Aku memperhatikan ruangan Penthouse yang saat ini ada dihadapanku. Ruangan ini sangat luas, aku perkirakan sekitar 300 meter persegi, dilengkapi dengan berbagai furniture mewah. Aku berdiri tidak jauh dari pintu masuk, terdiam di sana sambil menahan kekesalan karena perbuatan Lucas yang selalu saja seenaknya.
“Kau ingin minum sesuatu?” tanya Lucas.
Aku diam menatap kesal ke arahnya.
“Aku tidak punya tequila, tapi ada wine, vodka dan whiskey..” lanjut Lucas.
Aku mengernyitkan keningku, tahu dari mana dia kalau aku minum tequila. “Apa kau lupa kalau aku ini karyawan magangmu? Ini jam kerja, masih pagi dan kau menawarkan aku minuman beralkohol?” tanyaku dengan nada sarkas.
“Siapa dia?” tanya Lucas mengabaikan pertanyaan sarkasme dariku.
“Dia?” tanyaku menatapnya bingung “Akh.. Ethan?” tanyaku lagi.
Lucas diam tidak menjawab.
“Sudah aku katakan tadi, dia clean, kau tidak perlu khawatir.” lanjutku.
“Kau terbiasa pergi makan malam dengannya?”
“Yeah.. dia adalah anak teman ibuku. Aku mengenalnya sejak tiba di kota ini.”
“Apa kau memang selalu pergi makan malam dengan semua anak teman ibumu?”
Aku menghembuskan nafas kesal “Kemana arah pembicaraanmu?” tanyaku menatapnya skeptis.
“Kau tebak saja sendiri dengan otak jeniusmu itu.” jawab Lucas dengan cepat.
“Kalau maksudmu apakah aku begitu murah bisa pergi dengan lelaki manapun, kau nilai sendiri saja, aku tidak akan menjawabnya.”
Lucas berjalan mendekat dan berhenti tepat di hadapanku, terdiam di sana, menunduk dan menatapku dalam.
Aku mendongakkan wajah untuk melihatnya. “Jangan bilang kau ingin mengecekku lagi!” ucapku kesal mengingat kejadian di rumah pantai.
Lucas tersenyum “Tidak perlu, aku sudah tahu hasilnya.” jawabnya.
Aku mengerutkan kening “Apa hasilnya?” tanyaku penasaran, bahkan aku tidak mengerti apa yang dia cek dengan cara menciumku waktu itu.
“Well.. sesuai dugaanku dan kau sudah mengkonfirmasinya semalam.” jawab Lucas.
“Semalam?” tanyaku bingung “Aku bertemu denganmu semalam?” tanyaku lagi.
“Yeah.. dan jika aku ikuti ritme keagresifanmu semalam, saat ini kita pasti masih berada di atas ranjang.” ucap Lucas sambil tersenyum penuh arti.
Aku menatapnya tidak mengerti.
Beberapa detik kemudian handphoneku bergetar.
1 message from Kalya.
===
“Ini gila!” ucapku di telpon kesal, sementara di sebrang sana terdengar suara Kalya tertawa. Saat ini aku berada di toilet wanita dan sedang menelpon Kalya.
Setelah membaca message Kalya serta menonton video rekaman kiriman darinya, aku merasa kesulitan bernafas, nafasku terasa sesak. Adegan dalam video itu seolah berputar ulang di kepalaku, aku dan Lucas berciuman dengan agresifnya dan tubuh Lucas berada diantara apitan kedua pahaku yang terlihat karena rokku tersingkap, hampir tidak ada jarak antara tubuhku dengan tubuhnya. Aku berlari keluar dari Penthouse, memencet tombol lift dengan tidak sabar, menuju lantai 19 lalu segera berjalan dengan cepat menuju toilet. Setelah memastikan toilet tidak ada orang satupun aku menelpon Kalya.
“Ngga lucu, Kal! Berani-beraninya dia menciumku seperti itu. Di tempat umum lagi!” lanjutku.
“Koreksi ya.. bukan dia yang mencium lebih dulu, kau yang menarik dan menciumnya.” jelas Kalya.
“Argh… kau seharusnya tidak membiarkan itu terjadi, Kal! Aku menyesal membiarkan diriku terpengaruh oleh alkohol.”
“Come on, Rea. Bukankah dia yang selalu kau pikirkan. Aku sama sekali tidak menduga dia akan datang dan malah membalas ciumanmu yang segitu panasnya. Aku bisa mengerti jika kau seagresif itu, dia lelaki yang tampan dan sexy.” ucap Kalya dan tertawa lagi.
“Ini ngga benar..”
“Masalah hati udah ngga ada yang namanya benar atau salah, Rea.”
“Dia keluarga mafia, Kal. Menurutmu Mommy akan bilang apa?!”
“Eum.. bagaimana kalau kau jalani saja dulu.”
“Lalu apa? Aku tidak akan memulai sesuatu yang aku sudah tahu jelas ujungnya akan berakhir di mana.”
“Bukankah dia sedang menuju perubahan seperti katamu? Jadi kau tidak perlu menceritakan tentang masa lalunya kepada Bibi Vanessa kan?” ucap Kalya.
Aku menarik nafas dan menghembuskannya, frustasi dengan apa yang mungkin terjadi antara aku dan Lucas. “Entahlah…” jawabku.
“Okay… tenangkan dirimu dulu ya. Nanti kita berbicara lagi, aku sudah harus masuk kelas. Kelasku akan segera mulai.” ucap Kalya dengan nada menenangkan.
“Hmm.. baiklah. Sampai nanti.” ucapku pasrah.
“Sampai nanti” ucap Kalya, sambungan telepon kami pun terputus.
Ingatanku kembali, termasuk perasaan dan keinginanku atas Lucas. Perut bagian bawahku rasanya berdesir, ketika mengingat rasa hangat yang menjalar di tubuhku ketika bibir kami bersentuhan dan saling membalas ciuman, ketika tubuhnya begitu dekat dengan tubuhku. Akh.. ini gila.. benar-benar gila dan tidak masuk akal!
Ah.. Ya Tuhan.. perasaan apa ini! Apakah karena ini pertama kalinya aku dekat dengan lelaki?! Sosok Lucas benar-benar bisa membuat perasaan dan keinginanku berbanding terbalik dengan otakku.
===
Aku membenarkan letak kacamata laboratorium yang sedang aku gunakan, berusaha fokus dengan senyawa kimia yang saat ini sedang aku teliti untuk menjadi penawar gas klorin atau yang bisa juga disebut bertholite, yang merupakan salah satu senjata kimia berbahaya. Setelah beberapa jam mencoba fokus, akhirnya aku menyerah juga. Otakku saat ini sedang tidak bisa diajak kerja sama. Berkali-kali ingatan tentang Lucas terus bermunculan di sela-sela penelitianku. Aku mendengus kesal dengan kebodohan diriku sendiri.
“Kau baik-baik saja, Andrea?” tanya Julian
Aku menoleh ke arahnya dan tersenyum enggan “Yeah.. aku baik-baik saja. Ada apa kau kesini?” Sedikit bingung melihat Julian yang merupakan bagian administrasi berada di area laboratorium.
“Aku bertugas untuk menyiapkan meeting bulanan, dan aku ke sini untuk memastikan para Profesor dan peneliti sudah siap, karena ini waktunya mereka melaporkan dan menunjukan progress penelitiannya kepada Boss.” ucap Julian.
“Oh.. begitu, sepertinya tadi aku sudah melihat profesor dan para seniorku menyiapkan bahannya.” sahutku, sambil membereskan peralatan laboratorium yang tadi aku gunakan.
“Andrea, bersiaplah.” ucap Geoffrey yang baru saja keluar dari ruangan professor, dia merupakan salah satu Senior Penelitiku.
Aku mengerutkan keningku “Aku ikut?” tanyaku bingung.
“Yup.. kau kan sedang meneliti bertholite, jadi kau bisa bercerita juga progressnya seperti apa.”
Aku terdiam, enggan menyatakan keberatanku ikut karena aku saat ini tidak siap untuk bertemu dengan Lucas, namun aku juga tidak ingin di bilang karyawan magang yang manja karena memilih-milih pekerjaan. Akh… profesionallah Andrea! Aku berusaha mengingatkan diri sendiri.
===
Kakiku bergerak tidak sabar di bawah meja ruang meeting, rasanya ingin meeting ini segera berakhir. Aku menghindari bertatapan dengan Lucas selama meeting berlangsung, sehingga aku lebih sering mengarahkan pandanganku ke arah para professor dan senior penelitiku atau ke buku catatanku. Berusaha fokus dengan apa yang mereka paparkan, sehingga dapat menjadi bagian dari pembelajaranku yang lebih detail dan mendalam tentang senyawa kimia.
“Demikian laporan kami terkait penawar untuk Phosgene, kami masih akan meneliti kemungkinan lainnya.” ucap Professor Barnes, sambil dia menyerahkan dokumen kepada Geoffrey.
“Ada yang ingin kau sampaikan, Andrea?” tanya Geoffrey kepadaku.
Aku menggeleng “Belum.. aku belum berhasil dengan percobaanku. Semoga minggu ini aku sudah bisa memberikan hasil.” ucapku.
“Tidak masalah. Jika kau sudah berhasil, kau bisa langsung menyerahkan laporannya ke kantorku, Nona Rosewood.” ucap Lucas sambil menatapku dengan senyum.
Beberapa orang sepertinya menatap bingung ke arah Lucas, Apa karena sangat jarang bos besar yang satu ini dapat tersenyum seperti itu?! Lalu mereka menatapku, seolah menunggu responku terhadap pernyataan Lucas.
“Hmm.. tentu, Tuan Absyach Krukoz” ucapku dengan nada enggan.
“Baiklah.. karena sudah tidak ada lagi yang akan di bahas, saya akan akhiri meeting kita hari ini.” ucap Julian. Semua yang hadir berdiri ketika Lucas berdiri dan meninggalkan ruangan. Setelah Lucas keluar, mereka pun segera membereskan barang-barang untuk bahan meeting.
Setelah semua keluar, aku pun melangkah keluar. Berjalan pelan agar dapat terhindar ketemu dengan Lucas. Sebaiknya aku segera pulang saja, hari ini benar-benar terasa panjang sekali.