Semira dan Dukun

1859 Words
[Sungguh, kalian berdua sangat keterlaluan, aku bersumpah kalian harus merasakan apa yang aku rasakan, kalian harus membayar setiap air mata dan rasa sakit melebihi dari apa yang aku rasakan] ••• Semira bertemu dengan Andi, salah satu teman Rono saat di jalan. "Hai Mir!! Apa kabar, loh! tumben kamu sendiri, kemana Rono? tanya Andi sambil mengulurkan tangannya ke arah Mira. Perempuan itu hanya tersenyum sebentar lalu kembali datar, terlihat sekali dia sangat terpaksa untuk menanggapi pertanyaan Andi. “Hai Ndi!” balasnya sambil membalas menyalami tangan Andi. "Kamu kenapa Mir?!! Ayo cerita, kayaknya kamu ada masalah ya, gak apa-apa, cerita aja, dari pada kamu pendam sendiri tar gila loh!! Hehehe." Andi berusaha menghibur Semira, jelas sekali kalo Andi melihat raut wajah perempuan itu penuh masalah. "Aku lagi cari orang pintar Ndi! Kamu ada kenalan gak!! Atau tahu gitu, di mana aku bisa menemukannya." "Hm ... Tunggu!! Maksud kamu orang pintar itu, Dukun yaa Mir!!? Tapi buat apa?" tanya Andi dengan wajah terlihat penuh penasaran. Jangan bilang kamu mau guna-guna in aku ya, hehehe ...gak perlu Mir, dari dulu, kan, kamu tahu aku pernah suka sama kamu, jika tidak karena si Rono itu muncul, mungkin kita sudah ke pelaminan dan punya anak sekarang." canda Andi, berharap Semira tersenyum dengan ucapannya. Semira hanya diam, mendengar celotehan dan gurauan Andi. Andi memang pernah menyatakan cinta padanya tapi karena dia sama sekali tidak tertarik pada Andi dan lebih memilih Rono yang jauh lebih tampan dan lebih dewasa daripada Andi. "Emang kamu mau dukun_in siapa Mir?" tanya Andi serius, kali ini dia tidak bercanda. "Gak penting kamu tahu siapa, sekarang kamu harus bantuin aku ya Ndi, carikan aku Dukun." ucap Semira tak kalah jauh lebih serius. "Kamu jangan khawatir soal biaya Ndi, berapa pun ongkosnya akan aku bayar, yang penting yang kamu cari benaran dukun, bukan yang abal-abal yah." ucapnya. Kali ini Semira benar-benar serius untuk mencari seorang Dukun. "Oh oke, kamu juga jangan khawatir Mir, kebetulan aku punya kenalan dan dia biasa pergi ke dukun seperti yang kamu mau, nanti kalo aku hubungi dia aku tanyakan, kalau dia dah oke aku jemput kamu ya, sekalian kita pergi makan, gimana Mir, mau yaa!?" "Iya, aku mau" ucap Semira tanpa basa basi "Nah gitu dong Mir, coba setahun lalu kamu terima ajakan makan malam ku seperti ini, kita pasti sudah jadian, hehehe." ejek Andi. Andi terlihat sangat bahagia. Akhirnya pucuk di cinta wulan pun tiba, itu peribahasa yang pas untuknya saat ini. ••• 29 Maret Mira sedang bersiap-siap ketika Andi muncul di depan teras rumahnya. "Masuk aja Ndi, sebentar ya, aku masih ngerjain sesuatu nich." teriaknya mempersilahkan Andi masuk. "Iya Mir ..." ucap Andi sambil menjatuhkan bokongnya ke kursi jati yang ada di teras rumah Mira sambil mengeluarkan sebatang rokok kretek dari saku depannya. Beberapa saat Semira keluar. "Ayoo Ndi!" ajaknya. Mereka berdua bergegas memasuki sedan merah milik Andi. "Kita kemana Ndi, langsung ke rumah Dukun nya atau ke rumah teman kamu?" tanya Semira sambil membenarkan posisi duduknya. "Kayaknya kita langsung aja Mir, nanti sampai sana aku tunggu kamu di luar aja ya, gitu kata teman aku, pengantar cuma sampai di luar." "Loh kenapa begitu?! Tapi tak apalah, memang sebaiknya kamu di luar saja." cetus Semira. Sesampainya mereka di rumah pak No. Mira di ajak masuk ke sebuah ruangan. Ruangan yang sedikit temaram tanpa jendela. Ruangan berukuran 2x2 meter itu cukup bikin Semira merinding tapi dia alihkan rasa takutnya, demi sebuah misi pembalasan. "Siapa yang mau kamu bunuh?!" tanya pak No. Semira cukup kaget, karena dia belum cerita apa pun soal kedatangannya ke pak No. "Sudah gak usah kaget, semua yang pernah datang ke sini itu rata-rata begitu, hayo cerita apa yang kamu inginkan." "Aku mau mereka berdua menderita pak, aku mau melihat mereka tersiksa lalu mati dengan penderitaannya, aku tidak mau melihat ada senyum sedikit pun di wajah mereka. Mereka harus membayar apa yang sudah mereka lakukan padaku." ucap Semira perlahan sambil menyodorkan dua lembar foto yang dia keluarkan dari tasnya. "Hm ... kamu sudah tahu kan ini gak murah" "Iya aku tahu, tapi Bapak, gak usah pikirin soal biaya atau apa pun, pokoknya lakukan saja seperti yang aku mau. Soal biaya tenang saja.” ucap Semira dengan penuh nada kebencian. "Ini bukan hanya mahal, ini juga berisiko tinggi, apa kamu siap?" bisik Pak No pelan. "Apa pun aku siap pak, asal aku bisa melihat mereka mati!" ucap Semira dengan mata berbinar. "Oke, kamu jangan khawatir, serahkan saja padaku, kamu akan lihat sendiri dalam seminggu ini, oke!!" jawab pria tua itu sambil menjanjikan hasil yang di harapkan Semira. Usai menceritakan segala keinginannya, Semira beranjak pergi dan meninggalkan kediaman pak No. Andi yang terlihat sudah tak sabaran, menunggu Semira menceritakan padanya. "Gimana Mir ..??" sambil menjulurkan tangannya membuka pintu mobil untuk Semira "Ya gak gimana-gimana Ndi, kata pak No aku tunggu aja hasilnya dalam seminggu ini." "Tuh! Benarkan, dia bukan dukun abal-abal" "Ya liat aja nanti hasilnya, kalo mereka berdua mati berarti dukun kamu bukan dukun abal-abal." "Apaa! Mereka?!! Siapa mereka Mir?" tanya Andi penasaran. "Sudah, nanti juga kamu tahu sendiri." celetuk Mira. Mendapat jawaban seperti itu, jelas wajah andi langsung terlihat kecewa dan di penuhi tanda tanya. 'Siapa yang ingin dia bunuh, setahu ku dia perempuan yang lemah lembut, baik hati, bahkan menyakiti nyamuk saja dia gak tega, lalu kenapa sekarang dia jadi berbeda?' ••• "Makasih ya Ndi, serius kamu gak mau mampir." ajak Semira. “Nggak Mir, lain kali saja ya, soalnya aku ada urusan lain nih." "Okelah, makasih ya Ndi." ucap Semira sambil melambaikan tangannya ke andi yang perlahan kendaraannya meninggalkan kediaman Semira. ••• "Mir, maafin aku ya, aku mau kita balikan lagi jadi sahabat seperti dulu." Andini terus memohon, bahkan sampai bersujud di kaki Semira, dia menangis memohon belas kasihan agar apa yang dia lakukan bersama Rono, bisa Semira lupakan. "Kamu ingat ya Din, meski kamu menangis darah, aku tidak akan pernah memaafkan mu. kamu dan Mas Rono harus menderita, harus mati!" ucap Semira dengan nada penuh kebencian. Andini terus menangis bersimpuh di hadapan Semira, tangisnya semakin kencang bahkan Semira sempat kaget kenapa suara Andini terdengar sangat nyaring dan lebih kaget lagi saat Andini mengangkat wajahnya guliran darah deras mengalir dari kedua bola matanya, Andini menangis darah. "Kamu harus maafin aku mira, kamu harus maafin aku!!" Andini terus berulang-ulang mengatakan itu, "Kamu harus maafin aku Mir!!" Nada yang tadinya memohon berubah menjadi suara yang menyeramkan dan membuat Semira ketakutan, dia menangis dan berteriak histeris sambil menutup kedua telinganya tapi suara Andini semakin jelas dan membuatnya terhentak, kaget saat wajah Andini yang dipenuhi darah itu berada tepat di depan wajahnya, Semira berteriak kencang. “Pergiii!!” Dan saat membuka kedua matanya, dia sadar dan sedang terduduk diatas tempat tidurnya. Ternyata dia sedang bermimpi. Ini pertama kalinya Semira bermimpi buruk tentang mantan sahabat karibnya itu. 'Ah! Persetan dengan dia, mau menangis darah atau apapun aku tidak peduli. ••• Dua hari setelah mimpi buruk itu, dia mendapat kabar, kalo Andini sakit. Orang-orang bilang kalo Andini kena penyakit aneh, kata Pak Imam wajah cantik Andini, pelan-pelan berubah dan wajahnya menyusut ke dalam seperti bola kempes hingga membuat hidung, mulut dan matanya itu rata dengan kulit. Cerita yang di dengar Semira, sedikit pun tidak membuatnya iba, dia bahkan tidak perduli dengan cerita itu. 'Itu belum seberapa' gumam nya dalam hati. Dia bahkan berharap Rono juga mendapat kabar serupa, tapi kenapa dia belum juga mendengar kabar soal Rono, apa dia mesti minta tolong ke Andi untuk mencari tahu soal itu. Ah! sudahlah, toh! kata pak No, dalam seminggu, itu berarti Rono juga akan mengalami hal yang buruk seperti Andini dalam seminggu ini, jadi aku tidak perlu repot-repot mencari tahu kabar dia. ••• "Maaf, Mbak Mira, itu di depan ada, mas Andi." ucap Bu Ning istri Pak Imam, yang baru beberapa hari mulai bekerja di rumah Semira. "Iya Bu, suruh masuk aja Andi nya.” “Ya mbak” jawab perempuan tua itu "Tumben kemari, ada apa, bukannya kamu sekarang super sibuk?!" "Sibuk sih, tapi aku sempat sempatkan nih, mau jemput kamu, kamu gak lupa, kan soal makan malam yang kamu batalin hari itu, karena kita kemalaman dari rumah pak No." "Oh iya, maaf ya Ndi aku sampai lupa, ya udah kamu tunggu sebentar ya, aku ganti baju terus kita berangkat, okey.” "Okey" jawab Andi bersemangat. Seminggu berlalu tapi Semira gak dengar kabar soal Rono, seperti hilang di telan bumi saja orang itu. Dia semakin penasaran, kemana Rono, apa dia kabur dan meninggalkan kota ini. Semira tidak bisa tinggal diam dengan sejuta pikiran yang memenuhi kepalanya. Dia beranjak dari kursi dan pergi segera berangkat menuju ke kediaman pak No. Sesampainya di sana Pak No menyambut nya dengan wajah datar, pria Separuh baya itu sama sekali tak terlihat cemas dengan kedatangan Semira ke rumahnya. "Kata pak No, seminggu kan?! Ini sudah seminggu, kenapa laki-laki sialan itu baik-baik saja, malah dia menghilang entah kemana, kalo begini bagaimana aku bisa tahu jika dendam ku sudah terbalaskan." keluh Semira memulai percakapan begitu sesampainya di rumah dukun itu. "Kamu jangan khawatir, dendam kamu pasti terbalaskan, saya hanya butuh syarat lain yaitu ayam hitam, maka semuanya selesai," ucap pak No dengan pandangan yang tajam mengarah ke satu wadah yang terbuat dari batu yang mengeluarkan asap, entah apa yang pak No lempar hingga perlahan asap keluar dari wadah tersebut sambil mulutnya terlihat komat kamit tentunya. ••• Di rumahnya, Semira masih saja ke pikiran soal Rono dan Andini “kemana ya mereka berdua, kenapa tiba-tiba mereka hilang dan gak ada kabarnya” gumamnya dalam hati. "Bu!!" teriak Semira ketika melihat Bu Imam muncul dari arah dapur. "Ya Mbak, ada apa?" jawabnya pelan. "Ibu, tahu gak Andini di mana?" "Nggak e mbak, terakhir yang saya dengar, mbak Andini sakit parah, lalu dibawa keluarganya berobat keluar kampung. Tapi saya gak tahu persis ke kampung mana. gitu mbak." terangnya. "Oh ya sudah kalo gitu, Ibu boleh pergi, Makasih ya." "Iya mbak, sama-sama.” ucap Bu Imam sambil berlalu meninggalkan Semira yang terlihat bingung. Apa Iya, mereka berdua kabur dari aku, apa Rono mengetahui soal aku yang pergi ke dukun, tapi dari mana dia tahu, masa iya dari Andi, apa Andi mengkhianati ku. Ah!! Andi tidak mungkin begitu. Rono tidak mungkin mengetahui soal apa yang aku rencanakan pada dirinya dan juga pada Andini. Sepertinya aku harus kembali ke rumah pak No. Aku harus meminta pak No membuat mereka berdua mati apa pun caranya. Semua pikiran dan rencana berkecamuk dalam benak Semira. *** Semira, sudah siap untuk berangkat, namun dia di kejutkan dengan kehadiran Bu Imam, yang menyampaikan berita kalo Andini meninggal dunia. "Loh, bukannya kemarin ibu bilang, kalo gak dengar kabar soal Andini, kenapa pagi ini tiba-tiba ibu bilang dia meninggal." "Iya mbak, saya juga baru tahu tadi pagi dengar dari saudara jauh ibunya Andini. Kata beliau Andini meninggal semalam, dengan wajah rata seperti batok kelapa." Mendengar itu Semira sama sekali tidak terlihat sedih atau mengucap bela sungkawa. Dia malah berlalu meninggalkan Bu Imam seorang diri. "Mbak, mau kemana?" tanya Bu Imam sebelum melangkah kan kakinya masuk ke dalam Rumah. "Aku mau keluar sebentar, ada yang harus aku beli!" terangnya sambil berlalu dengan wajah datar. "Iya mbak." balas Bu Imam sambil memperhatikan Semira Berjalan meninggalkan dirinya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD