bc

Sexy Things About You (Indonesia)

book_age18+
15.1K
FOLLOW
200.7K
READ
billionaire
forbidden
possessive
sex
one-night stand
opposites attract
playboy
dominant
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Apa sajakah hal-hal yang seksi tentang Kania Salim? Segara punya banyak jawaban. Sebagai seorang model yang tengah naik daun, Kania nampak begitu sempurna. Mata, hidung, bibir, dan tubuhnya menjeritkan sensualitas. Maka dari itu, Segara mengontraknya untuk menjadi Brand Ambassador Lunar. Agar—tentu saja—Segara bisa lebih mudah menyeret perempuan itu ke atas ranjangnya.

Tapi, Kania jelas tidak mudah ditaklukan, betapa pun Segara menghujaninya dengan berbagai macam kemewahan. Alasannya hanya satu, Kania yang dikenal matrealistis tidak mau terikat dalam hubungan jenis apapun, bersama para pria yang berusaha mendekatinya.

Di tengah hubungan mereka yang kian "memanas" setiap harinya, apa yang akan terjadi pada mereka berdua?

***

chap-preview
Free preview
Bab 1 : Trouble Maker
Kata orang, kecantikan dari seorang perempuan adalah sebuah anugerah sekaligus kutukan. Anugerah, karena Tuhan telah menyemaikan keindahan surgawi pada parasnya itu. Dan kutukan, karena keindahannya mampu mendatangkan rasa iri serta cemburu pada diri perempuan-perempuan lainnya. Kania berpikir bahwa semua itu benar adanya. Terbukti, banyak yang memuja kecantikan wajahnya—tidak sedikit pula yang kesal karena ia terlalu cantik. Sialan memang ya. Apa sih yang tidak adil di dunia ini? Namun meski begitu, tetap saja masih ada orang bodoh yang bilang hidup ini tidak adil. Dasar payah. Diam-diam, Kania tertawa dalam hati. Sembari tetap meneliti pantulan dirinya di depan cermin rias, yang terang karena deretan lampu-lampu. Setiap kali berada di tempat ini untuk dirias, Kania merasa dirinya adalah segalanya. Pusat dari segala perhatian. MUA paling handal pun akan memuji-muji betapa cocoknya seorang Kania Salim dengan beragam jenis make-up. Bold, natural, fresh, apa pun cocok di wajahnya yang mereka bilang seperti canvas. Jujur saja, sanjungan-sanjungan itu membuat Kania kian melambung. Kariernya sebagai seorang model profesional memang baru dirintis empat tahun belakangan ini, tapi Kania berjanji bahwa ia akan menjadi yang paling rupawan. Sehingga tak akan ada sepasang mata yang mampu mengalihkan tatapan mereka dari keindahan dirinya. Kania bersumpah bakal naik level dengan cepat. “Hey, Beb, apa kabar kamu?” ada seorang pria gempal bergaya kemayu, yang memasuki ruang make-up. Di ruangan itu tak hanya ada Kania, namun pria kemayu itu jelas melayangkan sapaan manjanya buat Kania, “udah lama banget kita nggak ketemu, makin cantik aja sih you, Beb.” Lalu, mereka berdua bercipika-cipiki dengan genit dan akrab. Sembari Kania menyahutnya, “Terakhir kali kita ketemu itu di pagelaran busananya Mami Avanti, kan, ya?” “Yuhuuu,” si MUA tertawa dengan renyah, “you tahu nggak, Beb, katanya tahun ini acaranya lebih meriah, loh. You mesti daftar lagi jadi salah satu model pokoknya. Baju-bajunya cucok meong, eim. Gla to the moure.” Keduanya sibuk cekikikan bersama, sebelum sebuah deheman pendek yang terlontar dari samping kursi Kania, menghentikan tingkah mereka yang kini malah kompak menoleh pada sumber suara. “Eh, Jesline.” “Erwin,” Jesline—model senior yang meja riasnya itu terletak persis di samping Kania, mengulas senyum tipis yang punya banyak arti. Seolah-olah sedang bilang, “Halo? Itu mata ke mana aja dari tadi, ha? I’m here, b***h!”. Jesline tersinggung karena seharusnya dia dululah yang disapa. Bukannya—si bau kencur itu, liriknya malas ke arah Kania. “Wah, nggak nyangka ketemu kamu di sini,” si MUA bernama Erwin itu pun menghampiri Jesline untuk saling cium pipi, bertanya kabar, dan lain sebagainya yang menunjukkan bahwa dia dengan Erwin sudah jauh lebih lama saling kenal ketimbang Kania. “Win, make-upin aku hari ini, ya,” pinta Jesline, yang langsung membuat Kania tidak terima mendengarnya, meski masih ditunjukkan dengan sikap yang diam, “aku mau sama kamu. Kapan lagi coba kita ketemu di proyek di Jakarta kayak gini. Kamu kan seringnya sibuk di Bandung,” permintaan itu tak pelak membuat Erwin gamang. Beberapa kali dia melirik bergantian pada sosok Kania dan Jesline—yang mendadak kini kentara menguarkan aroma persaingan ke udara. Sejak dahulu pun, dunia model memang sudah penuh persaingan—bahkan untuk hal-hal kecil sekalipun. Seperti situasi yang harus Erwin hadapi ini. “Duh, aku sih mau banget, Beb. Tapi kayaknya kalau sekarang nggak bisa,” Erwin menyesal sekali nampaknya saat bilang begitu, “Mbak Rin bilang aku mesti pegang Kania.” “Jadi, kamu nolak teman baikmu demi dia?” Jesline rupanya semakin defensif, membuat ruangan yang dihuni oleh enam orang model dengan masing-masing MUA, hening. “Nggak, nggak gitu,” Erwin mengelak, “tapi—” “Win, nggak apa-apa,” dan tiba-tiba pula Kania masuk ke dalam percakapan itu, “kalau Mbak Jesline mau didandani sama kamu, yasudah dandani saja. Aku masih bisa sama Mbak Ghea. Iya, kan?” MUA Jesline itu tergeragap oleh kata-kata Kania, sebelum mengangguk dengan cepat. Lagi pula, siapa sih orang sabar yang mau dekat-dekat sama Jesline, yang banyak maunya itu kalau sedang didandani? “Tuh, Mbak Gheanya setuju,” sambung Kania, dengan senyum super manis yang menghiasi permukaan bibirnya. Erwin yang tak enak hati, mengelus lengan Kania usai memeluknya dengan hangat, “Maafin aku ya, Bebseu. Lain kali aku pasti make-upin kamu,” yang dibalas dengan kata-kata manis dari mulut Kania—yang sesungguhnya begitu bertolak belakang dengan kata hatinya. Well, sebetulnya, Kania kesal setengah mati dengan sikap Jesline yang egois. Tapi hanya demi citra diri, agar semua orang yang ada di ruangan ini memandang jika dialah yang bisa berbesar hati—Kania sudi melakukan semua pertunjukan yang menjengkelkan itu. Bukankah menang secara elegan itu sangat menyenangkan? Justru dengan sikapnya, Jesline telah membuat rendah dirinya sendiri. Dasar sok senior, kekanakan, tukang iri sialan—sederet umpatan itu bergumul di dalam hati Kania. Tetapi, mau bagaimanapun, sesi berdandan itu harus cepat-cepat dilaksanakan. Karena pemotretan untuk sebuah brand pakaian yang mengontrak mereka akan dimulai dalam 30 menit ke depan. Kania, Jesline, dan model-model lainnya harus sudah siap. Beberapa menit berlalu, atmosfir di ruang make-up itu rasanya sudah kembali normal—aman terkendali. Tanpa ada lagi kebersaingan memperebutkan MUA profesional. Namun rupanya, “masalah” kembali terundang ketika ada seorang office boy yang masuk ke sana, sembari membawa buket bunga dan keranjang rotan berisi buah-buahan di kedua tangannya. Office boy itu berjalan lurus-lurus ke arah Kania tanpa ragu, meski raut wajahnya terlihat sedikit malu. “Ada kiriman ini untuk Mbak Kania, katanya—dari penggemar Mbak,” ucapnya dengan pelan. Kania yang tengah memolesi bibirnya dengan lip creame nampak sumringah, “yang akun Instagramnya @daniel_kl. Saya disuruh menyampaikan begitu.” “Oh, iya, aku inget! Akun ** yang pake user name itu emang sering ngomentarin foto yang kuposting di sana, dan kirim DM ke aku,” seloroh Kania, dengan tawa yang super anggun. Sementara rekan-rekan modelnya yang lain turut melemparkan godaan-godaan mereka. Tapi lain halnya dengan sikap Jesline, yang justru mendecih pada Kania, yang dianggap sedang pamer saja di depan banyak orang. Salah satu model masih tertawa, “Nggak heran, deh—kamu kan punya banyak bucin. Duh, bucin-bucinnya perhatian lagi. Bagi satu, dong, Kania.” Kania membalasnya dengan tawa yang sama, meskipun jauh lebih cantik, “Aku bersyukur banget punya support system kayak mereka. Yah, walau kita nggak saling kenal.” “Tak kenal maka tak sayang—gitu kan kata pepatah lama juga,” Ghea, yang mendadak jadi MUA untuk Kania pun ikut angkat bicara—menimbrung dengan asyiknya, “sekali-kali boleh dong, kencan sama penggemar sendiri,” dia cekikikan. Lalu Kania cepat-cepat menukas, “Kalau dia beneran ganteng, aku bakal pertimbangin, kok,” yang disambut dengan gelak tawa yang lebih meriah lagi. Tanpa sadar, muka Jesline makin merah kala mendengarkan mereka yang seru bercanda. “Sampein ke penggemarku itu, terima kasih ya. Buket bunganya cantik,” Kania mengulas senyum yang terayun dari sudut bibir satu ke sudut lainnya. Siapa pun yang melihatnya pasti terpesona. Termasuk si office boy yang membawakannya buket bunga dan keranjang buah-buahan tersebut. Usai Kania berterimakasih, si office boy pun akhirnya undur diri. Namun, godaan-godaan genit untuk Kania tidak serta merta berhenti begitu saja. Mereka semua masih begitu asyik membercandai Kania yang anaknya memang easy going. Tetapi sekejap, suasana menjadi beku oleh gebrakan kedua telapak tangan Jesline ke meja rias, membuat beberapa make-up di atas sana bergeletar. Semua terdiam. “Anak baru, please jangan sok cantik gitu. Aku jadi jijik ngeliatnya,” Jesline bangkit dari kursi, lantas menghadap ke arah Kania yang secara singkat mampu menguasai diri. Kania menoleh dengan santai pada perempuan yang sedang duduk di sampingnya. Lalu telunjuknya yang lentik itu menunjuk pada dirinya sendiri. Dan seakan ingin perempuan tersebut tambah kesal padanya, Kania mencondongkan tubuh sedikit ke cermin rias, lalu berkelakar, “Dilihat dari sisi mana pun aku emang cantik. Ada yang salah?” jawabnya, membuat orang-orang spontan menahan napas. Duh, kok makin disulut sih sama Kania? Pasti mereka bilang serentak begitu dalam hati. “Cih! Benar-benar nggak tahu diri,” Jesline nyaris saja membuang ludah betulan, “kamu pikir, penggemarmu suka sama kamu karena cantik dan bertalenta? Nggak! Fans-fans macam gitu paling cuma jadiin fotomu buat objek khayalan mereka di kamar mandi. Karena apa? Karena tampangmu itu emang tampang cewek gatel,” Jesline nampak berapi-api saat berbicara, “jadi, jangan terlalu percaya diri dulu. Baru punya satu fans aja pamernya udah gitu. Kasian. Kebelet pansos?” Setelah membuang napas, Kania berdiri. Sudah sejak tadi, loh, Kania berusaha keras menjadi sosok perempuan yang anggun. Tetapi hujatan-hujatan netizen in real life satu ini bikin kupingnya terasa mau meledak. Cukup! Kania mau lawan dia sekarang juga. Pupil Kania jadi mengecil, “Kamu ini cuma iri sama keberuntungan orang lain. Sedih banget lihat perempuan yang nggak pernah dicintai kayak kamu. Jadi stres gitu, kan. Jelas saja kalau nggak ada yang suka.” Jesline maju selangkah meski dicegah Erwin, “Coba bilang sekali lagi? Berani sekali kamu kurang ajar sama senior!” “Senior? Emangnya kita lagi ada di akademi militer ya sampai aku mesti hormat sama kamu?” Kania kini bermanuver tajam, “sorry to say, tapi mulut busukmu nggak patut buat aku hormati.” “Sialan!” Jesline benar-benar maju dan menerjang ke tubuh Kania yang terhuyung mundur, namun beruntung tidak sampai jatuh, “Cewek b******k! Emang perlu banget kukasih pelajaran, biar nggak sok kecakepan!” Akhirnya, mereka saling jambak-jambakan. Semakin lawannya bersikap sengit, semakin Kania makin jadi menarik rambut sambung Jesline. Hingga—lepas. Dan Jesline menjerit. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Call Girl Contract

read
323.1K
bc

SEXY LITTLE SISTER (Bahasa Indonesia)

read
308.4K
bc

Love Me or Not | INDONESIA

read
535.7K
bc

Sexy game with the boss

read
1.1M
bc

My Sexy Boss ⚠️

read
541.1K
bc

SEXRETARY

read
2.1M
bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
220.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook