(10) Miss Morry

2625 Words
Di tengah keasyikan para Watchwizard yang sedang bersenang-senang di halaman kastil bersama teman baru mereka yang bernama Rallev, jauh di angkasa luar tepatnya di sebuah planet berwarna hitam kelam, Warlock, sang keturunan Dark Demon, menggeram marah karena tiba-tiba dia kehilangan jejak Watchwizard dan Peter. “Ellegine! Cepat lacak keberadaan anak-anak s**l itu! Jika sudah menemukannya, kita harus segera melenyapkan mereka. Aku tidak ingin rencanaku gagal hanya karena empat bocah kecil,” teriak Warlock pada seorang wanita berambut putih dan bermata merah di hadapannya. Wanita bernama Ellegine itu pun mengangguk, kemudian menunduk hormat. “Akan segera saya lakukan, Tuan!” ucapnya, lalu melayang pergi. Jika kalian penasaran pada Ellegine, dia adalah seorang roh dari perempuan jahat. Sebagai hukuman atas kejahatan dan tindak kriminalnya semasa hidup, dia diperbudak oleh Warlock. Menjadi mata-mata keturunan Dark Demon untuk waktu yang cukup lama. Seperginya Ellegine, Warlock berjalan menuju kursi kebanggaannya seraya mengambil sebuah bola kristal yang mampu melihat segalanya. Bola kristal yang dia curi dari Kastil Dynami. “Peter, kau harus membayar semuanya jika rencanaku gagal,” geramnya sembari memperhatikan wajah Peter yang muncul di bola kristal.   =»«=   Holly mengendus bau harum yang tiba-tiba menusuk indera penciumannya. Aroma berbagai macam makanan yang bersatu padu benar-benar telah membentuk sebuah harmonisasi yang memanjakan hidungnya. “Hm.. wangi apa ini?” Holly bergumam, lalu tanpa sadar mulai melangkah mengikuti asal bau harum tersebut. Lavender yang sedang bersamanya lantas mengerutkan alis begitu melihat Holly pergi begitu saja. Karena penasaran dia pun akhirnya mengikuti Holly dari belakang. Dan baru berhenti ketika seseorang menghadang langkah mereka tepat di depan pintu masuk kastil. “Kalian sedang apa?” Holly langsung memekik kaget, bahkan sampai melompat ke belakang dan nyaris saja menabrak Lavender. Gadis itu menghembuskan napas kasar seraya mengusap dadanya. “Aku mencium bau yang enak,” jawab Holly setelah berhasil mengatasi keterkejutannya. Ia menatap Peter dengan tatapan ingin tahu. Seolah tahu tujuan kedua gadis tersebut, sontak Peter tersenyum. “Oh, kalian sudah lapar? Kebetulan aku sudah menyiapkan makan siang untuk kalian.” “Pantas saja aku mencium wangi daging panggang!” seru Holly antusias. Tanpa aba-aba lagi dia langsung menyerobot masuk ke dalam kastil. Baik Peter maupun Lavender, keduanya hanya bisa menggeleng. Tingkah Holly memang ajaib. Meskipun agak berisik, tapi berada di dekatnya tidak pernah membosankan. Itulah yang dirasakan Lavender selama ini. “Lavender, tolong panggilkan yang lain agar menyusul ke ruang makan,” perintah Peter yang langsung mendapat anggukan setuju dari Lavender. Setelahnya pria itu segera menyusul Holly masuk ke dalam. Dengan semangat yang menggebu-gebu Holly bergegas duduk di kursi yang menghadap meja makan yang sudah terisi penuh dengan makanan. Air liurnya nyaris menetes begitu melihat banyaknya makanan enak di sana. Semua makanan itu, tampak seperti pemandangan paling indah di matanya. Seketika itu kedua manik aquamarine Holly langsung tertuju pada daging panggang yang sedari tadi aromanya sudah membangkitkan nafsu makannya sampai membuat dia tidak tahan. Tak ingin membuat cacing di perutnya menunggu, lekas diambilnya daging panggang tersebut. “Apa kau sudah mencuci tanganmu?” seseorang tiba-tiba berseru, membuat pergerakkan Holly yang baru saja akan menyuapkan daging panggang di tangannya langsung terhenti. Secara refleks gadis itu menoleh ke sumber suara dan menemukan seorang wanita cantik yang dengan anggunnya melangkah bak model mendekat ke meja makan. Senyumnya membuat Holly membeku di tempat. Rambutnya berwarna kuning panjang, manik matanya berwarna ungu bening, kulitnya putih bersih, memiliki lesung pipi, dan bibirnya yang merah penuh. Tubuhnya langsing serta tinggi semampai. ‘Makhluk macam apa dia ini?’, batin Holly bertanya-tanya. Dia hanya tidak menyangka akan menemukan sosok selevel dewi di kastil tua seperti ini. “Pekerjaanmu sudah selesai, Morry?” suara Peter menginterupsi, membuat lamunan Holly tentang kecantikan wanita berambut kuning itu buyar seketika. Wanita yang dipanggil ‘Morry’ tersebut tersenyum begitu melihat kedatangan Peter, “Seperti yang kau lihat. Jika belum selesai, aku tak akan ada di sini,” jawabnya. Kemudian dia mengangkat sebuah kotak yang sedari tadi ia tenteng, “Ini, aku membawa tiramisu untuk kalian.” “Oh, kau tidak perlu repot-repot.” Meski berkata begitu, Peter tetap meraih kotak tersebut dari tangan Morry lalu menaruhnya di meja makan. Untuk waktu yang cukup lama Holly memperhatikan kedua orang itu secara bergantian. Dalam benak ia bertanya-tanya tentang hubungan di antara mereka berdua. Sebab menurut kesimpulan Holly setelah cukup lama mengamati, mereka berdua terlihat akrab. “Dia siapa Profesor?” tanya Holly tanpa basa-basi, ia bahkan mengarahkan jari telunjuknya langsung pada wanita itu. Peter tersentak, baru sadar pada keberadaan Holly di sana. Tapi itu tidak berlangsung lama karena selanjutnya pria tersebut segera tersenyum seperti biasa. “Dia Morry, sahabat baikku,” jawab Peter. Entah mengapa kata ‘sahabat baik’ membuat Holly bimbang, dengan tatapan tidak percaya dia menatap Peter menuntut kejelasan. “Sahabat?” Dan menurut Peter tatapan Holly itu seakan sedang menuduh dirinya telah melakukan suatu kejahatan, “Kenapa? Dia seumuran denganku kok.” “Tapi dia terlihat lebih muda darimu, Profesor. Bahkan terlihat seperti wanita berumur 20-an,” ucap Holly terus terang, ia bahkan menatap Morry lekat-lekat tanpa beban. Seolah sedang meneliti sebuah penemuan langka di laboratorium. Mendengar komentar Holly yang blak-blakan langsung membuat Morry menyeringai ke arah Peter, “Begitu ya? Jadi aku terlihat seperti wanita berumur 20?” Tatapan Morry dan juga seringainya terasa seperti sebuah hinaan bagi Peter. Pria tersebut mendekati Holly lalu berbisik, “Holly, jangan tertipu pada penyihir licik itu. Dia sebenarnya sama tuanya denganku.” Tingkah Peter sekarang membuat Morry jadi ingin tertawa sekeras-kerasnya, “Ayolah Peter! Jangan kekanakan begitu. Kenyataannya kau memang terlihat seperti kakek tua,” ledek Morry tanpa canggung. Peter mendengus, menatap Morry dengan tatapan kesal. Rasanya dia seperti dipermalukan di depan mauridnya. Dan Peter harus menganggap ini sebagai penghinaan besar-besaran. Reaksi Peter membuat Morry tertawa keras, merasa sangat puas sekaligus sangat terhibur. Holly yang mendengar suara tawa Morry tentu saja terkejut. Dalam hati dia langsung berpikir, ‘Ke mana perginya wanita cantik yang anggun tadi?’