6. Seperti di Penjara

2178 Words
Cleo sungguh menyesal karena sudah marah-marah dengan Arion semalam. Setelah melakukan itu, lalu ia mengurung diri di kamar, Cleo justru ketakutan. Entah darimana keberanian yang dia dapat untuk berteriak dan membentak Arion tepat di depan wajah pria mengerikan itu. Cleo sampai menangis sendiri karena perasaannya campur aduk. Di satu sisi ia betulan marah dengan Arion yang seenaknya membuat peraturan sampai Cleo merasa dirinya direndahkan. Tapi di sisi lain, Cleo juga takut Arion akan melakukan sesuatu yang buruk padanya mengingat pria itu bukan manusia. Walau Arion tidak akan bisa menyiksa Cleo secara fisik karena itu juga akan menyakiti dirinya sendiri, bukan berarti Arion tidak bisa menyiksa Cleo lewat mentalnya, kan? Tanpa Arion melakukan apa-apa saja batin Cleo sudah tersiksa karena semua kejadian ini yang hanya terjadi dalam waktu dua hari. Hidup Cleo seketika jungkir balik jadi hidup yang benar-benar mengerikan. Sialnya lagi, Cleo tidak bisa berbagi cerita ini pada siapa pun, termasuk ibunya sendiri. Rasanya sesak sekali karena ia jadi harus menanggung beban ini sendirian. Alhasil, karena menangis semalaman, kedua mata Cleo jadi bengkak pagi harinya. Ia mengerang melihat pantulan dirinya sendiri di cermin. Mau ditutup dengan make up sedemikian rupa pun, tetap saja mata bengkak dan wajah sembabnya terlihat. Semua orang di kantor pasti akan bertanya-tanya. Tapi mau bagaimana lagi? Cleo tetap akan pergi ke kantor. Bisa gila dia kalau seharian ini hanya diam di rumah Arion dan meratapi hidupnya yang menyedihkan. Cleo turun ke bawah dan mendapati Kenzie yang sudah bersetelan kantor rapi di ruang makan. Pria itu sedang menuang kopi hitam ke dalam gelas ketika Cleo muncul. Ia agak terkejut melihat Cleo, tapi sedetik setelahnya mengulas sebuah senyum sopan. Tentu saja Cleo membalas senyuman itu dan berdiri canggung di ujung meja makan. "Kamu bisa duduk, Cleo. Sarapan dulu." Cleo mengangguk dan menggumamkan terima kasih pada Kenzie, lalu menarik salah satu kursi dan duduk di sana. Kemarin, mereka tidak terlalu banyak berinteraksi jadi Cleo tidak tahu Kenzie orangnya seperti apa. Syukurnya, Cleo rasa Kenzie jauh lebih ramah daripada Arion. Oh wow, persis sarapan orang kaya di sinetron, batin Cleo begitu melihat sarapan yang terhidang di meja makan. Ada roti tawar dengan berbagai jenis botol selai, setoples sereal dan s**u, ada pula kopi, serta jus jeruk, ditambah sekeranjang buah-buahan segar. Sungguh kontras dengan sarapan Cleo yang biasanya tidak jauh dari nasi uduk atau mie instan. "Kamu mau minum apa? Biar saya ambilin," ujar Kenzie pada Cleo setelah ia selesai menuang kopi di gelas yang Cleo tebak untuk Arion. "Eh, nggak usah." Cleo menolak halus. "Aku bisa sendiri kok." Cleo mengambil botol berisi jus jeruk dan menuangnya ke dalam gelas yang ada di dekatnya. Akan sangat canggung jika Kenzie melakukan itu untuknya. Mungkin, Kenzie memang bekerja untuk Arion. Tapi, bukan berarti Cleo akan mengizinkan laki-laki itu untuk melakukan hal-hal sepele untuknya hanya karena fakta itu. Lalu, Kenzie duduk di depan Cleo. Menyisakan satu kursi kosong di kepala meja makan itu, yang tentu saja untuk yang terhormat Arion Valdi. Pria itu memang belum memunculkan batang hidungnya. Bahkan pintu kamarnya pun masih tertutup rapat ketika Cleo keluar dari kamar tadi. "Semalaman nangis?" Kenzie tiba-tiba bertanya begitu sambil mengoles selai kacang pada roti tawar miliknya. Cleo meringis menatap Kenzie dan hanya mampu menganggukkan kepala. Kenzie tersenyum dan bertanya lagi, "Pasti kamu bakal ditanyain di kantor nanti. Mau jawab apa?" "Nggak tau deh. Mana yang kepikiran aja." "Baiknya sih kamu siapin jawaban dari sekarang," ujar Kenzie. "Oh iya, kemarin juga saya udah urus ke kantor soal kamu yang nggak masuk. Saya bilang ke atasan kamu kalau kamu lagi ada urusan keluarga yang mendesak." "Mereka percaya?" "Kalau saya yang bilang, nggak mungkin nggak percaya, kan?" "Right. Kamu kan pacarnya Bos Besar," ceplos Cleo tanpa sadar. Kenzie spontan tertawa mendengarnya dan baru lah Cleo sadar kalau dia mungkin salah bicaranya. "Sorry, aku nggak maksud untuk menyinggung atau gimana. Tapi baru hari pertama masuk kemarin aja, aku udah diceritain rumor itu sama anak-anak." "It's okay, Cleo." Kenzie berujar geli. "Emang rumor itu dimaksudkan ada kok." "Biar apa?" "Biar nggak ada yang mau mencoba mendekati saya atau Arion." "Oh...jadi kalian cuma pura-pura?" Kenzie mengedipkan sebelah mata pada Cleo. "He is all yours now. Saya cuma bertugas membantu dan menjaga Arion sampai garis takdir mempertemukan kalian." Cleo bergidik. He is all yours apanya? Arion saja membencinya setengah mati, dan Cleo juga masih belum bisa menerima kenyataan kalau garis takdirnya adalah menjadi soulmate dari seseorang yang bukan manusia. Suara dehaman berat membuat keduanya berhenti mengobrol. Arion datang dan langsung duduk di kursi yang ada di kepala meja makan, di antara Cleo dan Kenzie. Kenzie mengangguk singkat pada Arion, sementara Cleo memilih untuk tidak melihatnya sama sekali. Dari ujung mata, Cleo tahu kalau Arion memerhatikannya. Tapi Cleo memilih pura-pura tidak tahu karena merasa serba salah sendiri. Sambil makan roti, Cleo berpikir. Haruskah dia meminta maaf pada Arion? Atau lebih baik tetap menunjukkan kalau dia masih marah? Karena Cleo takut dan segan, akhirnya ia memilih yang pertama. Cleo menoleh pada Arion yang tengah menyesap kopinya. Ia terlebih dahulu menarik napas panjang sebelum berujar, "Maafin saya karena kemarin udah marah-marah sama kamu." Dari balik gelas, sepasang mata tajam Arion meliriknya. "Saya nggak maksud untuk begitu kok. Cuma saya kebawa emosi aja karena masih shock atas apa yang terjadi dan belum bisa sepenuhnya menerima kenyataan yang bisa dibilang nggak masuk akal. Saya harap kamu bisa ngerti." Ekspektasi Cleo, Arion akan menerima permintaan maafnya itu, lalu balas meminta maaf, dan mengubah sikapnya jadi lebih baik. Sayangnya, ekspektasi Cleo terlalu muluk-muluk. Jangankan balas meminta maaf, setelah menurunkan gelas kopinya, Arion hanya memandangi Cleo lama, kemudian berujar sedingin biasanya, "Jangan lupa yang saya bilang semalam." Lantas, pria itu bangkit dari duduknya dan jadi yang pertama meninggalkan ruang makan. Butuh usaha yang sangat keras agar Cleo tidak kembali meledak pagi ini. ARION BRENGSEKKKKK. *** "Ya ampun, Cleoooo, lo kenapa? Mata lo sampai bengkak gitu. Lo nangis semaleman ya?" "Kita khawatir banget karena kemarin lo nggak masuk dan nggak ada kabar." "Gue bahkan hampir mau nyamperin ke kosan lo kemarin." Cleo hanya bisa tersenyum tidak enak pada teman-temannya yang menunjukkan kekhawatiran itu saat ia tiba di kantor pagi ini. Berhubung Kenzie bilang dia telah membuat alasan soal Cleo yang ada masalah keluarga sehingga tidak bisa hadir kemarin, Cleo pun mengikuti sandiwara itu. Kepada teman-temannya, Cleo beralasan bahwa kakeknya meninggal sehingga ia harus pulang tidak lama setelah jam kantor berakhir, dan baru kembali lagi ke sini semalam. Padahal, kakek Cleo memang sudah meninggal sejak beberapa tahun yang lalu. Untungnya, teman-teman Cleo percaya dan menunjukkan rasa simpati. Andai mereka tahu yang sebenarnya, pasti mereka akan histeris. Terlebih jika mereka tahu kalau Cleo sekarang tinggal bersama si Bos Besar. Dan mulai hari ini, Cleo juga akan pulang dan pergi bekerja bersama dengan si Bos Besar yang katanya menyeramkan dan menyebalkan itu. "Pokoknya, kalau next time lo ada masalah atau apa, jangan segan untuk kasih tau kita ya, Cle," ujar Jihan setelah memeluk Cleo pagi ini sebelum jam kerja mereka dimulai. "Iya. Kita sekarang kan temen, jadi sebisa mungkin pasti bantu kalau lo butuh." Tamara menimpali. Cleo berterima kasih pada teman-temannya yang sudah sangat perhatian. Mereka baik sekali sampai-sampai Cleo jadi merasa bersalah sendiri karena sudah berbohong. "Eh, tapi Cle, kemarin Mas El bilang kalau lo izinnya lewat Kenzie. Kok bisa sih?" Raden tiba-tiba bertanya begitu. Jujur, selama beberapa detik Cleo bingung harus menjawab bagaimana. Ia juga tidak mengantisipasi pertanyaan ini, padahal jelas-jelas di rumah tadi Kenzie sudah bilang soal dirinya yang mengurus soal hilangnya Cleo kemarin. "Lo kenal sama Kenzie, Cle?" Tamara ikut bertanya. Jihan menatap Cleo penasaran. "Ah...itu." Cleo berpikir keras. "Aku...nggak kenal kok sama Kenzie." "Terus?" "Cuma...kebetulan aja pas aku dapat kabar Kakek meninggal kemarin...posisinya pas pulang kantor. Barang aku kan ada yang ketinggalan, jadi aku balik lagi ke sini pas kalian udah pulang. Nah...di lift aku ketemu sama Kenzie. Di sana aku dapat telepon soal Kakek aku itu dan Kenzie denger, jadinya...dia bilang aku boleh pulang dan biar dia yang nanti izin langsung ke Mas El. Iya...gitu." Cleo harus bangga pada dirinya sendiri karena bisa memikirkan kebohongan itu di waktu tidak terduga. Untung saja, ketiga temannya pun percaya dan memilih untuk tidak bertanya lagi. Walaupun hari ini pekerjaan Cleo jadi menumpuk karena kemarin tidak masuk, tapi Cleo senang bisa kembali lagi ke kantor dan bertemu dengan teman-temannya. Ia merasa seperti normal kembali, dan yang terjadi kemarin tidak lebih dari sekedar mimpi. Karena ruang kerjanya dan ruang kerja Arion juga berbeda, Cleo pun jadi tidak bertemu dengan pria itu selama jam kerja. Yang mana hal itu sangat lah Cleo syukuri, karena melihatnya hanya membuat Cleo sengsara. Dalam perjalanan ke kantor tadi saja rasanya kepala Cleo mau meledak karena emosi berada di samping si batu b******k Arion. Cleo jadi menyesal karena dua hari lalu ia sempat terpesona pada Arion dan menyayangkan orientasi seksualnya. Indah wajahnya ternyata tidak seindah hatinya. Cleo bahkan tidak peduli jika ia dianggap kurang ajar karena langsung turun begitu saja saat mobil Arion berhenti di parkiran khusus gedung kantor ini. Karena itu, rehat dari melihat wajahnya benar-benar jadi waktu berharga untuk Cleo. Sayangnya, waktu berharga itu hanya bertahan sebentar. Karena apa? Walau Arion tidak berada dalam jarak pandangnya, entah kenapa Cleo merasa sangat diawasi selama berada di kantor. Rasanya seperti ia terus diperhatikan sehingga Cleo jadi tidak nyaman sendiri. Di tengah jam kerjanya, ia sempat melirik ke sekeliling dinding kaca ruangan divisinya. Cleo pun jadi tahu kenapa ia merasa begitu. Penyebabnya adalah Kenzie yang beberapa kali mondar-mandir di sekitar ruang kerja Cleo dan melempar pandang ke arahnya. Mengawasinya. Siapa lagi yang mengirim Kenzie untuk melakukan itu kalau bukan Arion Valdi? Rasanya Cleo sebal sekali karena ia tetap tidak merasa lepas di waktu seharusnya ia bisa bebas. Saat jam makan siang pun, Arion dan Kenzie yang katanya jarang makan siang di kafetaria kantor, justru muncul tidak lama setelah Cleo dan teman-temannya sampai. Cleo dan teman-temannya duduk di tempat mereka kemarin, Arion dan Kenzie juga duduk di tempat mereka waktu itu ketika Cleo pertama kali melihatnya. "Lagi doyan pacaran di kantor apa gimana deh," celetuk Raden. Tentu saja celetukan itu ditujukannya pada pasangan Bos Besar dan personal assistant-nya. Jihan dan Tamara tertawa geli saja, lalu mereka bergibah tentang Arion dan Kenzie yang katanya mungkin saja sedang bertengkar karena sama-sama terlihat cemberut. Mulut Cleo rasanya gatal sekali ingin memberitahu mereka kalau Arion dan Kenzie cuma bersandiwara. Andai fakta sebenarnya terungkap, pasti akan ada banyak sekali karyawan kantor ini yang mengantri untuk mendekati dua pria itu. Di sepanjang makan siang pun, Cleo merasa tidak nyaman. Meski sebisa mungkin ia tidak melihat ke arah Arion, tapi ia bisa merasakan kalau pria itu memerhatikannya lekat-lekat. Seolah takut Cleo melakukan sesuatu yang bisa membahayakan nyawa. Lagipula, apa yang bisa dilakukan Cleo di sini? Membuat dirinya tersedak cabe sampai sesak napas? Satu kali Cleo memberanikan diri untuk membalas tatapan Arion dan tidak berpaling hingga Arion berpaling duluan. Selesai makan siang, Cleo pergi ke toilet sebelum kembali ke ruangan. Berhubung teman-temannya harus cepat kembali ke ruangan karena pekerjaan mereka, Cleo pun pergi ke toilet sendirian. Cleo cukup terkejut begitu dia keluar dari toilet dan mendapati Kenzie sudah berdiri di lorong antara toilet perempuan dan toilet laki-laki. Melihat Kenzie di sana, kekesalan Cleo mencapai puncaknya. "Astaga, Kenzie...masa aku ke toilet juga harus diawasin? Apa aku udah nggak bisa punya privasi lagi?" Kenzie tersenyum tidak enak. Lelaki itu hendak mengatakan sesuatu, namun Cleo mendahuluinya dengan menyerocos panjang lebar. "Jujur, aku nggak nyaman banget karena diawasin terus sama kamu sepanjang hari di kantor. Aku nggak akan ngelakuin apa-apa kok! Aku nggak akan melanggar aturan, nggak akan melewati batas, nggak akan membahayakan diriku sendiri! Kamu tenang aja dan nggak perlu ngawasin aku segitunya karena itu bikin aku nggak nyaman. Apa lagi sampe ngikutin ke toilet begini!" Karena terlalu banyak mengomel, Cleo sampai tidak sadar kalau Arion sudah berada di belakangnya, baru saja keluar dari toilet laki-laki. Cleo tersentak ketika pria itu berdeham untuk membuat Cleo sadar akan keberadaannya. Cleo menatap kaget Arion yang baru keluar dari toilet. Lelaki itu mengerutkan hidung melihat Cleo, bahkan sampai menutup hidungnya dengan satu tangan seolah Cleo adalah entitas yang sangat bau. Dan tanpa mengatakan apa-apa lagi, lelaki itu melengos pergi begitu saja, menyisakan Cleo yang hanya bisa menganga atas tindakannya, serta Kenzie yang terlihat semakin tidak enak. "Saya cuma bisa bilang maaf kalau bikin kamu nggak nyaman hari ini," ujarnya. "Saya cuma mengikuti perintah Arion. Tapi, saya nggak sampe ngikutin kamu ke toilet kok. Saya cuma menemani Arion yang memang mau ke toilet." "Terus dia tadi kenapa?! Kenapa dia bersikap seolah-olah aku bau?!" Cleo mengendus bau badannya sendiri. "Aku nggak bau kok! Aku wangi!" Kenzie meringis. "Itu karena kamu bau laki-laki lain, Cleo. Tadi kamu berinteraksi cukup dekat dengan rekan kerja kamu yang laki-laki, kan? Bagi mate kamu, bau laki-laki lain yang menempel itu cukup mengganggu. Jadi, sebaiknya kamu kurangi interaksi dengan lawan jenis." "Yang bener aja?!" Dari raut wajah Kenzie, Cleo tahu kalau lelaki itu serius. Sebelum ada yang melihat mereka, Kenzie buru-buru pergi menyusul Arion, meninggalkan Cleo yang masih kesal. Dengan banyaknya peraturan yang harus dipatuhi, Cleo merasa kalau hari pertama hidupnya sebagai mate Arion di kantor terasa seperti di penjara, dengan Arion dan Kenzie sebagai sipir-sipirnya yang menyebalkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD