“Yuki, please. Kasih aku kesempatan satu kali lagi. Aku janji nggak bakal ngelakuin itu lagi.” Erwin memohon dengan tulus pada Yuki.
“Tolong jangan ganggu aku lagi, Win!” ujar Yuki dengan kesal. Ia bangkit dari bangkunya, lalu keluar dari kelas melewati Erwin. Yuki masih sakit hati karena ciuman pertamanya direnggut oleh orang yang tidak dia cintai. Yuki juga malu jadi tontonan teman sekelasnya.
“Yuki.” Erwin memanggil Yuki seraya mengejarnya. “Yuki, tunggu.”
“Udah jelas Yuki nggak mau, masih aja maksa!” gerutu Sandra. Gadis cantik itu masih setia mengikuti Yuki dan Erwin, khawatir Erwin akan berbuat macam-macam pada sahabatnya.
“Mending kamu nggak usah ikut campur, deh!” ujar Erwin dengan ketus. Kakinya terus melangkah mengikuti kemana pun Yuki pergi.
“Yuki.” Erwin menyentak tangan Yuki hingga langkah Yuki terhenti di koridor yang sepi. Erwin sedikit kesal karena Yuki terus mengabaikannya dan memutuskan hubungan mereka hanya karena ciuman.
“Aaawww!“ pekik Yuki karena Erwin menarik tangannya dengan kasar.
“Sorry, sorry, aku nggak sengaja.” Erwin masih menggenggam tangan Yuki dengan erat, takut Yuki akan melarikan diri.
“Lepasin, Win. Tanganku sakit.” Yuki meringis kesakitan sembari menarik tangannya karena Erwin menggenggamnya dengan kuat.
“Heh, Win. Jangan kasar sama cewek.” Sandra mendorong Erwin dengan kasar karena sudah berani menyakiti sahabatnya.
“Aku ‘kan udah bilang, nggak usah ikut campur urusan kami!” Erwin membentak Sandra dengan suara lantang seraya menuding wajahnya.
Sandra dan Yuki terkesiap melihat Erwin mengamuk, mereka sama-sama terkejut melihat karakter asli Erwin yang sebenarnya, ternyata Erwin memiliki karakter yang kasar dan suka bertindak sesuka hati. Padahal selama PDKT, Erwin selalu bersikap lemah lembut dan penuh perhatian pada Yuki. Ternyata penilaian mereka salah, Sandra merasa bersalah karena sudah menyuruh Yuki untuk menerima cinta Erwin jika Erwin menyatakan cintanya.
“Nggak ada yang harus diomongin lagi, Win. Aku nggak pernah cinta sama kamu, aku nggak mau jadi pacar kamu lagi,” Yuki berharap pengakuannya bisa membuat Erwin mengerti, lalu membebaskannya.
“Apa!” Erwin mendorong Yuki ke dinding hingga punggungnya membentur dinding dengan keras. Punggung Yuki terasa ngilu akibat benturan itu. Sandra sangat geram melihat kelakuan Erwin yang semena-mena. Belum selesai dengan keterkejutannya, Erwin meremas lengan Yuki. Cengkraman Erwin membuat lengan Yuki terasa sakit dan perih.
“Sakit, Win!“ keluh Yuki dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Sikap Erwin membuat Yuki semakin takut dan kerdil.
“Win, apa-apan sih, lepasin Yuki.” Sandra menarik lengan Erwin, tapi tak berimbas apa pun. Usahanya sia-sia.
“Jadi, selama ini kamu cuma mainin aku. Kamu cuma manfaatin aku.” Erwin mengguncang lengan Yuki dengan penuh emosi. Diputuskan Yuki secara sepihak membuatnya sangat sakit hati, terlebih Yuki berkata jika tidak pernah ada cinta di hati Yuki untuknya. Semua perhatiannya selama ini sia-sia.
“Sumpah, Win. Aku nggak pernah punya maksud buat mainin kamu, apalagi manfaatin kamu.” Yuki mendorong dada Erwin, tapi Erwin tetap tidak mau melepasnya.
"Eh, bego' Yuki nggak pernah manfaatin kamu, kamu aja yang ngejar-ngejar Yuki kayak orang gila." Sandra menendang kaki Erwin, lalu berlari keluar dari koridor yang sepi.
"Jangan kamu pikir aku bakal lepasin kamu gitu aja, Ki. Kamu milikku. Selamanya milikku." Erwin mengklaim jika Yuki hanya miliknya.
Sandra berteriak dengan lantang untuk mencari bala bantuan yang bisa menyelamatkan temannya.
“Toloooong, toloooong, toloooong ada orang gila yang mau bunvh temanku.”
Erwin menoleh ke arah Sandra, ia pun berlari ke arah yang berlawanan dengan Sandra karena merasa jika dirinya terancam. Setelah kepergian Erwin, bahu Yuki terkulai lemas, sekujur tubuhnya gemetaran.
Sandra berbalik, ia pun kembali menghampiri Yuki setelah Erwin tidak lagi terlihat. “Kamu nggak apa-apa, kan, Yuki?” Sandra mengusap lengan Yuki yang tadi diremas Erwin.
“Perih, San!” keluh Yuki dengan mata berkaca-kaca, kemudian menyingsing lengan bajunya, tancapan kuku Erwin membekas di lengannya.
“Duh, sakit ya, Ki?” Sandra semakin geram pada Erwin ketika melihat lengan Yuki terluka.
“Sakit banget. Aku takut, San. Gimana kalau Erwin nyakitin aku lagi?” keluh Yuki. Ancaman Erwin membuatnya was-was.
“Laporin aja ke BP. Kalau dibiarin, takutnya bikin ulah lagi ‘tuh anak.” Sandra merangkul Yuki dengan penuh hangat. “Maafin aku ya, aku yang maksa kamu untuk belajar mencintai Erwin. Aku pikir dia pria yang baik.”
“Ini bukan salah kamu, San. Aku sediri juga tertipu sama sikapnya yang lembut.” Yuki tidak ingin sahabatnya merasa bersalah.
Sandra dan Yuki pergi ke ruang BP, lalu melaporkan perbuatan Erwin ke guru BP. Erwin pun di panggil ke ruang BP dan mendapat sangsi skors selama 3 hari. Sandra merasa jika hukuman bagi Erwin kurang berat. Namun, Yuki dan Sandra hanya bisa pasrah.
Erwin hanya menundukkan kepala tak berani menunjukkan taringnya di depan guru BP. Ia bersikap seolah-olah jika dirinya merasa bersalah dan menyesali perbuatannya pada Yuki.
***
“Assalamu alaikum.” Sandra dan Yuki serempak mengucap salam ketika memasuki ruang rawat Stevan. Sandra memeluk parcel berisi buah-buahan segar berupa apel, jeruk dan anggur. Ia dan Yuki melangkah beriringan menghampiri Stevan yang bersandar di ranjang pesakitan dengan kaki di-gips.
“Wa alaikum salam,” jawab Stevan dan Anjani yang merupakan ibu dari Stevan.
“Eh, ada Yuki dan Sandra,” Anjani menyambut kedatangan Yuki dan Sandra dengan hangat.
“Ini Tante, ada sedikit oleh-oleh buat Stevan.” Sandra menyerahkan buah di tangannya pada Anjani.
“Aduh, ngapain ‘sih masih repot bawa oleh-oleh.”
“Nggak repot ‘kok Tan, apa lagi buat Ayank.”
“Dih, kamu ‘tuh bisa aja.” Anjani mengusap lengan Anjani dengan sayang. “Oya, Tante titip Staven dulu ya, sebentar! Tante mau tebus obat dulu di bawah.”
“Siap, Tante. Saya siap jagain Stevan 2 x 24 jam.”
“Ya udah, Tante tinggal dulu, ya!”
“Iya.” Sandra mengangguk, pandangannya mengiringi kepergian Anjani.
Setelah Anjani hilang di balik pintu, Sandra baru menyadari jika perhatian Stevan berpusat pada Yuki yang hanya diam membisu seraya menundukkan kepala.
Yuki juga menyadari tatapan Stevan tertuju padanya, makanya Yuki hanya menunduk dan tak mau GR.
Sakit, itu yang Sandra rasakan. Namun, ia segera menepis segala prasangka buruknya pada Yuki dan Stevan. Mereka berdua tidak akan mengkhianati kepercayaannya.
“Sayang, gimana keadaan kamu sekarang?” pertanyaan Sandra berhasil memutus kontak mata Stevan pada Yuki. Sandra duduk di tepi ranjang, lalu menggenggam tangan Stevan.
“Udah mendingan, tapi kata Dokter nggak boleh dibuat jalan dulu biar cepat sembuh.”
“Syukur ‘deh kalau gitu. Aku kupasin buahnya, ya?” Sandra berucap dengan penuh perhatian.
“Iya,” jawab Stevan singkat.
“Kamu mau buah apa?”
“Jeruk aja.”
“Terus sepeda motor kamu gimana?” tanya Sandra sembari mengupas buah jeruknya.
“Papa udah lapor polisi, identitas mereka udah ketemu. Satu begal udah ketangkap, yang lainnya masih buron,” papar Stevan.
“Yuki, ngapain masih berdiri di situ. Duduk sini, loh.” Stevan menunjuk kursi yang ada di sebelah ranjangnya.
“Iya.” Yuki menarik kursi, lalu mendudukinya.
“Gimana sama tangan kamu?” tanya Stevan.
“Udah nggak apa-apa ‘kok.” Yuki menutupi luka di telapak tangannya karena Stevan terus memperhatikannya.
“Ehem.” Sandra berdehem, kemudian menyuapi Stevan dengan buah jeruk.
"Duh, gini amat 'sih jadi obat nyamuk," gerutu Yuki dalam hati saat melihat sepasang kekasih sedang bermesraan. Yuki selalu membentengi hatinya supaya tidak terbawa perasaan dengan sikap dan perhatian Stevan padanya.
“Erwin tadi bikin ulah lagi,” keluh Sandra pada Stevan.
“Bikin ulah gimana?” tanya Stevan dengan kening berkerut.
“Tadi dia dorong Yuki sampai punggungnya kepentok tembok. Dia teriak teriak sambil remes lengan Yuki sampe ngebekas kukunya,” Sandra bercerita dengan menggebu-gebu sembari memperagakan berbuatan Erwin tadi pagi.
“Erwin keterlaluan.” Stevan mengepalkan tangannya dengan geram, entah kenapa ia begitu marah mendengar Yuki diperlakukan dengan buruk oleh Erwin.
“Kamar mandinya mana?” tanya Yuki. Ia ingin buang air kecil.
“Di situ.” Stevan menunjuk pintu paling ujung.
“Makasih.” Yuki bergegas pergi ke kamar mandi.
Sandra mendekati Stevan, wajahnya sudah condong ke wajah Stevan. Namun, Stevan malah melengos menolak untuk dicium oleh kekasihnya.
“Kenapa akhir-akhir ini kamu berubah?” tanya Sandra dengan kening berkerut.
“Ada Yuki di kamar mandi, kalau dia liat gimana?” Stevan menolak Sandra dengan halus.
“Memangnya kenapa kalau Yuki lihat kita ciuman? Toh, ciuman dalam pacaran itu wajar, kecuali kamu takut kalau Yuki cemburu.”
"Huh." Stevan mendengus kesal, lalu mereguk bibir ranum Sandra.
Yuki membuka pintu kamar mandi, matanya membeliak begitu melihat sepasang kekasih sedang bertukar saliva. Andaikan Yuki tahu akan melihat hal ini, Yuki pasti sudah menolak ajakan Sandra untuk menjenguk Stevan.