Prolog
Bau apek dan debu menyebar di seluruh sudut ruangan berdinding putih itu. Lantainya yang kotor dengan sarang laba-laba di mana-mana, cukup mampu untuk membuat siapa pun di dalam sana tak nyaman. Apalagi, pencahayaan temaram yang menambah rasa pengap. Namun, pemuda berparas tampan yang tengah gemetar memegang selembar kertas, tampak sama sekali tidak terganggu. Sesuatu telah terjadi, dan itu mengusik kewarasannya.
"¡Mierda!" berteriak, dia mengumpat dalam bahasa Spanyol dengan penuh putus asa.
Bulir keringat menetes dari pelipis kala mata itu bergerak pelan menyusuri tiap bait kalimat dalam kertas tersebut. Walau tau tak mungkin dan akan berakhir sia-sia, dia masih saja berharap. Tentu saja masih sama, tidak ada yang berubah dari sederet huruf berbahasa Spanyol itu. Paras tampan yang biasa berseri-seri; memancarkan kebahagiaan dan tawa, kini tenggelam. Tertinggal wajah pucat, lusuh, dan berselimut ketakutan.
Tangis pemuda itu pecah. "Apa yang akan terjadi sama hidupku...?" Getar menyatu dalam suaranya.
Ingatan masa lalu berputar bagai kaset rusak, membuat dia meremas kertas putih di tangan hingga membentuk gumpalan. Alih-alih merasa tenang, ingatan-ingatan lain turut menyambangi. Sekali lagi, dia berteriak keras. Teriakan yang menggema memenuhi ruangan tak terawat itu.
Kehancuran hidupnya sudah dimulai. Kegelapan yang menyelimuti raga dan jiwanya juga akan segera dimulai.
***