Bagian 31

1333 Words

Lorong rumah sakit kembali menyambut mereka dengan cahaya putih yang tenang. Tapi hati Alven sama sekali tidak tenang. Napasnya masih berat, kemarahan masih menempel seperti bara yang belum padam. Begitu mereka masuk ke depan kamar, Alven sempat menahan langkah. Alvin melihat itu, menepuk bahunya pelan. “Tenangin dulu ekspresimu. Nadira bisa lihat,” bisik Alvin. Alven mengangguk tanpa suara, menarik napas panjang, mencoba merapikan emosinya. Butuh beberapa detik sebelum wajahnya kembali netral. Mereka masuk. Nadira langsung menoleh—dan nalurinya sebagai istri langsung peka. “Ven?” Nadira berdiri dari sofa, menghampiri. Alven tersenyum kecil—senyum yang jelas dipaksakan tapi tetap hangat untuk istrinya. “Aku nggak apa-apa.” Nadira menatap lama, seolah ingin memastikan, sebelum akhir

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD