ALMEERA-2

1588 Words
*** Almeera sedang duduk di kursi kebanggaannya. Ia sudah berada dibutik setelah kampus nya selesai. Al melamun hebat memikirkan banyak hal. Memikirkan Cafe yang perlu barang baru dan menu yang menarik untuk menarik pelanggan. Butik yang perlu bahan yang lebih berkualitas, beberapa konsumen nya tidak menyukai salah satu bahan kain yang ia gunakan. Belum lagi ujian semester tinggal beberapa hari lagi, Almeera sampai bingung harus bagaimana menyelesaikannya dengan baik. Tiba-tiba ketukan dipintu menyadarkannya. Seorang gadis cantik tersenyum kearahnya "Ada tamu kak, mau ketemu sama kakak katanya!" ucapnya. "Laki-laki atau perempuan?" tanya Al yang masih berkutat dengan laptop di depannya. "Laki-laki." jawabnya. "Mau ngapain?" "Mau bikin baju mungkin!" jawabnya seraya menggedigkan bahu, belum tahu tujuan sang pengunjung tersebut. "Kok mungkin? Perasaan hari ini gak ada janji sama siapapun. Ya sudah, suruh masuk saja." Putus Al dan diangguki oleh gadis itu. Al belum tahu siapa yang datang mencarinya, dia pun tak merasa ada janji semenjak satu minggu yang lalu. Al kembali melanjutkan pekerjaan nya menambahkan warna pada desain gaun terbarunya nanti. Berharap gaunnya kali ini terpilih untuk kontes para model runway bulan depan. Beberapa menit kemudian terdengar suara pintu terbuka, Al melirik ingin tahu siapa sang pelaku. Al terdiam dan menatap orang yang ada dihadapan nya dengan terkejut, ia berdiri sebagai sebuah kesopanan untuk pelanggannya. Al tak bisa mempercayai ini, melihat pria yang sama untuk keempat kalinya. Sungguh setiap kali bertemu dengannya, Al dibuat gugup. "Assalamualaikum?" "Wa'alaikumussalam." jawab Al terbata. Al mencoba tersenyum ramah seperti pada kliennya yang lain. "Silahkan duduk." titahnya seraya mengarahkan tangan pada kursi dihadapan mejanya. Pikirannya kini sudah mulai berkelana mencari jawaban. Apa yang akan pria ini minta padanya, jika bukan pakaian bisnis dan keluarga, pasti untuk pernikahan. Pria dihadapannya masih berdiri seraya memperhatikan setiap sudut ruangannya. Kemudian mengangguk entah untuk apa. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya Al masih dengan posisi yang sama. Almeera harus berusaha seramah mungkin, kini pria dihadapannya adalah client nya. Gerutuan dalam dirinya terus saja terdengar, berharap pertemuan kali ini cepat selesai. Dia dibuat kesal dengan jantungnya yang malah berdetak tidak jelas. Suasana yang dingin dari AC pun malah terasa panas. Setelah pertanyaan dari Almeera, pria dihadapannya beralih menatapnya "Saya mau mengukur gaun pengantin untuk calon istri saya." ujarnya santai. Al tersentak. Ada sakit di ulu hatinya membuatnya tak mengerti. Baru dua hari yang lalu ia bertemu dengan pria dihadapannya nya di toko bunga, berkata ingin bertemu dengan nya karena dia seorang desainer. Ternyata untuk mengukur gaun sang calon istri. Almeera menyesal karena membawa perasaannya pada sosok yang bahkan ia sendiri pun tidak tahu siapa namanya. Empat kali bertemu, menyadarkan nya bahwa degupan jantung tak normal itu karena dirinya mulai menaruh hati. Jika seperti ini akhirnya, Almeera harus bagaimana?. Ia kesal dengan hatinya yang mudah sekali menaruh hati. Semurahan itu hatinya. Andai bisa menolak, tak mau dirinya menyukai sosok yang sebentar lagi beristri. Al pun bingung sendiri, kenapa hanya empat kali pertemuan, sesuatu tumbuh begitu saja. Dia bahkan tidak pernah mengenalnya sama sekali. Al menghembuskan nafasnya, kemudian tersenyum. Berdiri mengambil peralatan mengukur di lemari, mendekat kearah sang pria "Calon istrinya mana? biar saya bisa memastikan ukurannya." ujar Al sembari celingak celinguk kearah pintu mencari sang mempelai. Pria itu tersenyum dan melangkah sedikit mendekati Al. Al terkejut dengan sikap pria didepannya. Al tidak suka, hatinya tidak bisa dikontrol semudah itu. Al mundur beberapa langkah menghindari jarak yang akan melukai hatinya nanti. Dia takut malah membuat hubungan pria ini rusak. Bagaimana jika tiba-tiba calon istrinya datang melihat jarak mereka begitu dekat, kemudian salah paham dan menyalahkan dirinya? Menuduhnya merebut atau semacamnya. Al menggerlingkan matanya malas, otaknya terlalu jauh memikirkan hal yang belum tentu terjadi. "Ada didepan saya." ujarnya. Al terdiam, matanya membulat hebat. Mungkinkah dia bermimpi karena patah hati?. Al masih terdiam, ia shok dengan jawaban sekilas yang masuk ke telinganya. Halusinasi yang berlebihan bukan?. Mungkin jawaban dari pria ini salah satu pikirannya yang kacau barusan. Al mengusap telinganya pelan. "Kamu mau menikah dengan saya?" kata pria itu semakin membuat Al terpaku. Ini benar-benar mimpi. Jantung Al kini seolah akan lepas dari tempatnya. Al menatap pria didepannya "maaf ya, becandanya tidak lucu." ucap Al setelah yakin bahwa ia masih sadar. Al mencoba menenangkan hatinya dari kegugupan dadakan. Al memutari meja dan kembali duduk di kursi miliknya. Mengambil pulpen dan kertas untuk menghitung beberapa ukuran kemeja pesanan yang masuk beberapa menit yang lalu. "Rumah kamu dimana? saya akan langsung lamar ke papa kamu saja kalau kamu tidak percaya." jelasnya. Kemudian mengambil duduk didepan Almeera. Sungguh Al ingin pingsan saja saat ini. Ini benar-benar diluar dugaannya. Tak mungkin jika dirinya pun hanya berkhayal dengan kedatangan pria itu. Bukan Al tak percaya, tapi Al takut ini hanya main-main belaka dari seorang laki-laki pemain. Mereka belum saling mengenal, bertemupun baru 4 kali tanpa disengaja. Bagaimana Al akan percaya bahwa pria ini serius. Dilamar seseorang yang bahkan tidak tahu asal usulnya. Al tidak tahu kenapa pria ini mau menikahinya. Dia bahkan tidak tahu bagaimana kehidupannya. Ya, ini memang bisa terjadi, tapi di luar nalar pemikirannya. "Kita bahkan tidak saling mengenal." Pria di hadapannya hanya tersenyum "Kita bisa berkenalan lebih dulu." ujar pria itu santai. "Aku bahkan tidak tahu kamu pria baik atau tidak." kata Almeera seolah curiga. "Makanya aku menawarkan perkenalan." "Saya tidak yakin kamu akan menjadi suami yang baik." lanjut Almeera membuat pria dihadapannya terdiam. "Apa yang membuatmu yakin bahwa menikah dengan perempuan seperti saya bisa membuatmu bahagia. Menikah dengan saya tidak menjamin kamu tidak mencintai perempuan lain." Pria itu hanya diam. "Kamu tidak tahu saya. Jika kamu tidak bisa setia, tolong jangan dekati saya." (Flashback off) **** Tok tok tok Ketukan dipintu membuat Almeera terkejut, lamunannya buyar seketika. Gadis itu menatap kesal kearah pintu yang terbuka. "Sudah siap belum?, calon suamimu mau ijab qobul." ujar seorang pemuda tampan yang tak jauh umurnya dengan Almeera, hanya berjarak beberapa bulan, Almeera lebih dulu terlahir di banding pemuda tersebut. Almeera memberengut kesal kearah si pemuda "bisa enggak sih lo biasa aja ngomongnya?. Bikin gue pengen tonjok mulut lo aja." Sebutan diantara mereka mulai tidak baik, akan aku-kamu selama mereka akur saja. Si pemuda hanya terkekeh pelan, tubuhnya bersandar ditembok dengan tangan dilipat di depan d**a. Pemuda itu menatap Almeera lekat. "Lo cantik ya kalau dandan kayak gini, sampai pangling gue." katanya penuh pujian. Almeera malu mendengarnya, tak biasanya sepupunya ini mau memujinya secara cuma-cuma. "Tapi___" Almeera mendongak, menatap sepupunya tajam. Ada tapi, rupanya. "Udah mau nikah aja bahasa lo masih kek gitu. Malu sama suami lo entar. Gue jabanin laki lo bakal malu punya bini otaknya gesrek kayak lu." ledek pemuda itu. Almeera kini benar-benar kesal, tangan gadis itu mulai tak tinggal diam menggenggam apapun yang ada didekatnya untuk ia lemparkan kepada sang pemuda. Dia tidak akan memujinya kalau tidak ada maunya. Aksinya ia urungkan saat wanita paruh baya datang dengan mata melotot pada keduanya, tak lupa dengan tangan yang ada di pinggang, pertanda wanita itu marah. "Kalian kenapa sih kalau ketemu ribut mulu?. Ini acara udah mau mulai, kalian malah debat dulu." wanita itu marah. Almeera menatap pemuda tadi dengan tatapan tajamnya "si Ridwan yang mulai bi." tuduh Almeera. Pemuda bernama Ridwan itu mengernyit "ngapa jadi gue sih? Serah lo deh, bye." pemuda itu merajuk kemudian berlalu keluar kamar. Almeera masih menekuk wajahnya kesal. Ridwan suka sekali membuatnya marah. Kenapa sepupunya itu tidak pernah mau berubah. "Kamu juga dek, udah tua masih kayak anak kecil Malu sama umur atuh, malu sama status yang bakal jadi istri juga." ucap wanita paruh baya itu sembari menatap Almeera. Almeera menatap beliau yang tak lain adalah bibinya "status ade itu masih calon istri bi. Lagi pula ade masih umur 23, belum tua-tua amat." ingat Al sambil menatap wajahnya didepan cermin. "Kan sebentar lagi dek," "Jangan menyimpulkan dengan cepat bi, entar kayak yang sudah-sudah." ucap Almeera dengan wajah berubah sendu. Ada sesuatu yang kadang membuatnya enggan untuk menikah. Ingin menolak, tapi orang tuanya sudah mengharapkan dirinya memiliki pasangan. Walau Al tahu, keluarganya pun takut pada pernikahannya kali ini. Takut luka yang Al miliki malah membesar. Bibi mengerti yang di katakan Almeera, bahkan sangat jelas. Gadis itu sedang mengingat masa lalunya. "Maafin bibi ya dek?" ucap bibi seraya mendekat ke arah Almeera. Sedetik kemudian Al tersenyum seraya mengangguk, gadis itu tampak tegar. Berkali-kali tersakiti pun, Al tak pernah mengeluh. Tak pernah marah pada sosok yang menyakitinya. Al lebih menyalahkan dirinya karena tidak bisa menjadi wanita yang diinginkan mereka. "Ya udah yuk kita keluar, calon suamimu sebentar lagi mau ijab qobul, kamu harus ada disampingnya." ucap bibi tersebut, Almeera mengangguk dan bangkit dari duduknya. Dengan perlahan gadis itu keluar kamar dan di perintahkan duduk disamping laki-laki manis yang sudah memakai jas dan kopiah di kepalanya. Sudah siap untuk mengambil alih tanggung jawab seorang Almeera. Semua sanak keluarga sudah bersiap, begitu pun bapak penghulu, dan juga bapa Almeera yang akan mengucap penyerahan (wali nikah). Almeera mulai gugup, ia terus menunduk, tak berani walau hanya sedikit saja menatap laki-laki yang ada disampingnya itu. Ia diselimuti rasa takut yang sering kali hinggap tanpa dimau. Berharap hari ini akan berjalan semestinya, tanpa drama air mata seperti sebelumnya. "Ya Allah lancarkanlah pernikahan ini, jangan engkau membuat hal dahulu terulang lagi!" pinta Almeera dalam do'a nya. Almeera merasakan ketegangan yang luar biasa. Dia sering merayakan acara seperti ini, tapi tak pernah sosok yang seharusnya ada disampingnya sampai berjabat tangan dengan sang bapa. Semua tak menyangka, hari yang diidamkan semua orang, Tuhan kabulkan hari ini. Tak menyangka, apa yang mereka usahakan sebelumnya kini berbuah. Ketakutan mereka Tuhan hilangkan dengan mendatangkan orang baru yang baik hati. Ya, baik hati karena tidak meninggalkan Almeera di pelaminan. Semoga Tuhan menjaga pernikahan Almeera sampai maut memisahkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD