa. Mengenang banyak hal tentang Ibu, hanya membuat Renita menangis dan merindukan pelukan ibunya. Ibu yang selalu mengelus kepalanya saat Renita menangis, teringat ketika hari itu usai pulang sekolah Renita menceritakan pada ibunya bagaimana teman-temannya memperlakukan dia dengan sangat tidak baik. "Renita jangan dengarkan apa kata mereka, mereka tak kenal Renita makanya mereka tak sayang, kalau mereka sudah kenal, mereka pasti sayang Renita" Itu ucapan ibu untuk menghibur dan menenangkan Renita setiap kali habis di-bully oleh teman-teman sekolahnya. Suatu hari kejadian naas untuk yang kedua kalinya itu terjadi lagi. Ibu menangis pilu saat menatap kaku jenazah Ayah dan Adik karena tragedi tabrak lari. Ibu menangis tanpa jeda sama seperti saat ibu menangisi Renita waktu itu. Tubuh Renita yang kurus limbung begitu di dorong oleh beberapa teman sekolahnya, sejak itu Renita sakit dan berhari hari gak masuk sekolah, dia sempat pingsan waktu itu lalu di bawa ibu dan ayahnya kerumah sakit, tapi beberapa hari setelah itu bukannya membaik malah bertambah parah dan akhirnya Renita meninggal dunia, saat itu ibu sangat sedih, bahkan ayah menahan kecewa dan amarahnya karena ulah mereka, yang kata hukum mereka masih anak kecil dan permintaan maaf pihak sekolah dan orang tua pelaku yang semua itu tak akan pernah bisa mengembalikan Renita. Setahun lebih sudah berlalu namun ibu harus dihadapkan pada tragedi yang lain. Renita bisa merasakan bagaimana hancur dan perihnya hati ibu, beliau mencoba menahan diri, Renita memeluk ibunya, ibu hanya diam tubuhnya bergetar kuat. Renita beranjak berlari ke dapur dan membawakannya segelas air tapi ibu hanya menangis terus menangis dalam diamnya, bahkan tak memperdulikan sodoran gelas yang Renita berikan padanya. Ibu menatap Renita yang ikut diam menumpahkan tangisnya di sudut ruang. Renita tak menemukan senyum ibu ataupun reaksi lain dari nya. Renita tak menemukan sigap dan trik ibu untuk Renita seperti kepada adiknya waktu itu. kenapa ibu tak berlari mendekati dan memeluknya seperti dulu, mengelus lembut kepalanya seperti dulu. Ibu hanya terus memandanginya tapi tak bisa menyentuhnya. Bahkan, membalas ucapan Renita saja tidak. Ibu beranjak dari posisinya yang tadi duduk lalu berdiri perlahan menarik sebuah kursi, lalu mengambil gulungan pita yang biasa dia pake untuk menyulam. Iya, ibu suka sekali menyulam. Sulam pita, wol dan semua benang sulam, ibu jago membuatnya. Renita sering menemui ibu tengah asyik menyulam dan karena kebodohannya, dia pernah dengan tidak sengaja mengagetkan ibu hingga jarum yang sedang ibu coba tusukkan ke kain itu malah menusuk ke jari ibu. Bukannya marah ibu malah menasehati Renita dengan suara lembut. Melihat tangan ibu mengeluarkan darah Renita menangis sejadi-jadinya bukan karena takut di marahi ibu melainkan takut ibu kenapa-napa. Renita juga suka mengambil gulungan benang wol ibu dan menjadikannya bola, melemparnya kesana sini hingga benangnya kusut, tapi ibu tetap tak memarahi nya dengan segala kenakalannya. "Ibu ingin apa, apa ibu ingin menghibur dirinya dengan menyulam. Untuk apa pita itu, pita yang digulungnya beberapa kali!?" Ibu menggeser kursi lalu menaikinya, kemudian mengikatkan pita yang di dobel pada sebuah balok yang memanjang dari bolongan plafon. Renita terus memperhatikan ibu, apa sebenarnya yang ingin ibunya lakukan. Pikirnya. Tangan ibu bergetar saat Ibu memasukkan simpul pita pada lehernya, ibu menangis sambil mengucap .... "Ampuni aku Tuhan!!" Apa maksud ibu berkata demikian. Renita cepat mendekati ibu yang mencoba bunuh diri, Renita meneriaki perempuan separuh baya itu. "Jangan lakukan itu ibu! Jangann!! Renita peluk, Renita tahan sekuat tenaga dengan tubuhnya yang kurus, tapi ibu tak mendengarkannya, ibu tak merasakan sentuhannya. Renita menangis, berteriak bak orang kerasukan. "Ibu ... Ibu !!" Renita menyadari ibunya lemas, matanya yang tertutup masih meneteskan air mata, ibu tak bergerak Renita mengulang teriakannya lagi sekencang-kencangnya. "Ibu ... Ibu!!" Dia bergegas berlari ke dapur mengambil pisau, lalu menaiki meja kecil yang di dorongnya mendekat ke arah ibunya, dia tambahkan kursi diatas nya lalu dia naik dan memotong pita merah itu sekuat, sebisa dan semampunya, dan berhasil. Ibu jatuh terkulai .... 'Ibu ... Ibu!!' Renita berteriak lagi, dia peluk ibunya, perlahan ibu membuka matanya dan berkata. "Renita ... sayangnya ibu." Renita tersenyum, ya Tuhan .... "Ibu ... Ibu bisa melihatku!!?' seru Renita Dia peluk ibunya ... Dia peluk dengan sangat erat. Ibu balas memeluknya, Renita bisa merasakannya, benar-benar merasakannya. Ibu memandanginya, menciuminya dan berkata ... "Jangan sedih sayang, sekarang kita tidak akan terpisah lagi, ibu, ayah, adik dan Renita, akan selalu bersama-sama selamanya, tanpa ada yang memisahkan lagi." ucap ibu sambil memeluk erat tubuh Renita yang tak menyadari bahwa ibunya sama seperti dirinya, ayahnya dan juga adiknya yang sudah tiada. *** Kenapa si M selalu membawa cerita sedih yang berakhir dengan kematian. Apa karena memang semua kematian itu harus berakhir dengan kesedihan dan air mata. Sama seperti sebelum-sebelumnya kisah si M selalu membuat aku bersedih dan menangis setiap kali aku mendengar atau menulis ulang kisahnya. Dan seperti biasa, kisah Renita juga aku bagikan namun kisah yang singkat ke salah satu grup misteri. Ada yang komen dan bertanya, Bagaimana Renita mati, lagi-lagi aku tidak tahu, karena saat itu si M tidak menceritakan soal kematian Renita secara lengkap, tapi setelah beberapa hari nya barulah si M sampaikan kepadaku bahwa kematian Renita ada hubungannya dengan bullying Dan setelah itu, tentu saja aku bertanya pada si M, tapi tak ada jawaban. Sepertinya kaminharus bersabar nunggu si M. Bahkan ada beberapa kisah yang dia ceritakan padaku secara singkat seperti kisah Mega, Mega adalah Kuntilanak merah, dia juga cantik sama seperti Andita hanya saja aku tidak tahu bagaimana kehidupan dia sebelum hingga menjadi kuntilanak merah. Si M hanya bilang kalo dia juga menyukai Manusia. Sama seperti Merian, Perempuan ini gak jauh kalah cantiknya dengan Andita atau Mega dan kisah mereka pun kurang lebih sama, yaitu jatuh cinta pada manusia. Yang membedakan Merian dengan yang lainnya adalah Merian bukan hantu berwujud kuntilanak tapi Merian adalah siluman Duyung. Dan kisah dia pun sangat singkat. Aku tidak tahu bagaimana si M bisa menemukan mereka dan mengetahui kisah mereka hanya setengah-setengah dan bikin penasaran. Sebenarnya aku udah malas mendengarkan kisah-kisah yang setiap si M sampaikan. Tapi seperti otomatis saja, semua terjadi dengan cepat, aku mengetahui, mendengar, melihat lalu aku tulis dan share begitu aja. Dan itu gak bisa di tunda, kenapa? karena si M hanya menceritakan sekali aja dan gak bisa di ulang. Entah kenapa begitu. Mungkin dia malas, lupa atau ... entahlah! Aku masih suka mengedit foto, si M juga masih suka datang dengan tiba-tiba, sekedar menemani curhat atau berbagi kisah soal hantu-hantu yang dia temui, entah di pagi, siang, sore ataupun malam hari. Aku juga mulai jarang berpartisipasi di grup misteri, entah sekedar nyimak atau memberi komen, dan itu sejak aku tahu si M mulai ikut mengomentari, mulai ikut berinteraksi. Aku berusaha mengontrol diri saat dia ada, bahkan kadang aku sengaja mematikan data selulerku hanya untuk menghindari dia jika ada. Aku juga jarang ngobrol bareng dengan si M, jarang ngopi atau ngeteh bareng lagi seperti dulu sejak dia jadi petualang. Ada teman yang bertanya padaku, seperti apa wajah dan penampilan si M dan bagaimana bisa melihat dia. Dia cantik tapi sama kayak manusia hanya saja dia itu seperti asap putih namun berbentuk atau, coba deh, kamu berdiri di genangan air, nah si M seperti yang ada di genangan air itu. Coba deh sentuh airnya berkedip mata saja kita bisa kehilangan ke fokus an pada dia, padahal ngeliatnya bukan pake kedua mata, tapi batin. Lumayan sulit menjelaskan, tapi yang bisa melihat pasti paham dengan yang aku maksud. Hari ini si M ingin singkong rebus dengan parutan kelapa, hm ... aku turuti saja kemauan dia, lagian sudah lama juga aku gak ngerasain rasanya singkong direbus apalagi pakai parutan kelapa muda. Tuh dengar singkong parutan kelapa aja dia langsung ngiler. "Emang waktu jaman kamu, apa makanan yang paling enak." tanyaku pada si M "Ya ini!" kata dia sambil menatap rebusan singkong bertabur kelapa yang ada di hadapan kami. "Masa ini." Aku masih gak percaya sambil memegang singkong dan mencoleknya ke parutan kelapa. "Serius, ini tuh enak banget" ucap si M dengan logatnya yang sudah mulai tidak kaku lagi. "Pasti gak akan enak kalau kamu sudah ngerasain bakso, gado-gado, atau ayam KF*." bisik ku sambil tersenyum "Apa itu KFC ? Ahh!! Si M, ternyata masih gak berubah juga, kirain udah gak nanya-nanya lagi. "KFC itu ayam goreng, tahukan ayam goreng? Ayam dipotong, dibumbui, dikasih tepung, terus digoreng. Udah ah! habisin saja singkong mu, nanti aku habisin loh." ucapku pada si M sambil iseng ngedit foto. Eh tapi kemana dia ... sudah aku jelasin dia malah pergi gitu aja, dasar hantu! gak ada akhlak nya. Tapi biarlah, bukannya aku udah terbiasa ditinggal kabur begitu sama dia. Setidaknya dia sudah hadir walau sebentar. Ya gak perlu lama soalnya kalau lama aku juga yang risih, jadi gak bisa leluasa komentar atau ngobrol dengan siapa aja. Sebagian teman masih suka menanyakan kabar si M, biasa jika ngobrol dengan teman begini si M pasti udah duluan, tapi sekarang dia gak ada. Atau biasanya ketika aku sendirian di rumah, ada saja benda-benda yang dia jatuhkan atau suara-suara tiruan yang terdengar karena ulah dia dan itu biasanya dia lakukan ketika aku tak mempedulikannya karena lagi fokus atau sibuk dengan yang sedang aku kerjakan. Seperti di sore waktu itu, aku lagi asyik ngedit terus terdengar suara ketukan pintu yang lumayan nyaring, begitu aku samperin gak ada siapapun. Tak terasa sudah setahun lebih, hubungan pertemanan kami berjalan dengan baik. Hastag Donasi M yang kami rencanakan masih kami jalankan hingga saat ini
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD