Siapa Marliani

1405 Words
Beberapa hari setelah kepulangan ku dari rumah sakit. Aku tak pernah menyadari kalo Marliani mengikuti ku sampai ke rumah, karena awalnya aku mengira si Anna lah yang bakal mengikuti ku, karena kejadian semua bermula dari kisahnya. Dengan keadaan masih pemulihan belum 100 persen sembuh, aku melalui hari-hariku seperti biasa, aku bukan tipe wanita yang manja, yang ketika sakit dikit memilih baring di tempat tidur, sebisa mungkin aku mengerjakan apa yang bisa ku kerjakan meski masih kurasakan lemah dan rasa sakit di bagian tubuhku pasca operasi, aku berusaha mengerjakan semua pekerjaan rumah yang bisa ku kerjakan. Saat semua sudah selesai aku memilih santai sejenak, tiba-tiba aku merasa berbeda, mendadak ruangan terasa hampa, tidak ada pintu, jendela ataupun dinding pembatas seperti sebelumnya. Aku biasa menyebutnya ruangan abu-abu, ini bukan pertama kali nya aku ada di ruangan abu-abu. Ruangan di mana hanya ada aku dan 'Mereka' dan kadang hanya sendiri di tempat yang sama, namun suasana yang berbeda. Tiba-tiba sosok perempuan itu hadir begitu saja, tatapannya kosong, pucat pasi namun tetap terlihat cantik. Perempuan itu diam sesaat, namun akhirnya bersuara juga. "Hai ... Aku Marliani, aku yang duduk di kursi waktu itu, ingat, kan?! Yang coba kamu usir!" ucapnya dengan bersemangat. "Tentu saja aku ingat, aku tak mungkin melupakan soal itu." jawabku spontan. Aku tak merasa takut, bahkan sebaliknya suasana terasa akrab, rasanya sama seperti saat dia duduk di kursi waktu itu. Tapi kali ini ada yang berbeda, mungkin karena penampilan perempuan itu terlihat jauh lebih baik. "Oh itu kamu?!” ucapku basa-basi. Aku terus mengamatinya, dan merasakan kalau penampilan perempuan itu memang berbeda. Kali ini dia tidak nampak seperti hantu. "Kamu ... Kuntilanak itu, kan?" tanyaku pelan. "Bukan! Aku bukan Kunti. Aku Marliani!” jawabnya tegas. "Iya sih kalau sekarang tampilan kamu nggak seseram waktu itu. Hari ini kamu terlihat lebih cantik dengan jepitan rambut itu, tapi tetap saja kamu Kunti, tapi nama kamu Marliani. Iya, kan?" "Aku bukan Kunti! Aku Marliani!” tegasnya lagi, masih bersikeras dengan pendapatnya. "Terus kalau bukan Kuntilanak, lalu kamu apa?" tanyaku balik. Belum sempat dijawab, secepat kedipan mata dia malah membawaku ke ruangan yang penuh dengan banyak pintu. Ruangan lembab dan berlumut di penuhi banyak sekat di dinding dengan pintu-pintu yang berukuran mini. "Ini di mana?" tanyaku Lalu dia menarik satu pintu dan kami melihat perempuan itu terbaring di sana. Di ruang sempit itu. “Loh! Itukan kamu, kenapa kamu di situ?” tanyaku lagi. "Aku sendirian, aku nggak punya siapa-siapa," jawabnya pelan. "Jadi ini kamar mayat?" "Bukan! Ini ruangan di mana aku bekerja dulu.” "Ruangan!? Maksudnya kamu kerja di kamar mayat?" tanya ku semakin penasaran. "Bukan, ini bukan kamar mayat!" "Kalau bukan kamar mayat lalu apa?" Sekali lagi Marliani kembali membawa ku ke sebuah tempat yang berbeda. Tempat yang tidak asing menurutku Ini kan jalan setapak di tengah hutan, saat aku mengikuti Anna yang berlari kesana kemari. Lalu apa hubungan dia dengan Anna. Apa dia kenal Anna? "Aku nggak kenal Anna, tapi aku juga ada saat itu. Aku juga melihat Anna ditangkap lalu disayat lehernya,” sahutnya yang ternyata bisa menjawab apa yang isi hatiku ingin tanyakan. "Lalu kamu .... !!?" "Aku bekerja sebagai tukang bersih bersih, bantu ini itu, dan lain-lain, aku menggantikan tugas orang tua angkat ku yang sudah tiada, di Laboratorium tempat Para Ilmuan itu bekerja. Aku tau Anna, tapi tidak mengenalnya dengan baik. Saat aku tau mereka menangkap dan membunuh ilmuan itu, aku bersembunyi agar tidak tertangkap oleh mereka seperti mereka menangkap Anna. Tapi salah satu dari mereka mengetahuinya, aku jadi ketakutan lalu aku bersembunyi dan masuk ke salah satu ruangan sempit itu, Itu adalah ruangan tempat mereka menyimpan semua yang mereka temukan untuk diteliti. Tempat yang sama, yang dijadikan para pembunuh itu menyimpan potongan kepala Anna, dan aku juga terjebak di situ. Mereka mengunci dan menutup pintu dengan sengaja, rupanya mereka mengetahui jika aku bersembunyi di salah satu tempat penyimpanan itu.” Marliani bercerita sambil menangis, aku hanya diam mendengarkan. "Jadi kamu mau bilang kalo kamu mati terkurung dalam peti itu dan kehabisan Oksigen?!" "Iya" angguk nya pelan. Marliani hanya menunduk sedih. Aku mencoba menelusuri kembali ke kisah Anna. Mencoba mengingat-ingat, apa mungkin ada yang terlewatkan. Kenapa aku tidak melihat kehadirannya ya? Apa mungkin karena Kejadian Anna begitu menarik perhatianku, hingga aku tak melihat dan memperhatikan dia saat aku bersama Anna. "Aku nggak punya keluarga. Keluargaku di mana, aku juga nggak tahu. Aku dipelihara dari kecil dengan seorang pria tua yang kemudian meninggal, saat usiaku 15, lalu aku bekerja di situ menggantikannya. Saat aku melihat Anna dan kamu berlarian di hutan, aku mengikuti kalian, hingga ke ruangan ini. Tapi kemudian aku hanya diam karena takut melihat mereka yang terus mengejar kalian, lalu aku duduk menunggu di kursi itu.” ucap Marliani melanjutkan ceritanya. "Menunggu? menunggu apa?!" tanya ku semakin penasaran. Percakapan itu selesai sampai di situ. Tanpa ada jawaban, karena saat tersadar tiba-tiba aku mengira pasti sedang bermimpi di sore hari, padahal aku tidak sedang tertidur. Hari berlalu .... Minggu berlalu .... Masih banyak pertanyaan yang ada dibenak ku yang ingin aku tanyakan pada perempuan itu. ••• Di depan kamar aku sedang fokus menulis sebuah kisah tentang Dunia sebelah. Sembari membaca komentar-komentar di grup Sosial mediaku. Iya karena beberapa bulan sebelumnya aku juga pernah masuk rumah sakit dan sempat koma beberapa hari dan kejadian itu sempat membuat aku kehilangan sebagian memory di ingatanku. Aku mencoba mengingat-ingat lagi kenangan masa lalu, meski sedikit sulit aku tetap saja tidak bisa mengingat dengan baik. Separuh ingatan ku hilang karena sakit waktu itu, yang anehnya yang hilang itu hanya memory diingatan saat aku bersama teman-teman di grup Dunia Sebelah. Sengaja ku putar musik dengan volume agak tinggi, agar rasa sedih yang ku rasakan saat itu hilang. Satu persatu kejadian aneh mulai aku alami. Pintu kamar yang tadi aku tutup, saat posisi duduk membelakangi, tiba-tiba kembali terbuka, dan tertutup kembali dengan kencang. Tak lama ke buka lagi. Karena kaget, aku berbalik menengok ke belakang, sepintas aku merasakan ada yang masuk. Hmm ... itu pasti dia, entah bagaimana aku bisa yakin kalau itu dia. Aku bisa merasakan kehadirannya, seolah-olah kami terhubung satu sama lain. Sengaja aku berpura-pura, sambil meneriaki anak perempuanku. "Neng, Neng ... itu kamu, ya?" Padahal aku tahu persis kalau aku tengah sendirian saat itu. Aku memang sengaja melakukan itu, agar saat aku berteriak seperti itu, perempuan itu membalas teriakan ku, bukan bersembunyi dan bermain petak umpat seperti ini. Aku coba ke kamar ku dan memastikan, ternyata tidak ada siapa siapa. Aku hanya ingin saat ngobrol dengan sosok itu, tidak lagi dalam keadaan setengah sadar. Ada rasa di mana aku merasa berani, tapi kadang juga merasa takut, apa lagi saat sendirian seperti sekarang ini. Aku masih menunggu dia merespon balik. Tapi tak ada tanda-tanda suara atau apapun, suasana di ruangan ini benar-benar hening, sejuk hingga semua kembali seperti sedia kala. Entah kenapa hantu itu mengusili ku. Apa yang dia inginkan. Kenapa dia berusaha mencari dan menarik perhatianku. Sebelumnya salah satu teman dekatku si Tika cerita ... kalau Anna pernah mendatanginya, namu anehnya ada satu perempuan lagi yang tidak dia ketahui itu siapa, saat itu aku juga belum mengenal si M, bahkan kami belum bertegur sapa, setelah kejadian aku di rumah sakit. Setelah si M sering menarik perhatianku, di situlah kami paham bahwa perempuan waktu itu adalah dia. Aku tidak mengerti kenapa Anna dan si M mendatangi Tika, tapi yang aku tahu, Anna menyukai orang-orang yang pintar macam dia, tapi si M apa urusannya, kenapa? Apa dia juga berusaha ingin berteman dengan Tika, tapi kenapa dia tidak memperkenalkan dirinya seperti dia memperkenalkan dirinya ke aku. Tika menceritakan semuanya, saat aku jelaskan bahwa ternyata perempuan yang waktu itu mendatangi dia selain Anna adalah si Marliani. Aku sempat bertanya pada Tika bagaimana ciri-ciri Anna dan Si M, dia menjelaskan dan ternyata apa yang dia sebutkan semuanya sama persis seperti yang aku lihat. Tapi hanya beberapa hari, setelah itu mereka tidak pernah lagi mendatanginya. Tika adalah salah satu temanku yang juga memiliki kepekaan yang sama seperti ku, meski begitu kami memiliki cara pandang, pemikiran dan penerimaan ilmu yang beda itulah kenapa kami juga suka saling berbagi cerita dan pemahaman. Mungkin itu juga yang menjadi salah satu alasan kenapa para gentayangan juga suka mendekatinya, ada pintu gaib yang mengarah kepadanya dan si Tika adalah salah satu orang yang juga sering muncul di mimpiku dan akupun juga ada di mimpinya tapi anehnya mimpi kami kadang terhubung dan semuanya tentang kepekaan kami tentang apa yang kami lihat melalui mata batin juga dalam mimpi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD