Andrea mematut dirinya di depan cermin, hari ini dia menggunakan kemeja lengan panjang oversize dan celana jeans. Pada dasarnya Andrea memang bukan tipe wanita kalangan atas pada umumnya yang selalu menjaga penampilan. Dia selalu mengutamakan kenyamanan dibandingkan keindahan dalam hal berpakaian. Namun berbeda jika ada acara-acara penting, ibunya pasti akan memastikan dia berdandan habis untuk menjaga harkat dan martabat keluarga Rosewood. Setelah merasa cukup puas dengan penampilan dia keluar dari apartemennya.
Ketika berjalan keluar seorang lelaki menghampiri dan menyapanya.
“Selamat Pagi, kau Andrea kan?” tanya lelaki itu.
Andrea menatapnya, Akh iya.. aku baru teringat tadi pagi ibunya menelpon bahwa dia meminta salah satu anak dari kenalannya yang bekerja di kota ini, untuk mengantarnya ke kampus di hari pertama kuliahnya. “Selamat pagi. Apakah kau Ethan Wilson?” tanya Andrea.
Ethan tersenyum “Iya.. Eum.. aku diminta untuk mengantarkan kau ke kampus, karena ini adalah hari pertamamu dan mungkin kau butuh bantuan untuk menuju ke sana.” ucapnya.
Aku membalas senyumnya “Terima kasih, tapi sebenarnya tidak perlu. Aku masih bisa naik taxi atau sekedar bertanya dengan orang-orang di sekitar.” ucapku, terkadang Mommy ini memang berlebihan sekali. Dia pikir aku anak TK yang harus diantar di hari pertama sekolah.
“Yup.. aku tahu itu tapi kau tahukan ibu-ibu itu terkadang berlebihan..” ucap Ethan.
“Iya.. tentu. Eum.. kau bisa kembali melakukan aktivitasmu kalau begitu. Aku akan naik taxi saja.”
Ethan menggosok kepala bagian belakang, seperti ragu -ragu “Aku rasa itu bukan ide yang bagus.. ibuku akan sangat marah kalau aku tidak jadi mengantarmu, dan aku sudah ada di sini. Jadi sekalian saja.” ucapnya
Aku tertawa, well ternyata dia tidak seburuk itu. Pikirku. “Baiklah, maaf karena merepotkanmu..” ucapku.
“Aku parkir di sebelah sana..” ucap Ethan sambil berjalan ke arah parkiran mobilnya.
Aku mengikutinya, setelah sampai di depan mobilnya Ethan membukakan pintu penumpang untukku agar aku dapat masuk, lalu dia berjalan dan duduk dibalik kemudi.
Mobilnya melaju dengan tenang, “Jadi kau baru tiba di sini kapan?” tanya Ethan mencoba membuka pembicaraan.
“Sekitar dua hari lalu.” jawabku.
“Belum sempat melihat kampusnya dimana?”
“Belum, karena ada satu dan lain hal.” ucapku, rencananya memang kemarin aku pergi survey lokasi kampus, tapi karena kejadian di malam sebelumnya yang cukup membuat dirinya sport jantung dan berakhir sulit tidur membuat dirinya seharian berada di kamar di keesokan harinya.
“Well.. aku senang bertemu denganmu..”
Aku menatapnya, agak aneh memang dia mengucapkan itu setelah belasan menit berlalu dari pertemuan kami “Hmm.. senang bertemu denganmu juga..” ucapku.
“Kau sangat berbeda dari yang aku bayangkan.”
Aku mengerutkan keningku “Okay.. lalu seperti apakah itu?” ucapku bersikap waspada.
“Ketika ibuku memintaku untuk menjemput anak dari kenalannya aku berpikir dia adalah wanita yang berpenampilan berlebihan layaknya anak orang berada dan akan sangat manja, sehingga akan sangat merepotkanku. Tapi ternyata kau sangatlah berbeda.”
“Hmm.. lalu apakah itu membuatmu kecewa?”
Ethan tertawa “Cenderung senang malah.. makanya tadi aku bilang senang bertemu denganmu..” ucapnya.
“Kau pun sama, aku pikir kau akan layaknya seorang anak mami yang selalu menurut dengan ibunya dan akan bersikap manja, memaksaku menempel padamu. Aku senang ternyata kau tidak seburuk itu.”
Kami berdua tersenyum memikirkan betapa bodohnya kami dengan cepat berprasangka, menit berikutnya kami dapat mulai berbicara santai layaknya seorang teman.
Perjalanan dari apartemenku sampai kampus tidaklah jauh, hanya sekitar 15 menit. Ethan memarkirkan mobilnya tepat di depan lobby gedung kelasku.
“Kau sudah menyimpan nomorku kan? Hubungi aku jika ada yang bisa aku bantu. Bahkan hanya sekedar mengantar seperti ini sebelum aku berangkat bekerja pun aku tidak akan keberatan.” ucap Ethan ketika aku sudah turun dari mobilnya.
“Okay, aku sudah menyimpan nomormu.. Terima kasih karena sudah mengantarku.” ucapku, sempat terdiam karena mengingat dua hari lalu pun aku mengucapkan hal yang sama kepada Lucas. Okay stop mengingat si mafia itu!
“Sampai ketemu lagi..” ucap Ethan lalu dia membawa mobilnya pergi setelah aku membalas lambaian tangannya.
Aku berjalan menuju kelasku, sedikit bingung karena ternyata institute ini cukup besar juga sehingga mencari kelasku tidaklah mudah. Setelah sekitar 10 menit mencari akhirnya aku dapat menemukan kelasku.
“Selamat pagi” ucapku pada salah satu wanita di kelasku, dia mendongakkan kepala dari buku yang dibacanya dan menatapku “Apakah di sini masih kosong?” tanyaku
Dia mengangguk “Yup.. silahkan pakai saja.” ucapnya cuek.
“Thanks..” ucapku lalu duduk di sebelahnya dan menoleh kepadanya “Aku Andrea by the way..” aku memperkenalkan diri mengabaikan sikap cueknya.
“Yeah.. kau adalah si penerima beasiswa itu kan..” ucapnya.
“Kau tahu?”
“Tentu.. aku rasa semua di kelas ini juga tahu.. aku Bethany Johnson.”
“Hi Bethany.. senang berkenalan denganmu..”
“Please.. Beth saja. Aku tidak terlalu suka dengan nama panjangku.”
Aku tersenyum, unik juga dia “Okay Beth, jadi kau dari jurusan yang sama sebelumnya?” tanyaku membuka pembicaraan.
“Yup.. kau juga?”
“Iya, ternyata kita memiliki ketertarikan yang sama. Lalu kenapa kau ingin melanjutkan kuliahmu?”
“Kau sangat berbeda.”
“Okay, Umm.. aku sudah mendengar tentang ini dua kali hari ini. Jadi apa aku bisa tahu karena apa kali ini?” tanyaku.
“Kau tidak lihat kelas ini? Semua bersikap introvert dan tenang bahkan mungkin teman di sebelah kanan kirinya saja belum tentu saling kenal. Sementara kau bisa seceriwis ini.”
“Apakah itu buruk?” tanyaku mulai bersikap berhati-hati.
Bethany tertawa “Nope. Aku suka dibandingkan kelas yang membosankan. Setidaknya kau cukup menghibur.” ucapnya.
Aku tertawa “Aku tidak berniat menjadi badut penghibur tentu saja, tapi aku senang dapat menghilangkan kebosananmu.” ucapku.
“Senang berkenalan denganmu Andrea.” ucap Beth tersenyum menatapku. Okay, tidak buruk juga untuk hari kuliah pertamaku. Semua cukup berjalan dengan baik dan lancar hingga saat ini.
===
Andrea menghela nafas panjang, setelah berjibaku dengan kuliahnya hari ini rasanya tubuhnya lelah sekali. Sudah hampir dua minggu dia berkuliah di Cardiffandia. Terkadang ketika sedang melakukan praktek di laboratorium dirinya baru bisa pulang ke esokan paginya seperti hari ini. Dia melepas sepatunya dan langsung rebahan di atas tempat tidurnya. “Hah.. lelah sekali rasanya!” ucap Andrea.
Handphonenya berdering.
Andrea melirik handphonenya, hanya ada nomor saja yang tercantum di layar handphonenya itu.
“Hallo..” sapa Andrea ragu.
“Hi.. Andrea?” tanya suara bariton dalam itu.
“Hemm.. siapa ini?”
“Lucas”
Andrea terdiam, orang yang membuatnya sulit tidur ini menghubunginya. “Jadi kau sudah tahu namaku?” tanya Andrea.
“Yeah.. akhirnya.”
“Dapat nomorku dari mana? “
“Well.. tidak sulit bagiku untuk tahu siapa namamu bahkan nomor teleponmu”
“Apakah kau menggunakan orangmu untuk mengawasiku?”
Terdengar desahan suara tertawa di ujung sana “Naa… belum.”
“Belum? Apakah artinya kau akan melakukannya?”
“Apakah kau akan memberikan aku alasan untuk melakukannya?”
“Umm.. alasan apa yang membuatmu membutuhkannya?”
“Hmm.. ya bisa menggunakan alasan karena kau adalah orang yang butuh aku lindungi.” jawab Lucas.
“Eum.. boleh aku bertanya?”
“Apa?”
Aku terdiam sejenak, sedikit ragu untuk menanyakannya “Apakah.. kau adalah Leader dari mafia ?” tanyaku.
Tidak ada suara di sana, aku diam menanti. “Lucas?” tanyaku ketika aku sudah menunggu cukup lama.
“Ya.. aku di sini. Untuk pertanyaanmu jawaban saat ini.. iya, bertanyalah padaku untuk beberapa waktu ke depan..” jawabnya.
Ke depan? Apakah dia merencanakan sesuatu? Apakah dia berpikir kami akan memiliki hubungan cukup lama hingga aku dapat bertanya lagi padanya? Berbagai macam pertanyaan ada di kepalaku.
“And? Sekarang kau yang terdiam.”
“Yeah.. aku mendengarkanmu. Okay, jadi untuk apa Leader mafia sepertimu menelponku?”
“Well.. aku tahu kau sudah menolak untuk berhubungan denganku dengan tidak menyebutkan namamu, waktu itu. Tapi aku terus memikirkanmu selama dua minggu ini, mungkin karena aku merasa berhutang padamu. Jadi katakan padaku bagaimana aku membayarmu, sehingga aku dapat berhenti memikirkanmu dan aku tidak akan mengganggu hidupmu lagi.”
“Bukankah aku bilang tidak apa-apa.. aku tidak mengharapkan apapun darimu.” sahutku.
“And.. apa kau ingin aku terus memikirkanmu?”
“Mungkin.. Baiklah aku baru sampai rumah dan lelah sekali karena beberapa hari ini aku di laboratorium dan baru kembali. Aku ingin istirahat dulu.. bye.” aku langsung menutup sambungan telepon dan menyimpan nomor Lucas di memory handphoneku. Tunggu Andrea, buat apa kau menyimpannya! Aku sudah berniat menghapus contact number nya sebelum dia menghubungiku lagi, aku mengangkat teleponnya.
“Kau.. kau tidak bisa menutup teleponku begitu saja!” geramnya.
“Bukankah kita sudah selesai bicara.”
“Tidak ada yang bisa bersikap seenaknya pada Lucas Absyach Kruzkov!”
“Lucas.. aku tidak peduli kau siapa. Jika kau ingin marah padaku seperti ini, jangan menghubungi aku lagi.” ucapku kesal lalu mematikan lagi sambungan teleponnya. Aku melempar handphoneku ke kasur lalu berjalan mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Apa sih Lucas ini! Moody sekali sebentar ramah sebentar galak. Ish.. menyebalkan.
===
Sementara itu di tempat lain.
Suasana hening melingkupi kantor yang terlihat mewah, seorang lelaki duduk di balik meja kerja berukuran besar sedang men-swipe tablet yang menampilkan informasi yang baru saja dia terima dari bawahannya.
“Kau yakin dia adalah kekasih Lucas, Jeremi?” tanya lelaki itu kepada Jeremiah, yang merupakan orang kepercayaannya.
“Benar Boss, wanita ini adalah yang wanita yang terekam pada dashcam salah satu mobil kita. Dan jika dilihat bagaimana dia memeluk erat tangan Lucas serta bagaimana Lucas melindunginya bisa dipastikan seperti itu.” Jelas Jeremiah.
“Kita butuh sesuatu untuk menggagalkan rencana Lucas, dia dan rencana bodohnya itu bisa merusak lingkaran bisnis kita. Apakah menurutmu wanita ini bisa kita gunakan?” tanya lelaki yang dipanggil Boss itu.
“Lucas hampir tidak pernah terlihat dengan wanita, beberapa wanita yang pernah kita kirim untuk menjeratnya pun tidak pernah ada yang berhasil. Jika sampai dia dekat dengan wanita ini, itu artinya dia sangat berarti untuk Lucas. Jadi saya rasa kita bisa menggunakannya, Boss.” ucap Jeremiah.
“Hmm.. coba kau pikirkan apa yang bisa kita lakukan kepada wanita ini.”
“Baik, Boss.” ucap Jeremiah. Kemudian dia undur diri dan mulai memikirkan strategi untuk memastikan rencananya berhasil.