. Sebab perlu diakui bahwa suara tawa Morry memang tidak ada anggun-anggunnya sama sekali. “Siapa namamu anak manis?” tanya Morry setelah berhenti tertawa. Ditanya begitu oleh Morry, Holly justru malah mengkerut ketakutan. Sosok Morry di matanya tak lagi menyerupai wanita cantik yang anggun. Melainkan seperti seorang psikopat kejam yang memiliki dua kepribadian. “Namaku H-Holly,” jawab Holly gugup, sebisa mungkin dia mengendalikan ekspresinya agar tidak dicurigai karena merasa takut pada Morry. “Salah satu Watchwizard ya?” tebak Morry tepat sasaran. Perempuan itu kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling, “Di mana ketiga temanmu?" tanyanya lagi. “Masih di luar. Eum..” “Miss Morry, panggil aku itu saja,” potong Morry seakan tahu apa yang baru saja dipikirkan oleh Holly barusan. Gadis berambut pirang itu buru-buru mengangguk, “Iya Miss.” Tak lama kemudian suara derap langkah kaki yang ramai terdengar mendekat. Dengan semangat Holly melambaikan tangannya begitu melihat kemunculan teman-temannya di ambang pintu masuk ruang makan, mengisyaratkan pada mereka untuk segera ke sana. “Apakah aku ketingalan sesua-“ ucapan Tom tiba-tiba terhenti karena melihat kehadiaran Morry. Begitupun dengan Lavender dan Rega, mereka bertiga cukup terkejut setelah melihat sosok asing di ruangan itu. Berbeda dengan Rallev, pemuda berambut biru itu malah tak peduli dan acuh tak acuh. Dengan santai dia duduk di salah satu kursi, lalu menatap semua makanan yang ada di sana penuh minat. Rasanya dia tidak tahan ingin langsung melahap semuanya sampai perutnya meledak kekenyangan. Tom menatap Morry tanpa berkedip, kemudian dia berlari mendekati Holly dan berbisik, “Siapa bidadari yang duduk di sampingmu, Holly?” Mendengar pertanyaan Tom, Holly tidak bisa menahan diri untuk tidak mendecih. “Mau apa kau s****n? Jangan macam-macam!” peringatnya galak. Reaksi Holly membuat Tom tersinggung. Pemuda berambut coklat itu memelototi Holly sebelum tersenyum lebar pada Morry, menyapa dengan keramahan yang membuat Holly berdecak jijik. “Selamat siang, Nona.” Tentunya Morry balas tersenyum ramah, “Selamat siang! Mari duduk anak-anak,” titahnya seraya mempersilahkan kepada yang lain untuk duduk. Mendengar ucapan Morry, Tom tersentak untuk beberapa saat. ‘Apa katanya? Anak-anak?’ Tanpa menghiraukan Tom yang tampaknya masih terkejut, Lavender dan Rega segera mengambil posisi duduk senyaman mungkin. Berusaha bersikap baik pada seseorang yang sepertinya memiliki kehormatan yang setara dengan Profesor Peter. Setelah semuanya duduk manis, mereka malah bergeming. Tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Sebab tidak mungkin mereka langsung mencomot makanan dengan tidak sopan di hadapan wanita cantik itu. Hingga dehaman dari seseorang membuat perhatian mereka teralihkan, tampaklah Peter yang kini tersenyum lebar ke arah mereka. “Anak-anak, perkenalkan ini Miss Morry. Dia adalah rekan kerjaku, jadi bersikaplah baik padanya ya.” Peter berujar, mencoba memperkenalkan Morry pada ketiga Watchwizard lainnya yang belum tahu. Secara antusias Tom berseru, “Hallo Miss, salam kenal!” Holly sendiri yang sudah tahu lebih dulu  bertepuk tangan singkat, sedangkan si duo kalem menganggukkan kepala tanda hormat. Berbeda dengan Rallev yang hanya menguap bosan. “Salam kenal semuanya, aku di sini akan membantu Peter untuk melatih kalian. Jadi mulai dari sekarang, mohon bantuannya ya,” sapa Morry tak lupa dengan senyum ramahnya. Tom tentu langsung mengangguk semangat, “Baik Miss!” Dan tingkahnya itu langsung mendapat cubitan dari Holly, “Hentikan itu! Kau membuatku malu!” ancamnya, berbisik. Tapi tak didengar sama sekali oleh Tom, pemuda itu malah cengar-cengir tidak jelas sambil terus memperhatikan Morry. “Miss Morry?” panggil Rega tiba-tiba, ia bahkan sampai mengangkat tangannya seperti hendak bertanya pada seorang guru di kelas. Karena merasa terpanggil Morry sontak menaikkan alisnya. Dengan raut penasaran dia menatap pemuda berambut hitam yang tadi mengangkat tangan. “Ya ada apa?” tanyanya santai, tak ingin menakuti para Watchwizard. Terkecuali Holly yang sudah merasa segan duluan. “Jika Anda sahabat Profesor Peter, apakah Anda juga seorang penyihir?” Dari caranya bersikap, dan dari caranya berbicara Morry sudah bisa melihat bahwa anak ini adalah seorang jenius. Entah kenapa fakta ini membuat Morry bersemangat. ‘Ini akan menjadi sebuah kelompok penyihir muda yang sempurna’, pikirnya. Sambil tersenyum wanita berambut kuning tersebut mengangguk, “Tentu saja! Aku ini penyihir medis, sekaligus penyihir element air.” Seketika keempat remaja tersebut ber-wow ria. Merasa tertarik karena baru kali ini menemukan penyihir dengan dua kekuatan sekaligus. Tampaknya wanita bernama Morry ini bukanlah orang sembarangan. Di tengah euphoria kagum mereka, tiba-tiba Rallev yang duduk di samping Lavender berbisik pada gadis berambut coklat itu. “Hati-hati, dia tidak seramah kelihatannya. Profesor bahkan sering menyebutnya sebagai penyihir licik.” Lavender kelihatannya tertarik, ia balas berbisik. “Benarkah?” Dan Rallev langsung mengangguk semangat. Tapi sedetik kemudian dia terdiam kaku setelah melihat Morry melotot seram padanya. Peter kemudian berdeham lagi untuk menarik perhatian semua orang yang ada di sana, “Hm, baiklah! Perkenalannya dilanjut nanti saja. Jadi lebih baik sekarang kita makan dulu.” Semunya tentu setuju, dengan serempak mereka mengambil alat makan masing-masing dan berseru, “Selamat makan!”   =»«=   Lavender, Holly, Tom dan Rega berjalan berurutan sambil membawa koper mereka, mengikuti langkah Rallev yang berjalan di depan, menuntun merek ke suatu tempat di dalam kastil. Melewati lorong-lorong besar, dan juga anak-anak tangga yang seolah tak ada habisnya. Membuat para Watchwizard kelelahan bukan main dan merasa dikerjai. Hingga akhirnya Rallev berhenti berjalan secara tiba-tiba, sehingga mengejutkan semua orang yang berada di belakangnya. Tak menyangka kalau Rallev akan berhenti melangkah begitu saja. Untungnya mereka bisa mengerem dengan baik, karena kalau tidak, mungkin sudah terjadi kecelakaan yang mengenaskan. “Ugh, s**l! Kau membuatku kaget!” Holly menggerutu, tapi setelahnya dia menarik napas panjang. Lalu tersenyum manis memaklumi. Rallev tidak memperdulikannya sama sekali, dia malah menunjuk dua ruangan yang berada di sisi kanan dan kiri tubuhnya. “Kita sudah sampai. Yang di sebelah kiriku kamar Rega dan Tom. Sedangkan yang di sebelah kananku kamar Lavender dan Holly,” jelas Rallev. Seketika Tom menghela napas lega, “Akhirnya…” “Aku di kamar bawah, jika ada sesuatu panggil saja aku.” Itu kalimat terakhir yang diucapkan Rallev sebelum pamit untuk kembali ke habitatnya. Para Watchwizard hanya mengangguk singkat, lalu Tom dan Rega memutuskan untuk langusung masuk ke kamar mereka. Berbeda dengan kedua gadis ini. Sebelum masuk Lavender melongokkan kepalanya ke dalam, melihat situasi. Takut-takut Profesor Peter menyimpan jebakan untuk menguji mereka. “Apakah di dalam gelap?” tanya Holly sambil menggenggam erat lengan kiri Lavender. Yah, perlu kalian ketahui. Holly sangat tidak menyukai kegelapan. Karena baginya, tempat gelap selalu membuatnya paranoid, seolah-olah dirinya akan dihisap ke suatu dunia paralel. Sendirian. Lavender menggeleng, “Tidak, tidak gelap sama sekali,” jawabnya membuat Holly bisa bernapas lega. “Hanya saja…” Ucapan Lavender yang menggantung membuat Holly kembali tegang, dan melihat reaksi Lavender yang seolah menunjukkan keterkejutan membuat Holly jadi gemetaran. Ia bahkan sampai menutup mata ketika Lavender menariknya untuk masuk ke dalam. Tidak berani melihat apapun yang mungkin membuatnya terkena serangan jantung. “Hanya saja tempat ini terlalu mewah untuk kita tinggali,” ujar Lavender meneruskan kata-katanya yang tadi sempat menggantung. Setika itu juga Holly langsung membuka mata, dan ia terbelalak begitu melihat pemandangan di depannya. Sebab ruangan yang katanya adalah kamar mereka ini benar-benar terlihat seperti ruang pribadi seorang ratu. Sangat mewah. Bahkan terlalu mewah. “Wow! Luar biasa!” seru Holly yang langsung meloncat ke atas tempat tidur. Kemudian berguling-guling antusias di sana. Sedangkan Lavender, gadis itu berdiri di balkon yang langsung menghadap ke halaman kastil. Menikmati hembusan angin sembari memperhatikan pemandangan halaman belakang kastil yang tak kalah luar biasanya dengan halaman depan. Jika mendapatkan fasilitas sebagus ini, disuruh tinggal selamanya di sana pun mereka tidak akan menolaknya. karena berada di tempat ini sudah seperti mimpi indah bagi mereka.   =»«=   Setelah puas mengagumi kamar baru mereka, kedua gadis itu pun memutuskan untuk segera membereskan barang-barang mereka. Menata dan menghias setiap sudut kamar sesuai dengan yang mereka inginkan. Sekitar satu jam kemudian, mereka telah selesai membereskan sekaligus membersihkan kamar. Hanya tinggal memasukkan baju-baju ke dalam lemari yang sudah tersedia di sana. Di kamar itu, terdapat dua tempat tidur dan dua lemari pakaian. Hal itu membuat mereka tidak perlu berdesak-desakan atau berebut barang. Ketika akan memasukkan baju terakhirnya ke dalam lemari, Holly membeku saat didapatinya foto seseorang yang sangat dirindukannya. Dengan perlahan tangan mungilnya meraih figura foto tersebut. Lalu membelai wajah seorang gadis yang mirip dengannya. Mengingat sosok itu, tanpa sadar mata Holly berkaca-kaca. Rasa sesak itu kembali merayapi dadanya. Lavender yang curiga pada sikap Holly lantas mendekatinya, gadis itu duduk tepat di hadapan Holly dan cukup terkejut saat mendapati teman barunya tersebut sedang menangis sambil memeluk sebuah bingkai foto. “Holly? Kau baik-baik saja?” Lavender bertanya, tapi sedetik kemudian dia meringis, menyesal karena sudah bertanya demikian. Sebab dilihat dari sudut manapun, Holly sama sekali tidak kelihatan baik-baik saja. “Jika ada yang membuatmu merasa terbebani, cerita saja padaku!” ucap Lavender pengertian. Akan tetapi Holly justru menggelengkan kepalanya, lalu memaksakan diri untuk tersenyum. Dia lalu menyimpan kembali bingkai foto itu ke dalam koper, tidak jadi memajangnya di kamar. “Aku tidak apa-apa,” katanya. “Aku hanya merindukannya.” Lavender diam mendengarkan, dia tahu ini akan menjadi cerita yang cukup panjang. Maka dari itu Lavender memperbaiki posisi duduknya, bersiap untuk menjadi pendengar yang baik. “Aku kehilangan kakak kembarku sejak lama, dia menghilang begitu saja tanpa ada peringatan ataupun kalimat perpisahan. Sosoknya lenyap begitu saja seolah ditelan bumi,” cerita Holly. Dengan susah payah ia menahan air matanya agar tidak keluar lagi. Setelah menarik napas panjang beberapa kali, Holly kembali melanjutkan. “Aku sudah mencarinya ke mana-mana, tapi dia tidak ada di mana pun. Dia benar-benar menghilang ke suatu tempat sampai aku tidak bisa menemukannya.” “Dan yang paling membuatku sedih adalah, seluruh keluargaku malah menyuruhku melupakannya. Itu sangat konyol bukan?” Lavender mengangguk saja karena menurutnya itu akan membuat Holly merasa lebih baik. Apalagi ekspresi Holly saat ini benar-benar terlihat seperti orang depresi yang kehilangan arah. Dia terlihat sangat putus asa. Lavender jadi tidak terbiasa melihatnya seperti itu, rasanya sangat tidak nyaman. “Benar, itu sangat konyol! Bagaimana bisa aku melupakan kembaranku sendiri? Itu sama saja dengan membuang sebagian diriku! Aku tidak akan pernah melakukannya!” Holly mengusap wajahnya dengan kasar, rasanya ia jadi emosi. Kalau bisa, sebenarnya Holly ingin melempar sesuatu untuk melampiaskan amarahnya. “Kau tidak harus melupkannya. Sebuah kenangan itu tidak harus dilupakan. Karena itu adalah bagian dari hidup yang berharga,” ujar Lavender tiba-tiba, berhasil mengejutkan Holly. Untuk beberapa saat Holly terdiam, terpana pada kata-kata Lavender barusan. Namun beberapa detik setelahnya dia tersenyum, “Kau benar, Lave. Aku tidak akan pernah melupakannya. Dan suatu saat aku pasti akan membawanya kembali!” Gadis berambut coklat itu mengangguk mantap, “Kalau begitu aku akan membantumu.” Mendengarnya Holly sampai speechless. Itulah kalimat yang selama ini ia nantikan, kalimat yang selama ini ingin dia dengar. Holly benar-benar tidak menyangka jika akhirnya mendengar kata-kata seperti itu juga. Dia jadi ingin menangis lagi, bedanya kali ini menangis karena terharu. Lalu tanpa diduga, Holly berhambur memeluk Lavender. Mendekap sahabat barunya sangat erat seraya menyembunyikan air mata harunya di balik rambut coklat tersebut. “Terima kasih, Lave. Kau satu-satunya orang yang mengerti perasaanku.” Kemudian Lavender pun balas memeluknya, “Jika merasa sedih, jangan sungkan untuk cerita padaku.” Holly mengangguk setuju. Lalu mengeratkan pelukannya. Dalam hati dia bertekad tidak akan pernah mengecewakan Lavender. Dan berjanji akan menemukan saudara kembarnya. Itulah awal persahabatan mereka berdua yang baru saja dimulai.   =»«=      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD